Wild Love Episode 19
Ngobrolan hangat
Memang tidak masalah bagiku pasti budhe yang bakal bayar itu semua. Budhe memilih tempat makan khusus smoking area di lantai tiga karena tahu aku suka merokok. Kami terlibat obrolan hangat sepanjang menunggu makanan datang. Ketika makanan datang aku langsung menyantapnya terlihat budhe hanya tersenyum melihatku makan. Aku makan dengan lahapnya sesekali melihat budhe memandang kosong ke arah kaca jendela yang langsung terlihat jalan raya. Semua ingatan dan memori mengenai ajeng, Nico dan Rahman buyar tak ada satupun mengenai mereka dalam pikiranku semua tergantikan oleh wajah kegelisahan budhe.
“Budhhemmm adammm mapa?”
Ucapku sambil mengunyah makanan.
“Sudah habiskan dulu makananmu, dasar jomblo kelaparan”
Ucapnya kepadaku,
kemudian aku lanjutkan makanku dan segera kuselesaikan. Segera aku minum dan menyulut dunhillku, tak kuduga budhe kemudian mengambil sebatang dunhill dan disulutnya dihadapanku. Aku langsung mengambilnya ketika dunhill masih berada di bibir budhe dan kumatikan. Segera aku menyembunyikan dunhillku
“Budhe kenapa sich? Arya paling tidak suka jika melihat perempuan merokok”
Ucapku,
Kulihat budhe hanya terdiam kemudian di tumpuknya kedua tangan diatas meja dan di rebahkannya kepalanya di atas tumpukan tangan itu. Tampak sejuta pertanyaan di kepala budhe.
“Pakdhemu Ar”
Ucapnya lirih seakan mau menangis.
“Budhe, kalau mau cerita, cerita saja arya bakal jaga rahasia tapi no smoking”
Ucapku, kemudian budhe mengangkat kepalanya dan memandangku. Ditatapnya mataku dengan tajam.
“Janji ya”
Ucap budhe lirih, aku hanya mengangguk dihadapannya.
“Pakdhemu itu selama ini belum bisa melupakan pacarnya terdahulu, dia masiih terus memikirkannya, budhe tahu selama ini karena pakdhemu itu sering sekali mengigau namanya”
Ucap budhe.
“Mengigau? memang nama siapa yang keluar budhe?”
Tanyaku.
“Ima, karima”
Ucap budhe.
Deg jantungku serasa copot aku kira pacar terdahulu adalah cewek lain kenapa harus tante ima. Gila ini gila, wah gawat ini kalau aku langsung cabut sekarang bisa di tembak dengan 1 miliar pertanyaan. Wajahku sedikit berubah, raut wajahku berubah menjadi wajah yang terkejut.
“Kenapa kamu terkejut? Apakah kamu tahu sesuatu Arya?”
Ucapnya.
“Gak gak tahu budhe cuma kaget saja nama ima kan nama, nama temen kuliahku iya nama teman kuliahku, masa ya pacaran dengan teman kuliahku”
Jawabku sedikit gelagapan, Budhe kemudian menatapku dengan sangat tajam bak pisau yang baru diasah dan siap dihujamkan ke dalam dadaku.
“Kamu menyembunyikan sesuatu dari budhe”
Bentak budhe dengan tatapan mata semakin tajam dan sangat membuatku merinding sekali, sekilas wajah Ibu tergambar di wajah budhe, teringat akan wajah marah Ibu waktu itu.
“Hmmmm Oke, budhe tahu kamu pasti tahu sesuatu tapi Dengan kamu bersikap seperti itu mending kamu pulang saja dan tidak menganggap aku sebagai budhe kamu”
Ucapnya sedikit membentakku.
Dia Membuang Muka
Dia kemudian mendiamkanku dan membuang mukaku, ah andai saja tadi aku tidak terlalu terkejut ketika mendengar nama tante ima mungkin aku tidak akan kaetakutan seperti ini. Aku yang ketakutan dengan ancaman budhe hingga akhirnya aku mengiyakan apa yang aku tahu tentang ima, karima itu.
“Kamu tahu dan kamu tidak pernah bilang sama budhe, Arya?”
Ucapnya.
“Ya kan Arya kira itu masa lalu, lagipula pakdhe kan tidak ngapa-ngapain budhe, Cuma mengigau saja”
Ucapku, sambil menaruh pipinya di atas tangan yang ditumpuk itu budhe melihat ke arah jendela lagi.
“Bukan hanya mengigau”
“Pamanmu itu, pernah budhe sediakan obat yang bisa membuat dia tak sadarkan diri alias mabuk dan dia seketika itu mabuk, itu rencana budhe, pas posisi paman kamu mabuk, budhe mulai bertanya-tanya mengenai ima, karima itu”
Jelas budhe, jelas saja budhe ngasih obat kaya gitu sama pakdhe, budhe kan dokter.
“Dan dia menceritakannya”
Ucap budhe sambil mengangkat wajahnya dan memandangku.
“Pakdhemu mengatakan pada budhe, kalau dia ingn bertemu dengan ima walau hanya sekali saja setelah itu dia tidak akan menemuinya lagi, dan dipagi hari ketika pamanmu sudah sadar budhe bertanya kepada pakdhemu Ar seketika itu budhe menitikan air mata”
“Budhe itu sayang sama pakdhemu, waktu itu paman kamu itu meminta maaf kepada budhe, kalau dia memang masih menyimpan rasa ingin bertemu dengan ima katanya bukan cinta, bukan cinta… bukan cinta Ar tapi dia masih menyimpan itu, jadi selama ini budhe itu apanya dia?”
Jelas budhe dengan mata sembab dan menangis. Untung di smoking area ini hanya ada aku dan budhe jadi tidak begitu malu ketika budhe menangis.
“Budhe sudah budhe jangan menangis malu dilihat orang budhe”
Ucapku.
“BAGAIMANA MUNGKIN DIA MENIKAH DENGANKU TAPI MASIH MEMIKIRKAN MANTAN PACARNYA?”
Bentaknya kepadaku, jantungku berdetak lebih kencang tubuhku melompat terkejut dengan bentakan budhe. Kucoba menenangkan diriku.
“Tapi waktu itu setelah suasana reda, pakdhe mengatakan pada budhe jika dia bertemu hanya akan mengucapkan kata selamat tinggal itu saja dan budhe menyanggupinya dengan catatan setelah itu dia harus kembali pada budhe seutuhnya dan menjadi suami yang budhe inginkan”
Jelasnya, aku tak sanggup berkata-kata dari penjelasan budhe itu. Akhirnya aku memberanikan diriku untuk mengatakan kepada budhe.
“Budhe”
“Ima, karima itu yang biasa aku panggil tante ima, adalah ibu dari sahabatku”
Jelasku kepada budhe. Budhe kemudian menatapku dengan tajam.
“Pertemukan mereka! Budhe mohon agar semuanya kembali normal lagi budhe sudah tidak tahan jika dia terus-terusan mengigau nama itu”
Mohon budhe padaku yang sangat tiba-tiba tampak dia tidak berpikir panjang.
“Tidak budhe, tidak, aku sama saja menjerumuskan mereka dalam hubungan yang salah, kasihan budhe”
Ucapku.
“Kasihan mana arya?! Melihat budhe tertekan dan terus tertekan seperti ini melihat orang yang dicintainya merindukan kekasih lamanya, biar nanti budhe yang ngomong sama pakdhemu, biar dia ketemu walau satu hari setelah itu biar dia yang memilih, budhe atau ima, ibu Sahabatmu itu”
Jelas budhe.
“Kalau pakdhe ternyata memilih tante ima, budhe bagaimana?”
Ucapku.
“Huaaaaaaaaaa hiks hiks hiks hiks hiks”
Tangis budhe pecah beberapa pelanggan di bawah kami menoleh ke kanan ke kiri untuk mencari sumber suara.
“Sudah budhe sudah makanya kalau minta sesuatu itu di pikir dulu”
Ucapku kepada budhe.
“Budhe akan tanggung resikonya, kalaupun budhe harus sendiri masih ada kok yang nemenin budhe, nanti kita bakal sama-sama jomblo”
Ucap budhe sembari mengusap air matanya dan mencoba tersenyum kepadaku.
Akhirnya dari pembicaraan itu aku menyepakatinya, dengan catatan jika aku sudah bertemu dengan tante ima baru budhe akan bicara dengan pakdhe. Ya itulah kesepakatanku, entah akan berhasil atau tidak. Kemudian aku berjalan dengan budhe hingga tempat parkir, kuantar budhe hingga dipintu mobilnya. Budhe kemudian menoleh kekanan dan kekiri seperti seorang pencuri dan aku sedikit bingung dengan tingkah laku budhe, ciuman didaratkannya di bibirku.
“Hadiah buat kamu, sekali-kali biar merasakan rasanya dicium cewek mblo”
Ucap budhe kemudian masuk dan meninggalkan aku. Ketika mobil berjalan baru sebentar budhe berhenti di sampingku dan membuka kaca mobilnya.
“Kalau nanti budhe jadi jomblo, budhe mau jadi pacar kamu, pacar gelapmu juga ndak papa mblo”
Ucapnya yang kemudian ngeloyor pergi.
Aneh, sebenarnya aku pakai jimat apa sehingga banyak wanita setengah baya mengejarku. Kenapa juga bukan perawan ting-ting yang mengejarku. Aku kemudian menuju ke arah REVIA dan mengendarinya pulang. Ketika dalam perjalanan pulang itu hatiku mencaci maki aku sendiri sampai-sampai aku melamun dan hampit masuk got. Akhirnya aku sampai dirumah, aku melihat Ibu sedang mencuci piring di dapur, aku hanya melewatinya saja. Ibu hanya memandangku dengan senyuman manisnya tapi aku balas dengan senyum sebentarku.