Wild Love Episode 78B
Aku dan wongso mengendap-endap
Aku kemudian ke jalur 1 bersama wongso, kulihat ruangan di samping bagian satu tak ada kaca hanya sebuah kusen-kusen yang masih terpasang dan juga sebuah kusen pintu tanpa pintu yang terpasang. Ruangan tersebut berada agak sedikit naik dari lantai pada bagian satu. Dentuman keras suara musik menggelegar di tempat ini. tampak sekali mereka sedang berpesta, tapi ada beberapa perempuan yang sedang menari erotis di sana. Aku dan wongso mengendap-endap agar tidak terlihat dan setiap kali melewati kusen pintu kami selalu menunggu saat yang tepat. Dan hap… yap… jap… akhirnya kami berdua bisa berada di sebuah ruangan yang langsung lurus ke tempat kejadian perkara. Aku bersandar di belakang tembok tepatnya tembok di samping pintu yang mengarah langsung ke lantai bagian satu, sedangkan wongso berada di sampingku.
“kalian sudah ada diposisi?”
ucap anton.
“sudah”
balas kami semua bersamaan.
“bagus, tunggu aba-aba”
ucap anton kembali.
“okay bro”
balas kami semua.
Nafas kami bersatu dengan ketakutan kami, entah apa yang akan terjadi. Kegelisahan kami bersatu dengan dentuman musik yang keras, namun tiba-tiba suara musik kembali berhenti. kami semua terdiam, mengatur nafas kami sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh mereka. walau sebenarnya tidak mungkin mereka mendengar nafas kami.
“Well.. well buat para kawan-kawanku, aku persembahkan mainan untuk kalian”
ucap om nico.
“wah… wah… cepatnya!”
ucap seorang lelaki yang menurut anton itu adalah bandar (bandar 1).
“kayaknya ada yang bagus ini, aku mau yang hasil operasi saja kelihatanya bodinya bagus, ayo cepat keluarkan”
ucap bandar 2.
“aku yang masih muda saja, katanya ada 2 atau tiga. Okelah kalau begitu”
ucap bandar 3.
“ha ha ha ha… semua kebagian”
ucap ayah.
“ayo… cepat suruh mereka semua masuk, seret saja anjing-anjing itu! ha ha ha ha”
ucap ayah dengan suara sangat keras.
“cepat! Dasar lonte!”
teriak seorang lelaki yang tengah menyeret seorang perempuan.
Aku dalam keadaan tidak mengintip apa yang terjadi, tapi hanya bersandar dan mendengarkan suara mereka. perlahan terdengar suara perempuan meminta ampun, seakan aku mengenal suara itu tapi entah kapan aku pernah mendengarnya. Kucoba sedikit mengintip dari kusen pintu royal win tersebut kulihat empat orang wanita yang di lempar dan jatuh bersimpuh di depan ayah dan.
“itu kan… ah sial, aku tahu siapa dia tapi aku lupa, siapa dia sebenarnya…”
bathinku.
Kenapa otakku tidak bisa mengingat
Bathinku semakin berkecamuk melihat empat orang wanita, dua di antaranya aku mengenal mereka tapi dua orang wanita setengah baya itu, argh… entah siapa dia aku tidak pernah mengetahuinya tapi aku pernah melihatnya. Wajah wanita setengah baya itu seakan membawaku kembali ke masa lalu tapi aku tidak ingat siapa mereka, wanita sangat ayu dan putih kulitnya. Dua orang wanita lagi kelihatanya dia seumuran denganku lebih tua sedikit, wajahnya ayu, muda dan dari wajahnya seakan aku pernah melihatnya. Argh, siapa mereka berempat kenapa otakku tidak bisa mengingat terutama dua wanita setengah baya itu.
“Ar…”
ucap anton.
“eh, ya…”
balasku.
“itu nenekmu, dua wanita itu adalah istri dari kakekmu, kakek tian. Pak media bercerita kepadaku dan aku juga sudah mencari biodatanya”
ucap anton.
“apa? Nenek?… ”
bathinku, kucoba menengok lagi dan melihat kembali keempat perempuan itu, mereka semua mengenakan pakian ketat tanpa pakian dalam.
“itu nenek iya, itu istri dari kakek tian, sekarang aku ingat… nenek laila dan nenek ifah. Tapi kenapa… benar aku sekarang ingat pak media pernah bercerita kalau setelah kematian kakek tian, tak ada kabar dari mereka tapi siapa dua orang perempuan muda itu…”
bathinku, aku kembali bersandar.
“Ar, tenang jangan gegabah okay?”
ucap anton.
“eh iya nton…”
ucapku, tangan wongso kemudian menepuk pundakku pelan, aku menengok kearah wongso dan mengangguk.
“ibuuu hiks hiks aku takut bu… hiks….”
ucap seorang perempuan.
Aku terkejut ketika mendengar kata-kata perempuan itu. aku menengok kembali ke arah dan mengintip kembali. Seorang perempuan muda memeluk nenek laila dan seorang perempuan lagi memeluk nenek ifah. Sebuah memori kembali terulang, mataku mendelik tajam. Di mataku tergambar sebuah bayangan masa lalu.
“nenek laila hiks mbak alsa jahat, es krimku di makan mbak alsa huuuu huuuu huuu…” rengekku ketika aku masih kecil (dipanggil mbak bukan tante, karena umur yang sama itu sering terjadi di keluarga, ketika seorang keponakan memiliki om/tante yang seumuran)
“iiih…. kamu cowok kok cengeng banget!” ucap mbak alsa
“sudah, alya kamu ndak boleh begitu dong” ucap nenek laila
“alsa, jangan dimarahin dong adik kamu itu. sudah jangan nangis nanti nenek belikan es krim lagi” ucap nenek ifah
“sudah… jangan nangis lagi arya, nanti kita akan makan es krim lagi semuanya okay” ucap kakek tian
“horeee… terima kasih kakek” ucapku
“yeee… dasar cengeng huuu…” ucap mbak alya
“bener, cowok kok cengeng weeeekkk” ucap mbak alsa
“yeee biarin, weeeeek…” candaku saat itu
Aku kembali lagi dan bersandar di tembok
Tiba-tiba saja air mataku menetes jatuh dipipiku, tak mengira aku akan bertemu dengan mereka lagi setelah sekian lama tak berjumpa. Aku kembali lagi dan bersandar di tembok bersama wongso, wongso mencoba menenangkan aku.
“itu tante-tanteku, anak dari kakek tian hiks”
ucapku di mikropon, yang didengar oleh semua koplak.
“eh… aku tidak mendapatkan data untuk itu, ar kamu jangan gegabah. Tenang ar…”
ucap anton.
“iya ton…”
ucapku.
“Hei mana yang dua lagi, seret saja!”
ucap om nico.
“lepaskan, dasar bajingan kamu! lepaskan! Dasar kalian bajingan semua!”
teriak seorang perempuan.
Deg… deg…
“ah… lepaskan dasar kalian semua bajingan!”
teriak seorang perempuan itu lagi.
“lepaskan dia, jangan sentuh dia”
ucap seorang wanita.
“aaaw….”
teriak kesakitan seorang perempuan yang dihempaskan kelantai.
Sedari awal aku mendengar suara wanita itu, hatiku berdetak sangat kencang. Sedari awal aku mendengar rintih kesakitan perempuan itu membuatku semakin tersayat. Aku kembali menengok ke arah mereka semua dan.
“Nico, lepaskan Arda!”
teriak wanita itu, tante wardani.
Plaaaaak…
“diam dasar lonthe!”
teriak om nico yang menghempaskan tamparan ke pipi perempuan tersebut.
“Aardaaaaa!”
teriak tante wardani dan melepaskan pegangan seorang lelaki.
Tante wardani berlari kemudian memeluk perempuan yang dia panggil Arda. Mataku terbelalak tak mungkin salah mata ini memandang, tak mungkin salah kalau hati ini berkata jika wanita itu adalah.
DIAN!
Mana episode 79 dari wild love bosss