Wild Love Episode 69B
Pipi kiriku aku rebahkan di atas kepalanya
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 69B, Wajahnya tampak sekali lelah, matanya terpejam memeberikan isyarat kepadaku agar tak mengganggunya sementara ini. Alunan nafas yang teratur, terasa hangat di dadaku. Aroma wangi rambutnya yang sedikit acak-acakan ini sangat terasa menusuk hidungku. Tangan kananku meraih kepalanya menekan ke dalam dadaku, tangan kiriku memeluk erat pinggangnya. Pipi kiriku aku rebahkan di atas kepalanya.
“Pulang?”
ucapku lirih.
“Kalau mas bareng ade… ade baru mau pulang”
jawabnya.
“Kalau mas pulang, ade mau disini saja…”
ucapnya yang sebenarnya aku tidak begitu mengerti.
“Iyaa… bareng ade, yuk, dingin…”
ucapku.
Tubuhnya bangkit, lepas dari pelukanku. Matanya terbuka perlahan, sangat indah yang kemudian menatap mata hina ini. dian tersenyum kepadaku, ya dian dan mengangguk ke arahku mengisyaratkan bahwa dia setuju untuk pulang. Aku kemudian bangkit dengan kedua telapak tangannya aku genggam sembari aku berdiri aku tarik kedua tangannya agar ikut berdiri bersamaku.
“ternyata kamu kecil ya?”
godaku.
“iih apaan sih… huh…”
ucapnya sambil melemparkan pukulan ringan ke dadaku.
“iya iya… ndak papakan kecil tapi pacarnya tinggi”
ucapku dengan senyuman, sebenarnya tidak kecil ini cewek, standarlah. Hanya mungkin karena aku tinggi saja dia kelihatan kecil.
“he’em…”
ucapnya tersenyum tepat didepanku, kakinya sedikit berjinjit dengan kedua tangannya bertautan dibelakang tubuhnya. Aku letakan tangan kiriku tepat di atas kepalanya.
“cup…”
kucium keningnya.
Tangan kananku meraih dagunya.
“mmmhhh mmmhhh mmmhhh mmmhh mmh mmhhh mhh…”
sekali lagi aku menciumnya, yes yes!
“Sssssttt… maunya… ehem… ayo pulang mas…”
ajaknya.
Maunya? Jelaslah… kamu kan perempuan yang aku mau sejak aku SMP di royal win dulu. Hmmm… kulihat dia mengambil tas dan sematponnya yang masih memutar lagu klasik. wanita ini kemudian berdiri dan tersenyum kepadaku, aku bergerak ke arah kirinya dan meraih tangan kirinya.
“Yuk….”
ucapku, dijawabnya ajakanku dengan pandangan sipit matanya karena bibirnya tersungging ke atas.
Dosenku pacarku dan juga kekasihku, akan aku usahakan semampuku untuk menjadi istriku. Mungkin judul cerita yang paling tepat adalah jalan cintaku bersama dosenku. Berjalan beriringan, memandangnya dan juga dipandang olehnya. Seakan jalan di taman ini semuanya memihak kepada kami berdua, melebar dan tak ada halangan.
“aduh….”
ucap dian, tiba-tiba kakinya sedikit kesleo hingga dia terjatuh namun dapat aku raih tubuhnya.
Kulihat ke sepatu yang di pakainya, ternyata hak pada sepatunya patah. Segera aku jongkok di depannya, kulepas sepatunya dan aku lihat hak sepatunya.
“Sudah mas, aku lepas saja”
ucapnya.
“ndak papa ndak pakai sepatu?”
ucapku.
“he’em ndak papa… kan ada mas”
ucapnya sambil tersenyum kemudian berdiri.
“aku bawakan saja sepatunya”
ucapku sambil aku meraih kedua sepatu yang dicincing oleh tangan kirinya.
Beberapa langkah kemudian aku berjalan kembali.
“Aw… mas… ”
ucapnya yang kaget ketika aku bergerak kebelakangnya dan membopongnya.
Senyumnya semakin melebar
Aku tidak menjawab keluhan dari bibirnya. Dengan manjanya kepalanya di masukan ke dalam dadaku. Senyumnya semakin melebar, aku sedikit meliriknya kebawah. Langkahku aku lambatkan agar lama aku menggendongnya.
“waktu ade datang kesini, rasanya tadi dekat jalan dari tempat parkir sampai ke bangku tadi…”
ucapnya dengan kedua mata terpejam.
“…”
aku tidak menjawabnya.
“masih jauh kah?”
ucapnya menggoda dengan senyumnya.
“sangat jauh…”
ucapku.
“sangat jauh atau dibuat jauh?”
ucapnya kembali.
“dibuat jauh… walau berat”
ucapku.
“iiiih… berarti ade ndut gitu maksudnya?”
ucapnya sambil membetet hidungku.
“auch… awas nanti aku betet hidung ade…”
ucapku.
“emang berani? tak kasih C nanti TA-nya”
ancamnya.
“tega banget… kalau mas jadi dosen ade, mas kasih A”
ucapku.
“enggak ah… C aja, bagus kok”
balasnya.
“kan bagusan A”
rayuku.
“C… Cinta…”
ucapnya kembali memejamkan matanya dengan bibir semakin melebar.
“A… Aishiteru…”
balasku.
Tak ada perbincangan diantara kami berdua, semuanya terdiam dengan senyum masing-masing. Aku berjalan walau lambat akhirnya aku sampai di depan REVIA. Dapat aku merasakan REVIA tersenyum kepadaku.
“Non… sudah sampai…”
ucapku.
“…”
tak ada jawaban tapi bibirnya tetap tersenyum.
“adeeeee… sudah sampai, apa mau dibonceng didepan?”
ucapku.
“he’em…”
balasnya, waduh gimana cara mboncenginnya?.
Dengan susah payah aku posisikan duduk dan memangku dian.
“iiih beneran didepan, ntar ade jatuh lagi…”
ucapnya tiba-tiba dan sedikit melompat, membuatku sedikit kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh.
“dibelakang saja…”
ucapnya yang langsung membonceng di belakang.
“katanya tadi di depan….”
ucapku.
“ndak, pengen dibelakang bisa meluk mas…”
ucapnya dengan pipi direbahkan di punggungku dan memelukku dengan sangat erat.