Wild Love Episode 61
Semakin aku memandangi wajah ayu nan indah itu
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 61, Dalam posisi duduk dan membelakangi bu dian, ku berbalik ke arah dimana wanita itu berada. Kulihat bu dian tertidur di kursi yang bisa di duduki satu orang itu. Kedua tangannya di satukan menjadi bantalan pipi kirinya, kakinya mengapit dan di tekuk di atas kursi tempat dia bersandar untuk tidur. Kulihat wajah ayunya begitu tenang dan tentram, berbeda dengan tadi malam ketika jawaban judes menghampiriku selalu. Ingin aku membangunkannya tapi tidak tega karena wajahnya tampak begitu lelah. Semakin aku memandangi wajah ayu nan indah itu semakin aku merasa bersalah dengan diri ku sendiri.
“egh… egh… hoaaaaaammm…. erghhhh….”
bu dian terbangun.
“benar-benar gila… ini cewek menguap saja cantiknya minta ampun, bener-bener perpek!”
bathinku.
“ughh… mas sudah bangun? Kenapa ndak bangunin aku? uuughhh”
ucap bu dian semakin membuatku terpana dengan gerak tangan yang merenggangkan persendian tulangnya.
“Mas…????”
ucap bu dian kedua kalinya membuatku tersadar.
“Eh… eh… anu bu, takut mengganggu bu dian, bu dian kelihatan lelah sekali”
ucapku sambil menundukan wajahku.
“Dasar sok romantis!”
ucap bu dian, gila bangun pagi saja sudah judes sekali.
“Maaf…”
ucapku kemudian bangkit dan membelakanginya, melipat selimut yang aku kenakan.
“massss…”
ucapnya pelan.
“Eh… iya bu?”
ucapku menjawab pertanyaan bu dian.
“Oia bu terima kasih sudah memperbolehkan aku menginap semalam, sekarang saya mau langsung pamit”
lanjutku masih membelakanginya, selimut yang kulipat kemudian kutaruh di atas kursi.
“jangan…. ”
ucapnya kemudian aku berbalik memandang, pandangan kami bertemu dan aku tersenyum kepadanya.
“ndak enak kalau kelamaan nanti digrebek bu”
ucapku.
“eh… itu… mas belum makan, biar aku masakan dulu, atau mas mandi dulu saja bersih-bersih…”
ucap bu dian.
“ndak usah bu, nanti jadi merepotkan bu dian”
ucapku.
“ndak, aku ndak repot mas, mas tunggu sebentar aku masakan makan pagi dulu…”
ucap bu dian bangkit dan beranjak ke dapur.
“bu… bu dian”
panggilku membuat langkah bu dian berhenti dan berbalik mellhat ke arahku.
“Sudah, ndak usah bu… ini saya sudah sms pak wan untuk menjemput saya”
ucapku sambil menunjukan sematponku yang sedang aku sentuh-sentuh.
“eh… kan… e… masih nunggu, mas makan dulu saja nanti sakit”
ucap bu dian mencoba memaksaku.
“ndak enak bu kalau lama-lama disini, ndak enak juga sama anda”
ucapku.
“eh….”
dia tampak sedikit bingung dan kemudian menundukan wajahnya.
“dia bukan siapa-siapa hanya teman”
ucap bu dian.
“ya walaupun teman atau siapakan saya juga tetap ndak merasa enak kan bu? Apalagi bu dian kelihatan akrab sekali dengan Anda waktu di warung”
ucapku dengan senyum, tiba-tiba bu dian melangkah lebih maju lagi dan menarik tangan kananku yang telah selesai mengirimkan sms ke pak wan.
“Maem dulu…”
ucapnya pelan sambil menunduk.
“minum hangat saja bu, dan biar saya buat sendiri”
ucapku pelan menarik tanganku.“eh… ndak usah, aku buatkan saja mas”
ucapnya dengan wajah berseri lalu berbalik menuju dapur, langkahnya begitu cepat.Dalam berdiriku aku memandangnya berlalu menuju dapur. Sejujurnya aku masih ingin di sini, namun jika aku terus di sini sama saja menyiksa perasaanku dan perasaanya. Aku kembali duduk dan menunggu kedatangannya. Lama aku menunggu, bu dian kemudian datang dengan membawa sepiring roti tawar dan secangkir teh hangat. Tak ada kata-kata dari kami berdua, setelah piring dan gelas itu di letakan aku kemudian langsung melahapnya hingga habis. Kulirik wajahnya kali ini tampak begitu kebingungan dengan sedikit senyuman di bibirnya. Setelah makan selesai, aku mengucapkan terima kasih karena telah di buatkan sarapan. Bu dian hanya mengangguk pelan. Dalam hening kami berhadapan tanpa saling memandang hingga sebuah suara mobil datang dan aku buka sedikit gorden, pak wan datang.
“bu, pak wan sudah datang, saya pamit dulu dan terima kasih telah menolong serta merawatku”
ucapku sembari berdiri.“eh…. iya sama-sama mas”
ucapnya pelan dengan wajah tertunduk.“saya pamit ya bu”
ucapku sambil membungkukkan badan dan berbalik. Ketika tangan ini memegang daun pintu serta memutar kunci pintu.“maukah kamu berhenti?….”
ucapnya pelan.Klek… klek… kunci pintu aku buka.
Kleeeeeeeeeeeek… ku buka pintu rumah bu dian, pintu itu terbuka sebagian.
“belum sebelum semuanya berakhir, sebelum orang-orang itu, orang-orang yang semalam mengejarku hancur aku belum bisa berhenti…”
ucapku.‘eh… aku tidak tahu apa yang ingin kamu selesaikan tapi aku berharap agar kamu tetap berhati-hati karena orang-orang itu kelihatan sangat jahat”
ucapnya.“pasti bu, saya akan berhati-hati dan saya akan sangat berhati-hati karena mereka semua harus menyesal atas perbuatan mereka”
ucapku, kulihat dia masih menunduk dan sangat terlihat dia tidak menggubris kata-kataku.“dan…”
ucapnya terhenti.“Eh…”
aku sedikit heran dengan wajahnya yang sama sekali tidak mau memandangku.“Apakah kamu benar-benar jujur dengan itu semua?”
ucapnya membuatku terunduk.“saya jujur, tak ada kebohongan didalamnya”
ucapku.“Apakah kamu bisa berhenti?”
ucapnya dengan tangannya mengepal erat di samping pahanya, wajahnya tertunduk.“huffffftthhh… aku belum bisa berhenti, karena aku sudah terperosok terlalu dalam, sangat dalam di lingkaran ini. Aku dan semua yang ada dalam lingkaran kegelapan ini belum mampu untuk keluar… sampai ada orang yang benar-benar tulus untuk menarikku keluar. Jika aku keluar mereka semua juga pasti akan keluar”
ucapku dengan mata sedikit berkaca, kepalaku menunduk. Suasana menjadi hening tanpa ada sepatah katapun.Hembusan angin yang masuk dari pintu seakan memberi sekit kesejukan dalam kepenatan ini.
“Bu Dian”
ucapku dengan wajah tersneyum ke arahnya dan mencoba memecah keheningan.‘Eh…”
bu dian tersadar dari diamnya.“Terima kasih banyak sudah membantu saya dan mengijinkan saya menginap ya bu, dan mohon maaf merepotkan bu dian, sekali lagi terima kasih bu, saya pamit pulang dulu”
ucapku sambil membungkukan tubuhku.“Eh.. iya sama-sama”
ucapnya dengan sedikit senyuman, kubalas senyuman itu dan kemudian melangkah keluar.“Mas…”
ucapnya pelan namun terdengar sangat keras di hatiku, aku menoleh kembali ke arahnya.“hati-hati…”
ucapnya dengan sedikit senyum di bibirnya.“pasti…”
ucapku yang kemudian membungkukan badan dan berlari ke pintu gerbang garasi.Ketika hampir mendekati pos satpam
Aku membuka pintu garasi dan mengok ke kanan dan kekiri. Langsung aku berlari masuk ke dalam taksi melalui pintu belakang taksi yang sudah di buka oleh pak wan. Tanpa banyak bicara pak wan langsung menghidupkan taksinya. Ketika hampir mendekati pos satpam royal win indonesia 1 , aku langsung tiduran di bagian bawah jok belakang.
“Lho pak, kok ndak ada penumpangnya?”
ucap pak satpam ketika memberhentikan taksi pak wan.“orangnya ndak jadi pergi mas, kalau begini kan saya yang rugi, sudah ndak mau ganti ongkos jemput lagi”
ucap pak wan.“owalah… ya sudah pak, semoga setelah ini dapat pelanggan lagi”
ucap pak satpam.“iya mas, terima kasih… duluan mas”
ucap pak wan.“monggo pak”
ucap pak satpam, taksi kemudian berjalan menjauh dari perumahan ELITE, aku kemudian bangkit dan duduk di belakang.“bagaimana tadi malam den?”
ucap pak wan.“Hampir ketembak pak, tapi untung selamat… dari memata-mataiku semalam banyak sekali informasi yang aku dapatkan”
ucapku.“bentar den, ketembak?”
ucap pak wan.“iya pak”
ucapku.“Aduh den, hati-hati to den, nanti kalau bagaimana-bagaimana pak wan kan juga bingung”
ucap pak wan.“Sudah, pak wan ndak usah khawatir, nyatanya kan Cuma hampir ketembak dan lihat aku masih hidup pak he he he”
ucapku selengekan.“DEN! Jangan main-main, bapak itu kalau dengar aden kenapa-kenapa, bagaimana pertanggung jawaban bapak sama kakek aden, pokoknya aden harus hati-hati, pokoknya harus berhati-hati lagi!”
ucap pak wan dengan sedikit membentak. Sebenarnya apa yang dilakukan kakek wicaksono dulu hingga orang-orang seperti pak wan ini sangat menghormati kakek. Walau aku sudah sedikit mendengar dari pak wan tapi aku belum begitu tahu mengenai semuanya.“Pak, pak wan tenang saja… aku pasti akan lebih berhati-hati”
ucapku pelan sembari menepuk bahunya.“Ya, bapak percaya sama aden… pokoknya jangan sampai aden tertangkap, kakek aden disana juga mengharapkan seperti apa yang bapak harapkan”
ucap pak wan, walau aku tidak melihat matanya berkaca-kaca tapi dari suaranya yang parau sangat terdengar.“pasti pak”
ucapku.Kemudian kami bercanda kesana kemari selama pak wan mengantarkan aku pulang. Sebelumnya aku berganti pakaian terlebih dahulu, dan mampir ke tempat pembuangan terakhir membuang pakaian yang aku kenakan semalam. Setelahnya aku pulang dengan jantung penuh dengan detak yang sangat cepat, apakah mungkin ayah sudah datang atau belum? Namun sesampainya di rumah, rumah masih dalam keadaan yang sangat sepi. Aku pamit ke pak wan dan menyampaikan rasa terima kasihku, kulihat mobil taksi itu menghilang dalam pandanganku. Kini aku sendiri lagi di rumah ini, aku memasuki rumah dan langsung menuju ke dalam kamarku. Arghhh… aku terlalu lelah untuk semua ini.