Wild Love Episode 52
Bukan aku yang meminta
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 52, Kurebahkan tubuhku di kamarku. Tak ada pikiran dalam diriku untuk menuntaskan masalahku dengan Ayah. Sejenak hanya ingin beristirahat, terlalu lelah tubuh ini. aku kemudian bangkit dan mengganti pakaianku dengan kaos dan celana kolor. Segera aku rebah dan kutarik selimut. Kleeek… Kubuka sedikit mataku dan Ibu berjalan ke arahku.
“Oh… bu…”
ucapku bangkit.
“Tidurlah, tak usah bangun kamu pasti lelah…”
ucap Ibu dengan kedua tangan mendorongku agar rebah kembali. Ibu kemudian masuk dalam selimutku dan membelakangiku, ditariknya tanganku untuk memeluknya.
“Jika kamu ingin sayang…”
ucap Ibu sambil mengarahkan tanganku ke payudaranya.
“tidak bu, Ibu tenang saja…”
ucapku.
“Erlina ya?”
ucap Ibu.
“iya tapi bukan aku yang meminta, dia menemukanku di taman dan membawaku ke kosnya…”
ucapku kepada Ibu.
“Maafkan ibu, jika saja waktu itu tidak terjadi mungkin kamu akan bersamanya sekarang dan tak ada lagi perasaan bersalah dalam hatimu”
ucap Ibu.
“Arya sudah katakan sebelumnya, Ibu tenang saja… Arya akan menjalani sisa hidup ini dengan penuh keceriaan dan tentunya menyelesaikan apa yang arya sudah mulai…”
ucapku.
“Tapi…”
ucap Ibu.
“Ibu tenang saja, seandainya bukan dia yang menemani sisa hidupku aku akan menemukan yang lainnya dan kita bisa menghentikan ini semua…”
ucapku sambil memeluk erat tubuhnya.
“Percaya pada anakmu ini bu…”
ucapku.
“I Believe in you…”
ucap ibu lirih.
“Thanks…”
balasku.
Tangan ibu semakin mendekap tanganku dan aku semakin memeluknya erat. kami terdur bersama dan melewati malam ini bersama. Entah esok apa yang akan terjadi, entah.
Pagi hari menjelang, aku terbangun tanpa Ibu disampingku. Segera aku mandi dan bersih-bersih tampak ibu sedang mendendangkan lagu di dapur. Ku sapa dengan senyum dan dibalasnya dengan senyuman. Makan pagi bersama Ibu tanpa Ayah sangat menyenangkan. Setelahnya aku pergi ke kampus untuk mencari informasi-informasi yang mungkin terlewatkan. Dari kejauhan ku lihat Bu Dian sedang berjalan dengan bu erna, segera aku menghindar agar tidak terjadi kontak dengannya. Kulihat wajahnya sedikit sayu dan kelelahan. Tak ada pancaran judes ataupun semangat, maafkan aku dian, maaf.
Setelah aku tahu tidak ada informasi, aku ambil motorku dan berjalan-jalan di sudut taman rektorat. Tempat yang adem dan enak buat nongkrong. Di tambah lagi, taman ini berada jauh dari jurusanku sehingga tidak memungkinkan bertemunya aku dengan bu dian. Taman ini berada di depan rektorat dan hari ini sangat sepi biasanya ramai tapi mungkin karena sudah memasuki minggu tenang. Hanya aku dan REVIA yang berada di tempat parkir belakang rektorat. Baru saja nongkrong, sudah pengen kebelakang. Segera aku berlari ke kamar mandi, sambil mendunhill aku BAB ha ha ha. Kamar mandi terletak dibelakang gedung rektorat, persisnya dekat tempat parkir. Lama aku berada didalam 2 batang dunhill melayang.
“Huft sial kenapa juga susah keluarnya”
keluhku.
Lelaki tua itu menampar wajah rani
Setelah operasi sesar di kamar mandi aku hendak berjalan menuju taman kembali. Tapi ketika baru saja aku akan berbelok di sudut gedung, kulihat beberapa orang sudah berada di tempat nongkrongku. Segera aku memundurkan tubuhku dan mengintip. Tampak Anta yang terjatuh dengan sedikit luka, Rani menangis memegangi anta dan empat orang berbaju hitam dengan tubuh kekar yang tak dapat aku lihat jelas wajahnya karena membelakangiku. Satu lagi dibelakang empat orang berbaju hitam itu tampak lelaki tua yang sedang bersedekap tapi juga tidak terlihat wajahnya.
Tiba-tiba laki-laki itu menendang anta dan berteriak-teriak menyuruh anta untuk segera pergi. Anta kemudian diseret dan akhirnya pergi walau sebenarnya tampak sangat jelas dia tidak ingin meninggalkan rani. Tapi rani berteriak agar anta segera pergi, setelahnya lelaki tua itu menampar wajah rani dan memarahinya. Entah apa yang di katakan lelaki tua itu tidak begitu jelas, dan ketika mereka berbalik. Mataku terbuka lebar dan melotot kearah lelaki tersebut. Segera aku tarik tubuhku bersembunyi dibalik tembok royalwinindonesia1.
“itu… itu tukang, bagaimana dia bisa bersama rani dan anta”
bathinku, segera aku lepaskan jaketku dan kututupi wajahku, kulihat 3 mobil melaju melewati bagian belakang gedung. Setelah 3 mobil itu menghilang, aku bangkit dan kulihat rani masih menagis dan duduk di bangku. Aku mendekatinya.
“Ran…”
ucapku.
“Eh…”
dia terkejut akan kehadiranku dan menoleh ke arahku.
“Kamu ar…”
ucapnya, aku kemudian duduk di sampingnya.
“iya… Aku melihat semuanya dan maaf jika aku hanya diam…”
ucapku.
“Kamu lihat ya, hiks”
ucapnya sedikit parau dan tersengal.
“tolong bilang sama dia, agar tidak mendekatiku lagi…”
ucapnya.
“Apa karena bajingan tua tadi?”
ucapku sedikit emosi.
“Eh… kamu tidak tahu apa-apa ar, lebih baik kamu menjauhi sekarang atau kamu akan dihajarnya dan juga anta, segera menjauhiku atau bukan hanya dihajar mungkin kamu bisa dibunuhnya”
ucapnya.
“Aku sulit mati cu he he he”
ucapku dengan canda.
“Aku tidak main-main ar, segera pergi atau kalau dia menemukanmu bersamaku dia akan membunuhmu”
ucapnya.
“Ran…”
ucapku.
“Cepat pergi!”
bentaknya, aku hanya menoleh ke arahnya dan tersenyum.
“Aku tahu siapa dia? Aku tahu apa yang telah dia lakukan…”
ucapku sambil mengambil sebatang dunhill.
“Eh… siapa kamu sebenarnya ar!”
bentaknya yang semula dia sangat terkejut.
“Apa kamu juga bagian dari mereka?! Kamu juga akan menjadi pemain di dalamnya?! Kalau begitu bunuh aku sekarang!”
lanjutnya.
“sssssttt… tenang ran…”
ucapku menenagkan dan tersenyum kepadanya.
“Kamu bisa saja bilang tenang tapi kamu pasti bagian dari mereka untuk memata-mataiku kan selama di KKN sampai sekarang?!”
bentaknya dengan penuh emosi, dia berdiri dan memaki-maki diriku. aku langsung bangkit dan meraih tubuhnya, kupeluk erat tubuhnya.
“tenanglah, aku bukan musuhmu…”
ucapku.
“hiks hiks hiks hiks aryaaaaaaaaaaaaa…… hiks hiks hiks… tolong aku tolong aku….”
isak tangisnya sambil mendekapku erat.
“Sudah kamu tenang dulu ran, tenang, jika kamu tidak tenang bagaimana aku bisa menolongmu…”
ucapku.
“ikut aku, jika disini bisa saja mereka kembali…”
ucapku mengajak rani menuju tempat dimana tak ada orang yang bisa menemukan kami berdua.
“kita mau kemana ar?”
ucapnya.
“Sudah ikut saja, aku ndak akan bunuh kamu kok, tenang ya cuuu….”
ucapku sambil menarik tanganya, dan berjalan bersamanya menuju lantai 3 gedung kuliahku.
Jelas sepi, mahasiswa tak ada yang berangkat. Aku memasuki salah satu kelas, dia duduk di bangku. Kutarik salah satu bangku dan duduk dihadapannya.