Wild Love Episode 45

Hubungan yang bagaikan musuh

Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 45, kulihat wongso hanya menaikan bahunya ketika memandang asmi. Begitupula asmi, entah kenapa hubunganku dengan bu dian malah seperti musuh besar ketika bertemu. Sekalipun begitu. Aku sering mencuri-curi pandang ke arah bu dian. Kadang pandangan kami bertemu dan kami saling melempar senyum.

“Sudah selesaiiiii… nyam… kenyaaaaang”

ucapku.

“Bayar dulu tuh”

ucap bu dian.

“Ya jelaslah, aku kan punya uang”

ucapku santai.

“Kirain mau hutang”

ucap bu dian.

Kembali wongso dan asmi hanya geleng-geleng kepala dengan pertengkaran kami. tak ada satupun dari mereka yang bisa menyela pertengkaran kami.

“MANDEK MANDEK! Wis tuo kok yo do padu wae (BERHENTI BERHENTI! Sudah tua kok ya adu mulut terus)”

ucap ibunya wongso yang datang tiba-tiba dan mendaratkan jeweran di telingaku.

“Bu dian, maafkan arya ya, arya memang sukanya kalau berbicara suka kelepasan”

ucap ibunya wongso ke bu dian.

“Oh iya bu ndak papa, ya saya sudah tahu kalau arya itu seperti itu”

ucap bu dian.

“Eh.. ndak..”

ucapku terpotong karena tangan wongso membekap mulutku.

“Ar, kalau kamu adu mulut lagi, ibu suruh kamu nyuci piring sampai malam nanti”

ucap ibunya wongso dan membuatku tidak berkutik sama sekali.

Kulihat Bu Dian tersenyum manis, dan kemudian tertawa yang tertutup oleh tangan kananku. Aku tahu jika dia sedang menertawakanku. Aku hanya diam, membuang muka namun mata ini tak sanggup jika tidak meliriknya sebentar saja. Mungkin seperti lagu lama yang di aransemen ulang oleh MUSE, can’t take my eyes off you. Wajahnya, senyumnya, judesnya, juteknya, jengkelinnya membuat perasaanku menjadi satu. Apa itu? Kalian pasti sudah tahu. Akhirnya aku tidak berani lagi mendebat atau mengejek bu dian, kami berempat berbincang sederhana. Hingga akhirnya bu dian pulang.

“Ar, jangan lupa besok bimbingan”

ucap bu dian.

“iya bu, besok akan saya bawakan TA saya ke ibu”

ucapku.

“Ya sudah, wong, as aku pulang dulu”

ucapnya yang kemudian masuk ke warung dan pamitan kepada ibu wongso.

Asmi kemudian kembali lagi ke warung membantu ibu wongso. Dengan dunhill bersamaku dan wongso kami duduk bersama di depan rumahnya.

“Kemarin saja kamu formal sama bu dian, sekarang kok kaya anjing sama kucing?”

ucap wongso.

“Ndak tahulah wong, aku juga bingung sama itu cewek”

ucapku.

“kamu suka sama dia kan ar?”

ucapnya, dan aku hanya mengangguk.

“Ya sudah, dekati saja kenapa ambil pusing”

ucapnya.

“bukannya ambil pusing, dia dosen dan sudah kerja, lagian dia sudah bilang sama aku kalau aku bukan levelnya”

ucapku.

“di mulut kan ar? Bukan di hatinya”

ucapnya.

“maksudmu?”

ucapku.

“Iya dia bilangnya di mulutnya saja kan, kalau dilihat dari sikapnya, kelihatannya hatinya menginginkan sang pangeran ini ha ha ha”

ucapnya.

“bodoh ah, pusing, mending mikir kapan cepet lulus. Lha kamu, sekarang kuliah ikut adik tingkat?”

ucapku.

“Ya iyalah, kan aku cuti satu tahun ar”

ucapnya.

Perbincangan hangat hingga larut

Perbincangan demi perbincangan menemani kami hingga malam. Seperti biasa, ketika warung ramai aku juga ikut membantu kalau warung lenggang aku dan wongso kembali mengobrol. Hingga warung wongso tutup dan wongso mulai mengantar asmi pulang akupun juga ikut angkat kaki dari warung wongso. Sesampainya dirumah, aku melihat ibu di depan TV senyumnya masih tetap sama. Kami bercanda bersama. Tiba-tiba.

“akukan sudah bilang, Pokoknya kita berempat saja, buku bisa hancurkan kita”

“setelah kita berempat bertemu, kita akan singkirkan buku”

Aku dan ibu berpandangan mendengar teriakan keras ayah dari pekarangan rumah. Ibu kemudian menyilangkan jari telunjuknya di bibirnya. Aku hanya diam sejenak dan mulai mendengarkan percakapan ayah. Namun, percakapan berikutnya tidak membahas mengenai penyingkiran buku.

“Tenang saja, buku tidak bakalan tahu, kita akan bagi menjadi empat saja, nanti aku atur”

“Kamu tenang saja reng, kamu ndak usah takut kaya ngelihat setan saja kamu itu”

Setelahnya Ayah menutup telepon dan beranjak dari pekarangan rumah. Ayah menyapaku seperlunya saja dan kemudian masuk kamar, tidur. Ibu membisikan kepadaku untuk segera istirahat dan tidak membahas apa yang baru saja didengar. Karena jika membahas sekarang Ayah bisa saja tahu mengenai aku sebagai pemegang sematpon KS. Aku akhirnya kembali ke kamarku, ku buka sematponku dan tak ada pesan BBM. Email om nico juga nihil. Aku kemudian beristirahat menanti pagi.

Ikuti terus cerita dewasa lainnya hanya di Royal Win Indonesia Entertainment.

Wild Love | akari mitani | Royal Win Indonesia Entertainment
Royal Win Indonesia Entertainment salah satu website entertainment judi online & slot online yang menyajikan cerita dewasa terlengkap dan terpopuler.
Pages: 1 2 3

You may also like...