Wild Love Episode 44

Wild Love (Episode 44)

Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 44, di tempat di mana aku pernah mengajak dosenku yang di kala itu membuat aku terbang ketika pertama kali dia mengajakku makan. Namun di pertemuan keduaku di tempat ini, tempat di mana awal aku mulai merasakan sakit darinya, ya tempat ini adalah awal kebingungan atas sikapnya yang kemudian di teruskan di balik pohon ketika aku melihat seorang laki-laki melamarnya. Hening sesaat ketika dia sudah hadir di tempat ini. entah kenapa malam ini sinar rembulan walau tidak sempurna menyinarinya, dia tampak anggun dan indah. Wanita itu duduk di ujung bangku taman sedangkan aku duduk di ujung bangku satunya lagi. Hembusan angin malam tidak begitu dingin di tempat ini namun bisa membuat bulu kuduk berdiri.

“Ar….”

ucapnya setelah kami berdiam diri sebentar.

“iya bu…”

ucapku sambil menoleh dan tersenyum kepadanya.

“engg… kemarin nilai PKL kamu A dari perusahaan”

ucapnya.

“Owh iya bu, beruntung berarti saya bu kan jarang ada yang dapat nilai A”

jawabku.

“Enak ya PKL di tempat Echa?”

ucapnya.

“Enak bu, ya sudah ada beberapa yang kenal disana, ada dua orang adik kelasku namanya encus dan yanto bu”

ucapku, buat apa aku menyebutkan nama mereka.

“owh… rame dong disana?”

ucapnya.

“Iya…”

ucapku singkat. Percakapan basa-basi ini membuatku sedikit tidak sabaran.

“maaf bu, boleh saya bertanya?”

ucapku sambil memiringkan dudukku menghadap ke arahnya.

“Eh.. iya”

ucap Bu Dian, kedua tangannya diletakan di sebelah paha luarnya, dijadikan tumpuan tubuhnya. Bu dian kemudian menoleh ke arahku.

“Maaf bu, sebenarnya pertemuan kita ini untuk membahas apa ya bu? Dilihat dari sudut pandang manapun kelihatannya bu dian tidak perlu bertemu dengan saya bu, karena ibu adalah dosen saya dan juga sudah mempunyai tunangan, istilah orang dulu ora ilok (ndak bagus) bu”

ucapku.

“Eh… karena…”

ucap bu Dian.

“apa bu?”

ucapku.

“Ayo katakan sesuatu kepadaku bu? Katakan apa yang ada didalam hati dan pikiranmu agar aku tidak selalu menebak”

bathinku sambil memandangnya penuh harap.

“ya karena, kamu mahasiswaku dan aku sebagai dosen kamu tidak ingin mahasiswaku jauh dari aku saja. Nanti dikira aku dosen killer ehem….”

ucapnya sambil memandang bulan tak sempurna itu.

“Jawaban formal yang benar-benar tidak aku sukai, ngomong saja ngapa?”

bathinku.

“Owh…”

ucapku kembali duduk menghadap ke depan melihat bulan tak sempurna itu, hening sesaat.

“Bu, jika memang itu alasannya kita tidak perlu bertemu seperti ini, tidak enakan sama pak felix”

ucapku.

“Aku dan dia sudah selesai Ar, kenapa juga kamu merasa tidak enak dengan dia?”

ucap Bu Dian.

Aku meoleh ke arahnya dengan mulut terbuka. Seperti orang terhipnotis aku memandangnya dengan tatapan kosong.

“Hei biasa sajalah, kenapa kamu itu?”

ucapnya.

“Eh…”

aku kembali sadar dan sedikit salah tingkah.

“Ya kaget saja, padahal waktu nglamar bu dian kan romantis banget”

ucapku sekenanya dan kembali memandang bulan tak sempurna itu.

“Namannya juga ndak cocok”

ucapnya. Suasana kembali hening dan angin kembali berbicara di sela-sela perbincangan kami berdua.

“Bu…”

ucapku sambil kembali menoleh ke arahnya, dia hanya menjawab dengan anggukan tanpa menoleh ke arahku seakan tahu aku menoleh kearahnya. Senyumannya memandang bulan tak sempurna itu tampak bersinar.

“Bisa kita pulang?”

ucapku.

“Eh kenapa?”

ucapnya.

“karena sudah tidak ada yang kita bicarakan lagi”

ucapku.

“eh… masih ada ar”

ucapnya.

“Apa? Mbak diah? Iya?”

ucapku, dia hanya mengangguk.

“jika alasan ibu tidak ingin jauh dari mahasiswanya, ibu tidak perlu membahas masalah pacar mahasiswanya kan? Dan itu sangat tidak relevan dan valid, jika dianalisis secara kuantitatif (analisa berdasarkan jumlah) tidak akan ketemu bu”

ucapku santai dan sok kimia.

“sok kimia kamu itu”

ucapnya, aku hanya diam menunggu jawaban.

“Ya kan aku harus tahu, paling tidak itu tidak mengganggu TA kamu”

ucapnya menghindar.

“Malah ndak mengganggu bu, selalu ada support bu, makannya saya hampir selesai dan bisa meninggalkan univ secepatnya”

ucapku.

“Eh…”

bu dian kini menundukan kepala.

“Lebih baik kita pulang bu, karena sudah tidak ada yang kita bicarakan lagi”

ucapku sedikit kesal.

“Masih ada ar, masih itu… aku mau minta…”

ucapnya terpotong.

“Lho kok pada diem saja?”

ucap seorang wanita dari belakang kami dan tidak begtu asing bagiku. Aku kemudian menoleh ke belakang dengan wajah kaget begitu pula Bu Dian, Ibu.

“Mbak Diah… eh itu mbak… maaf kalau…”

ucap Bu Dian yang sedikit ketakutan.

“Eh… kenapa kok?”

ucapku sedikit kaget.

“Sudah jangan kaget begitu dong kalian, kaya lihat setan saja”

ucap Ibu.

Ibu kemudian melangkah berputar ke arahku, tepat di depanku di daratkannya kecupan di keningku dengan jari menyilang di bibirku. Kulirik Bu Dian, wajahnya tampak sedikit berbeda. Ibu kemudian duduk di sampingku, menghadap ke Bu Dian dan sedikit bersandar di lenganku. Aku hanya diam tak bisa bicara karena ibu sudah mengisyaratkan aku untuk diam. Ibu memakai kaos lengan panjang tanpa belahan di lehernya yang longgar, dan rok hingga di bawah lutut serta tas dengan tali panjang yang menggantung di bahunya.

“Kenapa yan?”

ucap Ibu.

“Eh ndak papa kok mbak”

ucap bu dian.

“Wajahnya kok beda, tadi kelihatan senang waktu ketemu arya”

ucap Ibu.

“Maaf mbak… sebenarnya aku Cuma mau ngobrol sama arya bukan maksud aku…”

ucap bu dian.

“Maaf mbak bukan maksudku untuk merusak hubungan mbak dengan arya…”

ucap bu dian, tampak dari samping ibu hanya tersenyum melihat tingkah bu dian.

“mmm… mungkin sebaiknya aku pulang mbak, maaf sekali lagi mbak”

ucap Bu Dian.
Wild Love | Iroha Suzumura | Royal Win Indonesia Entertainment
Royal Win Indonesia Entertaiment salah satu website entertainment judi online & slot online yang menyajikan cerita dewasa terlengkap dan terpopuler
Pages: 1 2

You may also like...