Wild Love Episode 38
Tatapan lelah
Mbak echa kemudian menungguku dan berjalan di sampingku. Tatapannya tampak lelah dengan kegiatan hari ini. wanita berkerudung merah muda menutup bahunya, baju merah muda berkancing yang ketat dengan celana jeans pensil hitam berhiaskan sepatu berwarna putih. Wanita ini sebenarnya tampak ayu namun ada sesuatu yang disembunyikan dari dalam dirinya.
“Mbak, tidak usah dipikirkan nyante saja kali”
ucapku memecah kesunyian ketika kami berjalan bersama.
“Apaan sich kamu itu”
ucap mbak echa.
“lha itu, wajah mbak echa tampak murung, lagi banyak pikiran ya mbak?”
ucapku.
“Iya…”
ucap mbak echa.
“Namanya juga pekerjaan mbak, banyak masalah yang pastinya terjadi, apalagi perusahaan yang baru berkembang seperti ini, pasti banyak sekali hal-hal yang harus disesuaikan dengan permintaan konsumen, ya… agar produk kita laku dipasaran dan diakui oleh badan pengawas dari pemerintahan mbak”
ucapku panjang lebar.
“Sok tahu kamu itu Ar”
ucap mbak echa.
“Eh… salah berarti perkiraanku mbak”
ucapku.
“bukan, masalah pekerjaan Ar, tapi yang dirumah”
ucap mbak echa.
“waduuuu… kalau yang dirumah, berarti masalah listrik, air, cicilan rumah, cicilan mobil, cicilan motor gitu ya mbak”
ucapku.
“Ha ha ha ha emang masalah rumah itu saja?”
ucap mbak echa.
“Ya kan saya masih nubie mbak alias masih awam hal-hal rumah yang aku tahu di tipi-tipi ya seputar itu-itu saja mbak”
ucapku.
“bukan masaah itu, tapi suamiku”
ucap mbak echa,
deg… aku langsung terdiam sejenak dan tak berani melanjutkan kembali. Terlihat tempat parkir karyawan sudah terlihat di depan kami.
“kok diem?”
ucap mbak echa.
“he he he ndak mudeng aku masalah kaya gitu mbak, daripada sok tahu mending ndak usah tahu mbak he he he”
ucapku sambil menuju motorku yang aku parkir di dekat mobil briyo hijau. Dan ternyata mbak echa juga berjalan ke arah yang sama.
“ya mungkin saja kamu bisa memberikan pandangan ar”
ucap mbak echa.
“ini mobil mbak echa. wah kereeeeen!”
ucapku mengalihkan perhatian.
“Kamu itu diajak ngobrol tapi nyambungnya ke tempat yang lain”
ucap mbak echa.
“walah mbak, kalau pandangan tentang metode analisa aku bisa mbak, kalau pandangan masalah misterius mbak aku ndak bisa”
ucapku sambil duduk di atas revia dan memakai helm.
“Oia Ar, bagaimana kalau kita makan dulu sebelum pulang?”
tawar mbak echa kepadaku.
“ndak usah mbak, aku dah sms ibuku kalau aku mau pulang. Kasihan kan sudah dimasakan tapi ndak aku makan”
ucapku sambil menyalakan mesin motorku.
“Iya dech, kapan-kapan saja. Hati-hati pulangnya ar”
ucap mbak echa sembari membuka pintu mobil.
“mbak juga hati-hati ya”
ucapku, dibalas anggukan oleh mbak echa.
Aku jalankan REVIA terlebih dahulu meninggalkan mbak echa. Kulihat matahari sudah terlelap dalam tidurnya dan sinar terangnya mulai di gantikan oleh sinar lampu jalan. Tubuhku sangat lelah dengan kegiatan hari ini, di tambah lagi bayang-bayang esok hari yang makin banyak sampel akan datang. Hari yang pendek dengan jadwal produksi yang padat dapat di pastikan kalau sampel yang datang akan bertambah lebih banyak lagi.
Sesampai dirumah
Sesampainya di rumah, ketika hendak naik ke kamar. kulihat Ibu masuk ke rumah dari pekarangan rumah, Ibu tersenyum manis kepadaku. Ku ganti arah langkahku, kira-kira satu setengah meter dari pintu belakang rumah aku langsung memeluknya. Aku tahu Ayahku ada di pekarangan rumah sedang bertelepon ria.
“Dia lagi ngobrol di belakang sama teleponnya”
ucap Ibu. Seketika itu pula aku memegang kedua pipi Ibu dengan kedua telapak tanganku, kulumat bibirnya dengan lembut.
“puasi aku sekarang bu, mumpung dia lagi sibuk”
ucapku pelan.
“He’em…”
ucap Ibu.
Kedua tangannku masih memegang kedua pipinya, kucium lembut bibirnya. Dengan ujung jarinya ibu mengelus-elus lembut dedek arya yang masih terbungkus oleh celana. Luamatan antara bibir kami semakin ganas.
“NIMAAAAAAAAASSSSS!”
teriak ayah, mengagetkan kami berdua.
“Iya kang mas, ada apa?”
ucap Ibu yang berbalik dan masih aku peluk dari belakang.
“Ambilkan rokokku di atas TV!”
ucap Ayah.
“Iya kang mas”
ucap Ibu yang kemudian melepaskan pelukanku, aku masih berdiri di tempat yang sama. Setelah Ibu menyerahkan rokok, Ibu kembali kepadaku dan memelukku.
“Hmmm… kayaknya ndak bisa sayang”
ucap Ibu pelan.
“Padahal dah On Fire ini bu”
ucapku pelan.
“sabar yah sayangku, mandi dulu gih, bersih besih, bau tuh hi hi hi”
bisik Ibu pelan.
Aku lepaskan pelukanku, sedikit kecupan pada bibir ibu sebelum aku pergi ke kamarku. Akifitas yang seperti biasanya aku, mandi dan diakhiri oleh makan malam bersama Ayah dan Ibuku. setelah semua selesai aku kembali ke kamarku, kucoba merenungi semua petunjuk dan masih tetap saja buntu. Mungkin memang harus pelan-pelan terlebih dahulu agar nantinya aku bisa merangkainya menjadi sebuah bukti kuat. Saatnya untuk tidur agar esok aku bisa lebih fresh lagi. Tapi ada yang kurang hari ini, aku tidak mendapatkan jatah dari Ibu.
Centung… centung…. suara notifikasi BBM yang membuatku terjaga. Ibu. Kulihar jam dinding menunjukan pukul 12:00 malam.
From : Ibu
PING!
From : Ibu
PING!
From : Ibu
PING!
To : Ibu
Iya bu…