Wild Love Episode 34
Suasana Hening
Suasana menjadi hening sesaat. Kepulan asap dunhill semakin menghilang keluar dari jendela yang di buka oleh mbak erlina. Aku hanya duduk dan memandangnya, butiran air mata mulai mengering di pipinya. Pandangannya jauh keluar jendela walau sebenarnya pemandangannya hanya taman di depan kosnya. Tampak sekali matanya mencoba mengulang sebuah rekaman memori yang indah. Kumatikan dunhill di piring nasi gorengku dan kini aku hanya berdiam diri di kamar itu.
“Aku adalah anak KS, Kaiman Supraja”
ucapnya membuatku sedikit terkejut karena dugaanku pertama, mbak erlina adlaah wanita simpanan KS.
“Aku anak dari istri pertamanya, yang sudah meninggal 15 tahun yang lalu. Ayahku kemudian menikah lagi dan mempunyai anak dari istri keduanya. Sekalipun Ayah menikah lagi, kasih sayangnya terhadapku tidak pernah luntur, Ibu tiriku pun sangat menyayangiku. Setelah Ayah menikah lagi aku tinggal bersama kakek dan nenekku”
Jelasnya. Kemudian dia memandangku dan mellihatku tajam.
“Apakah aku bisa mempercayaimu jika kamu memang ingin menyingkirkan Ayahmu?”
ucapnya.
“Aku tidak tahu mbak, yang jelas semua itu tergantung mbak erlina, mau percaya atau tidak”
ucapku.
Sesaat hening kembali bercanda di sekelilingi kami berdua. Tatapan matanya sangat tajam bak busur panah yang siap menghujamku kapan saja. Di tutupnya jendela itu dan kemudian duduk disebelahku. Kepalanya bersandar di bahu kiriku.
“Ayahmu…. Bajingan…”
ucapnya.
“Aku tahu mbak”
jawabku.
“Dia memperalat Ayahku sebagai kurir untuk menyerahkan uang hasil korupsinya kepada geng-nya. Ketika keuangan instansinya diaudit, dia meng-kambing hitam-kan adik Ayahku. Ayahku tidak terima dan mau membocorkan kebusukan mereka namun dia dibunuh dengan cara yang keji. Aku tahu itu dari berita di TV ketika aku berada di rumah kakekku”
ucapnya.
“Bagaimana mbak tahu jika KS atau Ayah mbak diperalat? Dan bagaimana mbak tahu jika Ayah mbak adalah seorang kurir?”
ucapku.
“Ketika itu Ayahku dijebak, Ayahku diajak oleh Bajingan itu berpesta hingga dia mabuk berat. Entah apa yang terjadi, di dalam ruang pesta itu tiba-tiba saja Ayahku dituduh telah membunuh rekan kerja si bajingan itu. Ada sebuah video yang ditunjukan kepada Ayahku bahwa dialah yang membunuh rekan kerjanya, namun video itu tampak janggal karena hanya merekam ketika Ayahku memegang pisau yang sudah tertancap di tubuh rekan kerja si bajingan itu. Mayat dibuang kesungai dan tidak ada satupun yang tahu keberadaanya sampai sekarang, bahkan keluarga korban saja tidak tahu dengan siapa korban bertemu. Bajingan itu hiks hiks mengancam Ayahku, jika tidak menuruti kemauannya dia akan dilaporkan. Dan kejadian itu terjadi ketika aku masih SMP”
jelas mbak erlina yang membuat aku tercekat.
“Masalah kurir itu?”
tanyaku.
“Pernah suatu malam setelah Ayahku menjemputku, aku diajaknya ke sebuah tempat di gedung tua disana sudah menunggu beberapa orang, kelihatanya mereka adalah pejabat penting. Aku bersembunyi di jok belakang, ketika Ayahku menyerahkan uang itu aku merekamnya dari dalam mobil tapi tidak jelas siapa mereka”
ucapnya membalikan badan kearahnya dan memegang kedua bahunya.
“Mana Videonya mbak, tunjukan kepadaku, aku harus tahu siapa mereka semua”
ucapku.
Dengan sedikit tersenyum di dekatinya laptopnya, kemudian diubahnya settingan hidden folder menjadi dapat terlihat.
“Ini, lihatlah…”
ucapnya. Aku kemudian mengklik video tersebut.
“Akhirnya datang juga makan malam kita”
ucap seseorang dengan suara yang samar-samar. Tak jelas bentuk dan rupanya karena Suasana dalam gedung tua itu gelap hanya cahaya mobil yang menjadi penerang.
“Ini Pak”
ucap seseorang yang membelakangi kamera video, suaranya pun juga tidak begitu jelas namun sangat kecil volumenya namun bisa dengar.
“Bagus, bagus”
ucap seseorang tadi.
“Woi tukang, ada makan malam ni, kita bisa pesta”
ucap seseorang yang memanggil nama tukang dengan suara khasnya.
“Wah wah… asyik juga ya, Woi aspal dihitung dulu berapa isinya?”
ucap seseorang yang dipanggil dengan nama tukang dengan suara khasnya. View video yang selalu bergoyang dan terhalang membuat suara kresek-kresek. Selang beberapa saat setelahnya.
“Pas nih, nggak nyangka Si Kebo dan si Gareng itu jago juga”
ucap seseorang yang dipanggil dengan nama aspal.
“Bilang sama Bos kamu, kita akan pesta dua minggu lagi dan katakan pada mereka, tendernya akan kita kasihkan ke ‘benderanya’, dan jangan lupa, jangan sekali-kali kamu bertindak bodoh atau kamu tahu sendiri akibatnya”
ucap seseorang yang dipanggil Aspal.
“Ayo pal, kita pergi”
ucap seorang yang di panggil tukang. Selang beberapa saat kemudian, dua mobil itu pergi dan kamera bergerak-gerak dengan sendirinya.
“Ayah, kenapa Ayah tidak melaporkannya saja atau Ayah bisa pergi sejauh mungkin dari sini?”
ucap seorang perempuan yang tidak lain adalah mbak erlina. Tak ada gambar di video itu hanya hitam dan hitam alias BF.
“Ayah, tidak bisa apa-apa nak, jika Ayah pergi atau membocorkan ini semua, bagaimana nasib Ibumu? Bagaimana nasib adik-adikmu? Kakekmu dan nenekmu?”
ucap laki-laki tersebut.
“Tapi Ayah…”
ucap mbak erlina.
“Sudahlah nak, mereka sudah tahu mengenai semua keluarga kita, Kakek, nenek, Pak Dhe, Om, Ibu, Adik-adikmu. Mereka bisa dibunuh jika Ayah membocorkan rahasia mereka. Kamu, kamu sebaiknya setelah lulus pergi dari tempat ini, mereka tidak tahu siapa kamu”
ucap lelaki tersebut. Sssssstttt…. prttt… pet.
“Kemana? Kemana si Buku, kenapa tidak ada di video itu? Di email om nico ada kata-kata si buku”
bathinku.
Aku mengrenyitkan dahiku, memegang kepalaku dengan tangan kananku. Kucoba klik video satunya lagi tentang rekan kerja Ayahku (Mahesa) yang di buat seolah-olah di bunuh oleh KS, memang terlihat sangat janggal.
“Ar…”
ucap pelan mbak erlina mengagetkan aku.
“Eh… i… iya mbak”
ucapku.
“Ada apa dengan kamu?”
ucapnya.
“tidak mbak, hanya saja seharusnya mereka lima orang tetapi kenapa dalam video itu hanya ada dua orang, seharusnya masih ada satu orang lagi mbak”
ucapku.
“Aku tidak tahu Ar”
ucapnya hanya merunduk dan meneteskan air mata.
“Aku masih beruntung Ar, karena ayah tidak mencantumkan aku sebagai anak di identitasnya apalagi di kartu keluarganya karena setelah Ibu meninggal, namaku digantinya semua mengenai aku dihapuskan dari informasi mengenai Ayahku. Aku dibuatkan identitas baru dan KK baru sebagai anak Yatim Piatu, karena Ayah takut jika suatu hari nanti terjadi sesuatu yang membahayakan paling tidak aku masih bisa selamat. Bajingan-bajingan itu tidak pernah tahu mengenai Aku dan hanya tahu tentang Ibuku yang dibuat oleh Ayah seolah-olah Ibuku tidak bisa memberikan anak kepadanya. Sejak.. hufthh… Om di fitnah melakukan korpusi dan masuk penjara, dan Ayah di ancam dibunuh Ayah mengungsikan semua keluarga Ayah ke luar pulau semua dan aku menolaknya hiks hiks hiks. KAMU TAHU AR?! AYAH… AYAH… DIBUNUH LAYAKNYA ANJING! Hiks hiks hiks”
jelasnya dengan isak tangis, di benamkannya wajahnya ke dadaku dan kupeluk kepalanya dengan lembut.
“Ba… Bagaimana mbak bisa tahu?”
ucapku pelan.
“Jasad Ayah hiks hiks di hiks hiks dimasukan di rumah sakit tempat aku bekerja.slurrrpp aaahhhh. Lebih dari 21 tusukan pada tubuhnya, tembakan pada kaki kanannya, dan luka gores pada kepalanya seperti luka terseret hiks hiks hiks aku hanya mampu menangis dikamar mandi RS ketika melihatnya,hiks hiks karena aku takut jika ada yang mengetahui identitasku”
ucapnya pelan dengan posisi masih dalam pelukanku.
“AKU BENCI MEREKA AR, BENCI BENCI MEREKA JAHAT Huaaaa hiks hiks hiks hiks”
teriaknya menangis sejadi-jadinya sambil memandangku.
“BUNUH MEREKA AR… BUNUH MEREKA hiks hiks hiks”
teriaknya dengan kepalan tanganya memukul-mukul dadaku. Aku kemudian berusaha menenangkannya dengan memegang kedua tangannya.
“tenang mbak tenanglah…”
ucapku mencoba menenangkannya.
“berjanjiiah kepadaku bahwa kamu akan membuat mereka menderita. BERJANJILAH PADAKU AR…. Aku mohon hiks hiks hiks…”
ucapnya disertai isak tangis.
“Aku janji mbak… aku pasti membuat mereka menderita…”
ucapku dengan tatapan mata yang tajam kearahnya. Lebih tajam dari elang yang siap menyambar mangsa yang sedang berlari dibawahnya. Lebih tajam dari tatapan harimau yang siap menerkam mangsanya.
“terima kasih ar, aku sangat berharap kepadamu hiks hiks hiks…”
ucapnya. Tanganya kemudian melemah, aku pun melemahkan peganganku. Diusapnya air matanya dengan kedua tangannya.
“Mbak, aku memang tidak bisa berjanji dalam waktu dekat namun aku pastikan mereka akan menderita”
ucapku serius kemudian tersenyum kepadanya.
“Jangan menangis lagi, Pak Kaiman pasti sedih jika tahu mbak menangisinya. Beliau telah berusaha sebaik mungkin untuk menjaga keluarga mbak”
tenangku kepada mbak erlina.
“Aku kelihatan cengeng ya Ar hiks hiks hiks…”
ucapnya.
“Wajar itu mbak, ketika kita tahu orang yang kita sayangi pergi dengan cara tidak wajar. Namun, aku berharap mbak bisa diajak berkerja sama, dan aku akan berusaha membalaskan perlakuan yang telah dilakukan bajingan itu terhadap keluarga mbak”
tenangku.
“terima kasih… Ar… Aku sangat mempercayaimu”
ucapnya dengan senyuman.
“Mbak bisa mempercaiyai…kummm….”
ucapku terhenti. Tiba-tiba kecupan bibirnya jatuh di bibirkku.
“mmmm… mbak sudah…. mmmm… aku sudah pernah mmm bilang mmmhhhh kan… no love”
ucapku dengan mulut tersumbat mencoba menghindari ciumannya yang terus memburu bibirku.
“This is no love, but this gift for your promise. Karena aku yakin kamu pasti menepati janjimu”
ucapnya yang kemudian menubrukku hingga ku jatuh terlentang.
“Mbak… mmm… tidak … mmm…. perlu… seperti ihnih… mmm…”
ucapku.
“Ambilah Ar, aku memohon…”
ucapnya dengan tatapan yang sendu.
“Mbak, sudahlah kita tidak perlu… erghhh…..”
ucapku terhenti mataku terpejam tidak bisa menolak kenikmatan ini.
aku tak berdaya manakala ujung-ujung jari mbak erlina mengelus selangkanganku walau masih terbungkus celana jeans. Terasa sangat nikmat, aku sudah tidak bisa berpikir jernih lagi. Tak ada kucing yang tidak mau ikan goreng.
“Ar…”
bisik pelan mbak erlina.
“Erghhh…”
desahanku dan kubuka mataku.
Tak lagi ada Arya yang bisa mengontrol logikanya. Kuraih kepalanya dan kudaratkan ciuman pada bibirnya.
“Hesh hesh maaf mbak, aku tidak bisa menahannya lagi”
ucapku dengan nafas layaknya harimau yang berlari memburu mangsanya.
“ehemmm…”
senyumnya kepadaku
Segera aku membalikan tubuhku, kini aku berada di atasnya dengan bibirku yang sudah menempel pada bibirnya. Kedua tangannya merangkul leherku, menekan erat leherku. Ciuman kami beradu, saling menjilat, saling mengecup, saling menyedot. Kuarahkan ciumanku ke pipinya dan turun ke lehernya.
“ahhhh… Aryaaaahhhh…. ehmmmmm”
desah lembutnya.