Wild Love Episode 32
Merasakan nikmat
“Emmmhh… Ibu mau keluarhhh…. erghhh…. lebih cepat lagi sayanghh….”
ucap Ibu.
“Aku juga bu ufthhh…. emmmmhhh…..”
ucapku.
Crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot crooot
Seketika itu Ibu memelukkku dengan sangat erat. tubuhnya mengejang beberapa kali, kemudian pelukannya semakin erat. kaki kanannya aku turunkan, terdengar desahan lembut dari bibirnya. Kurasakan cairan hangat kami bertemu dan berkumpul bersama. Lama kami berpelukan dengan posisi kaki Ibu masih sedikit berjinjit dan dedek arya berada di dalamnya. Dan Plup… dedek arya keluar dengan sendirinya, kedua kaki Ibu tidak berjinjit lagi.
Nakal kamu ya hssshh hssh hsshh…”
ucap Ibu dengan senyuman manjanya.
“Sekali-kali Bu..”
ucapku.
“berkali-kali juga ndak papa sayang cup muachh…”
ucapnya sembari memberikan ciuman kepadaku.
Pertemuan kelompok mereka
Ibu kemudian menyuruhku segera naik keatas, dan Ibu sendiri mandi. Selang beberapa saat Ibu menyuruhku mandi untuk membersihkan badan. Setelah mandi kini aku berada di kamar, terdengar Ibu berbicara dengan ayah meminta ijin untuk ke kamarku. Kleeek… Ibu kemudian masuk ke dalam kamarku dan duduk disampingku.
“kelihatannya mereka akan melakukan pertemuan”
ucap Ibu.
“Kapan bu dengan siapa? Kok Ibu tahu?”
ucapku.
“ibu juga nguping sayaaaaang”
ucapnya sambil membetet hidungku.
“kurang lebihnya akhir tahun nanti, tapi waktu tepatnya ibu tidak tahu hanya mereka berbicara 5-6 bulan kemudian”
ucap Ibu.
“berarti setelah aku KKN bu, tapi kalau KKN apa Ibu bisa jaga diri? Arya takutnya ibu kenapa-napa”
ucapku.
“Itu bisa diatur sayang, Ibu bisa minta kakek untuk menemani selama kamu KKN, lagian Kakek juga sudah tahu kebusukan mereka tapi Ibu belum cerita mengenai temuan-temuanmu”
ucap Ibu, aku hanya mengangguk.
“Bu, kira-kira Ibu tahu tidak sebenarnya dia itu berkerja sama dengan siapa saja?”
ucapku.
“Yang jelas, yang termasuk pentolan dari mereka semua yang terlibat kelihatanya 4-5 orang. karena dari percakapan Ayah kamu, Ibu pernah mendengan kata-kata “kita berempat” dan juga “Kita berlima” sebenarnya mana yang benar Ibu tidak tahu nak”
ucap ibu.
“sebentar bu, jika berempat kelihatannya tidak mungkin tapi kalau berlima bisa jadi benar bu, karena dari email yang aku baca ada tiga nama yang belum terpecahkan sampai sekarang. semakin rumit saja bu ini, apa mending sekarang aku bunuh saja dia ya?”
lanjutku dengan nada kebingungan.
“Jika dia mati dengan mudah maka orang yang berada disekelilingnya bisa selamat dan apa yang kau lakukan jadi percuma, dan akan lebih banyak lagi orang yang akan menderita nak”
ucap Ibu.
“buat Dia menderita, walau harus menunggu”
ucap Ibu sembari mengecupku dan meninggalkanku di kamar. kujawab dengan senyum dan anggukanku.
Jika dilihat dari beberapa email yang aku baca, mereka sebenarnya berlima tapi kenapa Ibu mendengar kata-kata berempat. Segera aku membuka sematpon KS tanpa mengaktifkan koneksi data dan kulihat nama-nama samaran disitu ada banyak sekali. Jika mereka berlima kenapa jumlah dalam group sangat banyak, dan jika mereka berempat juga tidak mungkin. Jika Ayah dan Om Nico membuat dua buah kelompok dalam perkumpulan mereka dengan Ayah dan Om Nico sebagai anggota tetap jumlah seharusnya yang ada di group paling tidak ada 7 orang.
Tetapi ini jumlahnya lebih banyak. Jika pada kelompok pertama dibuat lima anggota ada Ayah dan Om Nico, lalu kelompok kedua dibuat 4 orang ada Ayah dan Om Nico tetap saja jumlahnya seharusnya 7 orang dengan Ayah dan Om Nico sebagai Pengadu Domba. Ku aktifkan data, muncul beberapa percakapan canda gurau dari mereka yang berada di group. Tak ada yang penting, hanya saja di group mereka Ayah tampak meminta ijin untuk jalan-jalan.
Mahesa
Eh geng, aku karo Nico 5 sasi ngkas meh refreshing sek yo
Acarane tahun ngarep
(Eh geng, aku sama nico 5 bulan lagi mau refreshing dulu ya, acaranya tahun depan)
Bukan sesuatu yang penting
Dari beberapa orang menanggapinya dengan guyonan dan santai, kelihatanya ini bukan sesuatu yang penting. Tapi dari penuturan Ibu, 5 bulan lagi dan ini sama persis dengan penuturan Ayah di Group. Kucoba cek email dari Om Nico, dan tak ada satupun email yang masuk. Segera aku menghubungi Anton.
“Halo Ar, ada apa?”
“Ton, ada perkembangan tidak?”
“Ndak ada Ar, aktifitas mereka sama seperti pekerja-pekerja yang lain”
“aku dapat informasi dari percakapan Ayahku, mengenai jumlah mereka, aku mendengar berlima dan berempat”
“Hm… Ar, pentolan dari komplotan mereka sebenarnya berlima Ar, aku belum tahu mengenai berempat karena rekan kerjaku belum bisa menemukan bukti baru lagi, email mereka mati semua ar”
“jelas email mereka mati, karena mereka berganti email”
bathinku.
“Hm… bagaimana dengan percakapan BBM atau messenger yang lain?”
“Kalo messenger yang lain tidak ada Ar, karena mereka menggunakan BBM, sedangkan pada BBM proteksinya cukup bagus, sulit bagi kami menembus, harus minta ijin dulu sama pengelola utama BBM dan sedang diusahakan namun kelihatannya akan ditolak karena BBM mengutamakan privasi pengguna”
“Haduh susah juga ya nton”
“mangkanya bro, kamu kalau punya informasi langsung kasihkan ke aku, oke?”
“Oke, ton, dah dulu ya ton”
“sip!”
Hufth… memang sesuatu yang sulit bagiku untuk mengatakan keseluruhan kepada Anton. Aku tidak ingin dia menyelesaikannya hanya dengan memenjarakan mereka saja. Aku ingin mereka menderita seperti halnya orang-orang yang telah dibuat menderita oleh mereka semua.
Malam semakin larut, dan aku kemudian bergabung dengan Ayah dan Ibuku, untuk makan malam. Perbincanngan antar kami semua berjalan dengan lancar, aku juga berusaha berusaha bercanda dengan Ayahku agar tidak timbul kecurigaan kepada diriku. Selesai makan aku kemudian kembali ke kamar untuk merebahkan lelahku selama satu hari ini.
Keesokan harinya aku hanya berangkat ke tempat PKL-ku untuk menyerahkan surat pengantar dari kampus. Ketika pertama kali ke Perusahaan ini aku hanya bertemu dengan bagian resepsionisnya saja, yang kemudian di pertemukan dengan humas perusahaan. Bahkan sampai sekarang aku belum tahu akan ditempatkan dimana. Hari ini hanya menyerahkan surat tugas dan perkenalan awal saja agar pada saat hari pertamaku PKL aku bisa langsung ditempatkan serta tidak perlu lagi berputar-putar untuk kesana-kesini, itu tujuanku tapi tidak tahu apa yang akan terjadi nanti setelah aku serahkan surat pengantar ini.
“Selamat siang, pak ini saya yang kemarin mau mengantarkan surat pengantar PKL saya pak”
ucapku.
“Owh mas-nya yang kemarin, langsung masuk saja mas, parkirnya di tempat parkir tamu tapi kalau besok sudah masuk PKL, parkirnya di tempat parkir karyawan ya mas”
ucap Pak Satpam.
“Iya pak, terima kasih”
ucapku.