Wild Love Episode 26
Seluruh pandangan tertuju ke satu titik
2 motor berhenti di depan cafe di luar tempat parkir. 4 orang turun dari motor itu berjalan ke arah kami, ya mereka adalah Karyo alias Kekar tidak Loyo, joko alias Ojo kondo-kondo nek aku joko (jangan bilang-bilang kalau aku perjaka), Parjo alias Paringino Kejo (Berikanlah kerja), Tugiyo alias Untu gingsul marake loyo (gigi gingsul membuat loyo, ada kaitanya sama ML). Pandangan kami semua tertuju pada mereka.
“Pelurumu itu hanya berisi 6 peluru, jika kamu bisa membunuh 6 orang diantara kami, masih tersisa 4 orang. Dan 4 orang inilah yang akan menyiksamu dengan mencabuti semua kukumu, memotong kemaluanmu, mencukil matamu, dan tak akan kami biarkan kamu mati dengan mudah. Kami akan menyekapmu hingga kamu kelaparan dan akan aku buat kamu gila dan seterusya dan seterusyaaaaaaaa capek kalau aku ngomong”
ucap seseorang dengan tubuh gemuknya merupakan atlit Gulat kelas 120 Kg, Ya dia Karyo yang berdiri jauh di samping Lucas. Lucas tampak kebingungan menodongkan pistolnya, didepannya ada yang siap menghajarnya jika dia lengah, disampingnya ada 4 orang sahabat kami yang siap menghajarnya pula.
“Maafnya Bro, yang tiga lagi sibuk bantu mama-mamanya jualan”
ucap seorang laki-laki paling pendek diantara kami dengan tinggi 155 cm, tugiyo, seorang atlit gulat kelas 60Kg. Kulihat Joko dan Parjo yang sama-sama ahli pencak sila dari satu perguruan ini mengacungkan jari tengahnya kearah kami, dibalasnya dengan acungan jempol dijepit oleh Dewo.
“ARGGGGGGGGGHHHH…”
teriak lucas tiba-tiba. Ternyata Dira mengendap-endap dari samping untuk melumpuhkan lucas yang sedang dalam kondisi kebingungan. Lucas jatuh meringkuk, pistolnya kemudian diambil oleh Dira.
“Walah ini sich mainan”
ucap Dira yang menendang kepala Lucas, kami semua hanya melongo atas aksi Dira. Dira lalu berjalan berlenggak-lenggok menuju ke arah karyo, Tugiyo, Parjo dan Joko.
“halo karyo sayang-sayangku, muachhh…”
ucap dira kepada 4 orang yang baru datang.
“Hueeeeeeeeeeek….”
jawaban mereka serentak.
“Ampuni aku… tolong ampuni aku…”
ucap lucas yang tiba-tiba bersujud memohon ampun kepada kami. Kami hanya melongo atas tingkah laku laki-laki ini, yang semula sangar menjadi melempem kaya krupuk nyemplung di kali.
Dengan lagak sok jagonya, kami menendangi suruhan-suruhan Lucas untuk pergi dari tempat ini. Ya, Kami akhirnya melepaskan mereka semua, terlihat mereka berlari dengan memegang perut, wajah, tangan dan bagian-bagian tubuh lainnya yang babak belur. 10 orang itu kemudian lari tunggang langgang dengan menggunakan mobil, beberapa dari mereka ada yang menggunakan motor. Tertinggal lucas di hadapan kami, aku papah dia untuk berdiri. Dengan tenang aku memberikan senyum pada Lucas, Sahabat-sahabatku berada di belakangku dengan wajah garangnya. Bu Dian nampak di belakangku dan memegang lengan kananku.
“Perkenalkan nama saya Arya, saya tidak ada maksud apa-apa dengan Bu Dian, saya hanya mendapatkan hadiah sebagai hasil kerja keras saya selama membantu Bu Dian. Mohon maaf jika makan malam saya dengan Bu Dian mengganggu perasaan Bapak Lu Lu… Lucas ya?”
ucapku dihadapanya yang tingginya hampir sama denganku tapi lebih pendek sedikit, dia hanya diam saja dan menunduk tanpa memandangku.
“Cuih… aku tidak percaya, kamu perusak hubungan orang, beraninya main keroyok”
ucap lucas, namun aku masih bisa mengontorl emosiku.
“Woi ASU YA KOWE! SING NGROYOK KAN KOWE SEK TO SU! (Wo Anjing ya kamu! Yang Mengeroyok kan kamu dulu to Njing!)”
Teriak Parjo dibelakangku, aku kemudian menoleh kebelakang dan membuat gerakan tanganku naik turun untuk menenangkannya.
“Sudah Ar, Kamu jangan dengarkan dia, dia hanya temanku saja, bukan pacarku”
ucap Bu Dian dibelakangku.
“Saya mohon maaf pak atas perkataan sahabat-sahabat saya, hanya saja semua ini pasti bisa dibicarakan”
ucapku tenang kepada Lucas.
“DIAN! Kamu seharusnya membela aku bukan mereka”
ucap lucas yang menatap Bu Dian di belakangku.
“Kamu yang memulai dan kamu juga yang membuat keramaian disini, lebih baik kamu pergi dari sini, kamu laki-laki kasar!”
bentak Bu Dian dari belakangku. Aku menoleh kebelakang dan kusilangkan jariku di bibirku agar bu Dian tidak lagi membentak-bentak.
“Maaf pak, jika memang saya sudah mengganggu hubungan bapak, saya bersedia menemani bapak untuk mengantar Bu Dian sampai kerumah, bukan apa-apa pak hanya saja saya tadi yang menjemputnya”
ucapku tenang.
“Aku ndak mau, suruh Lucas pulang!”
bentak bu Dian dari belakangku.
“Cuiiiih… kamu pasti akan menyesal Dian, karena telah mencampakan aku!”
ucap Lucas yang kemudian berjalan ke arah mobilnya dan dengan cepat dia pergi.
Kini aku dihadapan mereka semua,Sahabat sejatiku. Kulihat kembali mereka setelah kesibukan-kesibukan yang kami alami. Lama kami tidak pernah berjumpa kecuali Wongso yang satu Universitas denganku. Beberapa dari mereka ada yang kuliah diluar daerah yang tidak begitu karena mencari ingin pengalaman Baru. Sebenarnya kami bisa saja selalu berkumpul setiap saat namun karena lelahnya perjalanan yang mereka jalani, hanya istirahat yang mereka butuhkan ketika di rumah.
Terbentuknya geng koplak
Sebuah Geng yang terbentuk karena keegoisan masing-masing dari kami, merasa masing-masing paling hebat dengan keahlian beladirinya. Namun semua perbedaan itu sirna setelah pertempuran melawan Geng Tato, sebuah geng dari gabungan beberapa sekolah yang selalu mengintimidasi SMA kami. Kami akhirnya bersatu dan terbentuklah GENG KOPLAK, yang dengan cepat menghantam dan menguasai daerah tempat tinggalku. 13 orang pentolan Geng Koplak, masih ada 3 yang belum hadir.
“Edan kamu itu Ar, Berkelahi ndak ngajak-ngajak!”
ucap keras Wongso.
“Lha kalau aku tahu mau berkelahi, kalian tak calling bro”
ucapku.
“Wah, pasti gara-gara mbaknya ya, tumben arya nggandeng cewek”
ucap Dewo.
“Iya ya, dari SMA sampai sekarang ndak pernah lho aku lihat arya bawa cewek”
ucap Tugiyo.
“Berarti dah normal dia bro”
ucap karyo yang diikuti gelak tawa semua sahabatku ini.
“Oh ya, kenalkan ini Bu Dian Do…”
ucapku terpotong.
“Teman dekatnya Arya, lebih dekat dari teman”
ucap Bu Dian yang berada dibelakangku dan hanya memperlihatkan kepalanya seperti orang mengintip.
“Eh… Arya sudah laku, uuuuuhhh… Arya jahaaaaaaaaaaaaat”
ucap Dira sambil kakinya menghentak-hentakan ke bawah, kemudian bersedekap dan membuang muka.
“Diem kamu Dir”
ucap aris.
“Dasar jeruk suka jeruk”
ucap Aris, Joko, Parjo secara bersamaan diikuti gelak tawa kami semua.
“Eeehhh… enak saja, aku cewek ya, nih coba diraba dah gak ada batangnya ya”
ucap Dira membela, yang kemudian diraba oleh Parjo yang ada didekatnya.
“Wah iya, dah ndak punya batang”
teriak karyo yang membuat kami terkejut.
“HAAAAAAAAAH!”
keterkejutan kami serentak.
“Aku dah operasi kali, aku kan sudah punya pacar, tinggal besok operasi susu aja, biar montok kaya mbaknya”
ucap dira santai yang kemudian berlenggak-lenggok ke arah cafe menghampiri Orang Tua yang tadi dia bentak. Kami semua hanya melongo dengan tingkah laku Dira.
“Koko maafin dira ya tadi membentak koko, koko jangan marah, nanti dira bobo ditempat koko deh…”
ucap dira sambil memeluk lelaki tua itu.
“Iya Dira sayang, nanti rumah koko ya muach…”
ucap koko yang mendaratkan ciuman di keningnya.
Semua penghuni nampaknya tidak terkejut dengan hal itu, tapi kami sahabat-sahabatnya sangat terkejut dengan apa yang terjadi di hadapan kami. Memang dira sejak SMA suka berdandan ala cewek, kami mengira itu hanya sebuah hal biasa tapi ternyata kenyataannya dia benar-benar jadi Waria.
“EDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAN!”
teriak kami secara bersamaan, dira dengan santai hanya melempar senyum kearah kami yang Cuma bisa geleng-geleng kepala.
Ada sebuah pertemuan ada sebuah perpisahan, akhirnya kami berpisah dengan sedikit bercakap-cakap menunggu bu Dian membayar makanan di cafe beserta ganti rugi yang tidak mau di terima oleh si eko (lelaki setengah baya pacar Dian). Bu Dian kembali dan berjalan di belakangku dengan menggenggam erat tangan kiriku menuju motor kami semua parkir. Hanya dira yang di tinggal di cafe tersebut katanya mau bobo sama pacarnya itu.
“Oh ya, kalian kok bisa tahu kalau aku ada disini?”
ucapku sambil mengenakan helam dan naik ke REVIA.
“Dari Udin”
ucap Dewo yang sudah berada di atas motornya.
“Tadi dia telepon aku, katanya tadi ada pria putih yang membeli rokok dikiosnya, sedang telepon ke seseorang, pria itu berteriak, Pokoknya kalian semua ke cafe itu, biar aku nanti yang menyeret lelaki itu, kumpulkan orang-oranngmu, begitu”
ucap wongso yang membonceng Dewo.
“kok udin bisa tahu kalau itu aku?”
tanyaku.
“Ya jelas saja udin tahu, kata udin pria itu menyebut motor Revo plus plat nomernya, kamu tahu sendiri siapa yang sering make motor kamu dan sering kena tilang? Kan udin, jelas dia hafal motor kamu”
ucap wongso, aku hanya tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala melihat bagaimana sahabat-sahabatku mengenalku dengan teliti.
4 motor yang secara bersamaan berhenti, semuanya 8 perempuan. Dan turun dengan wajah garangnya.
“MAAAAAAAAAAAAAAAASSSSS!”
teriak mereka secara bersamaan sambil menuju ke arah masing-masing sahabatku.
“Pasti habis berkelahi lagi iya?! Berkelahi terus saja sana! Iiiih iiiiiiiiiiiih iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih”
ucap seorang wanita yang aku tahu namanya asmi, pacar wongso.