Wild Love Episode 21
Tatapan dan bibir indahnya
Tatapan matanya kembali terlihat sipit karena senyumnya terukir di bibir indahnya. Hisapan demi hisapan aku rasakan dalam diam, kami saling berpandangan dan melempar senyum satu sama lain. Ku buang dunhill yang tingga batang filternya itu.
Kututup jendela kamar dan menyalakan pendingin ruangan. Kurebahkan tubuhku di atas sofa yang penuh dengan kenyamanan dengan bantalan dua tanganku. Pandanganku melayang menerawang kearah langit kamar ini walau tak tampak seindah lautan langit di luar aku masih bisa merasakan keindahanya, dalam lamunanku.
“Kemarilah, Budhe ingin ditemani tidur”
ucapnya.
“Tidak dhe, bahaya”
jawabku.
“budhe mohon mbloooooo, budhe ndak bisa tidur nanti, besok budhe bawa mobil, kalau budhe mengantuk bagaimana? Aaaaaayo mbloooo”
ucapnya manja. Panggilan yang sebenarnya aku benci kembali aku dengar. Aku meringkukan tubuhku di sofa tanpa menghiraukan ucapan budhe.
“jahat kamu mblo”
ucapnya tersengal dan menangis membuat aku tidak tega mendengarnya.
“Iya de tapi jangan nangis gitu”
ucapku sembari bangkit dan menuju kasur dimana budhe berada.
Tampak budhe tersenyum cengengesan karena telah berhasil merayuku. Aku kemudian tidur di pinggir kasur disebelah kiri budhe. Tiba-tiba budhe merapatkan tubuhnya ke tubuhku dan menarik tangan kiriku untuk memeluknya.
“peluk budhe ar”
ucapnya lirih. Tangan kananku menelusup diantara bantal dan lehernya sedang tangan kiriku memeluk tubuh budhe.
“hangat”
ucapnya lirih, aku sendiri merasakan kehangatan tubuh budhe.
“Ar, bagaimana jika budhe jatuh cinta kepadamu?”
tanya budhe dengan lebih mendekatkan tubuhnya kearah tubuhku.
“itu salah, budhe”
jawabku. Pandangannya menengadah kearahku dan sedikit mendorong tubuhnya keatas budhe mengecup bibirku dan kembali lagi dalam pelukanku.
“andai saja aku seumuran denganmu mungkin budhe akan memacarimu”
ucapnya kembali.
“itu tidak akan terjadi dan Jika itu terjadi, aku akan memilih orang lain budhe”
ucapku, yang didalam benakku ada seorang wanita tersenyum manis kepadaku, Ibu.
“jika kamu memilih orang lain, Aku akan memperjuangkannya agar mendapatkanmu”
ucapnya kembali menekanku.
“Dan aku akan tetap memilih yang lain budhe”
ucapku lirih dengan bayang-bayang Ibu dalam pikiranku.
“Kenapa kamu setega itu menjawab mimpi indahku ini?”
tanyanya.
“karena budhe adalah budheku maka semua ini terjadi, jika budhe bukan budheku aku tak akan pernah mengenal budhe dan ini semua tidak akan pernah terjadi”
ucapku sembari aku memeluk kaku tubuhnya.
“tetapi kenapa aku merasakan hal lain ketika aku bersamamu”
ucapnya lirih.
Kami terdiam dan membisu dengan iringan nyayian angin malam yang bertiup di luar. Dinginya pendingin ruangan membuat aku sedikit merasakan hawa dingin. Tapi tubuh hangatnya seakan melupakan semua kedinginan itu. Tiba-tiba budhe melepaskan pelukan itu, melepas semua pakaiannya dan juga roknya, aku yang melihat itu bangkit untuk berpindah tempat tapi dengan cepat budhe mendorongku hiingga rebah. Tubuhnya kembali masuk kedalam dekapanku.
“Aku ingin dipeluk lagi”
ucap budhe lirih.
“Aku? Kenapa budhe menyebut dirinya sebagai Aku?”
bathinku.
Aku yang semakin tidak berdaya
tubuhnya semakin masuk membuat aku semakin tidak berdaya, posisiku sekarang sama dengan di awal mendekap tubuhnya. Seorang wanita dengan hanya menggunakan BH berenda di bagian atasnya dan celana dalam berwarna putih dalam pelukanku. Dedek arya kemudian bangkit dari tidurnya dan mengeras seketika itu pula. Terasa tangan halus mengelus dedek arya.
“Keras, Arya”
ucapnya lirih.
Dengan pandangan kearahku, aku tertegun dengan semua yang terjadi. Tiba-tiba tubuhnya sedikit terangkat kepalanya menggeser ke atas dan di daratkannya ciuman di bibirku dengan sedikit sedotan pada bibirku yang aku pertahankan untuk tertutup.
Seketika itu aku sadar, aku kemudian menurunkan tubuh budhe agar kembali pada posisinya. Aku peluk dengan erat tubuhnya sehingga dia tidak bisa bergerak lagi. Kedua tangannya aku posisikan memeluk punggungnya. Kupeluk sangat erat, terasa susu besarnya menempel pada dadaku yang berlapis kaos ini.
“Arya mohon, budhe tidur ini sudah malam”
“Jangan buat arya menangis”
ucapku lirih.
“hehemm maafkan budhe”
“Peluk budhe lebih erat lagi ar”
lanjutnya.
Pelukan erat antara aku dan budhe membuat kami bersatu dalam dingin malam. Desahan nafas kami bersatu dengan mencoba mempertahankan diri masing-masing. Kurasakan pelukan budhe melemah di punggungku, kugeser bola mataku kebawah terlihat budhe terlelap dalam tidurnya. Mataku semakin pegal, tubuh ini semakin berat untuk bergerak, aku pun tertidur.
Mulai dari malam menjelang pagi
Pagi menjelang, sudah tak kurasakan lagi tubuh hangat yang berada dalam dekapanku malam itu. Aku kemudian duduk kulihat seorang wanita paruh baya membelakangiku sedang mengenakan BH-nya, satu persatu pakaian malam tadi dikenakannya kembali. Aku masih melihat dan mencoba mencari tahu apakah ini mimpi atau hanya sekedar halusianasi. Dengan pakaian lengkapnya Budhe membalikan tubuhnya.
“Hmmm ngintip ya? Awas kamu, budhe bilangin ke Ibu kamu nanti ya”
ucapnya.
“Yeee siapa yang ngintip, budhe sendiri yang ganti pakaian disitu, dikamar mandi gitu atau dimana, yang arya ndak lihat, sudah tahu disini ada cowok masih saja ganti pakaian sembarangan”
ucapku dengan nada nyeleneh.
“ya kali aja bisa ngegoda kamu gitu, tapi ya aneh kalau kamu tergoda dengan cewek tua ini”
“sudah sana mandi terus makan”
ucapnya sedikit membentak. Aku bangkit mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi melewati budhe.
“Iya tua kaya umur 29 tahun”
ucapku nyeleneh.
Ketika aku melewatinya Budhe tampak tertegun mendengar ucapanku. Aku kemudian mandi dan berpakaian rapi ala kadarnya sama seperti tadi malam. Kami kemudian makan bersama dengan sedikit bercanda. Kami kemudian check out dan menunggu pakdhe di dalam mobil yang ada di tempat parkir. Memang budhe mengantar pakdhe ke hotel ini dan kemudian budhe izin untuk pulang tapi budhe memarkir kembali tempat mobilnya dan menyewa satu kamar lagi di no 75.
Mobilnya di parkir di tempat parkir hotel satunya lagi jadi kami harus ke tempat parkir mobil budhe dahulu yang jaraknya lumayan jauh dari hotel. Di dalam mobil kami terdiam, kepalaku kugantungkan di pintu mobil sambil menghisap dunhill.
“terima kasih ya Ar, sudah menemanni budhe, dan terima kasih atas pujiannya”
ucap budhe.
“pujian apa? Emang arya pernah memuji budhe? Kalau iya berarti arya lagi tidak sadarkan diri”
jawabku dengan tawa, tapi budhe masih dengan wajah seriusnya.
“terima kasih, karena kamulah yang pertama kali mengucapkan kalau budhe ini seperti anak muda 29 tahun”
ucapnya yang diawali dengan wajah serius kemudian beralih menjadi candaan.
Kulihat jam di smartphoneku menunjukan pukul 09:00, sebuah pesan dari Ibu aku buka yang mengatakan kalau Ibu sudah pulang kerumah dan menyuruhku untuk pulang kerumah. Sms kedua masuk dari tante ima, dia mengabari jika dia sudah dalam perjalanan pulang.
Kulihat pakdhe berjalan kearah mobil dan aku pindah ke tempat duduk belakang. Tak ada percakapan di antara pakdhe dan budhe, hanya sapaan kepadaku dan ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya. Kami kemudian pulang dengan budhe sebagai pengemudinya.
“Apakah mas sudah putuskan?”
tanya budhe.
“belum, jangan dibahas disini ada Arya”
jawab pakdhe.