Wild Love Episode 21
Berjalanan tanpa suara
Aku kemudian bangkit dan berjalan di sampingnya, Kami berjalan tanpa suara dari bibir kami selama di dalam hotel. Tante kemudian mengajakku ke sebuah taman yang masih di sekitar hotel ini walau agak jauh tempat ini nyaman. Taman yang di bawahnya sebuah pemandangan sawah dan perbukitan yang indah, dengan sinar rembulan bersinar terang seterang senyuman budheku.
Aku kemudian membeli minuman ionic yang di jual oleh pedagang keliling yang tampak mengantuk di gerobak dorongnya itu. Aku kemudian duduk di sebuah bangku taman, kulihat budhe tampak menikmati udara malam ini. Bersandar pada sebuah pembatas dia melempar tas mungil itu kearahku kemudian membuka lebar kedua tangannya menikmati semilir angin yang menerpanya.
“Do you know mblo, if some part of love is lust?”
ucapnya kepadaku.
“Yeah, I Know it, but i dont know what it is for”
jawabku kepada budhe.
“sebagian dari cinta adalah sebuah nafsu yang membuat hangat hubungan dari sepasang kekasih yang saling jatuh cinta dan sebagian yang lainnya adalah logika, untuk mengendalikan nafsu agar tidak lepas kendali”
ucapnya.
“but”
ucapku terhenti.
“But what mblo”
ucapnya sambil membalikan tubuh dan bersandar pada pembatas itu dan menoleh ke kekanan agar dia masih bisa melihat pemandangan di belakangnya. Aku masih terdiam dalam kebisuanku tanpa bisa berkata-kata.
“cinta itu murni dan suci kecuali jika kamu mengotorinya dengan sebuah kesalahan-kesalahan yang seharusnya tidak dilakukan”
ucap budheku sambil berjalan kearahku dan mengambil minuman ionic itu lalu kembali ke pembatas itu dan bersandar kembali pada posisinya.
“Kesalahan What does that mean?”
ucapku lirih.
“Kadang kita mencintai orang dengan salah dalam memperlakukannya, kadang pula kita mencintai orang yang seharusnya tidak kita cintai dan itu adalah sebuah kesalahan.”
ucapnya. Aku masih terdiam memandang bulan, terlintas sebuah wajah Ibu disana.
“Tapi semua kesalahan bisa dihentikan atas kemauan dari kekasih itu, karena pasti ada waktunya kesalahan itu berhenti dan menghilang digantikan oleh sebuah kebenaran, dan itu ada waktunya tersendiri”
“Jika memang salah, jalanilah walau hatimu menolak karena suatu saat nanti kedewasaanlah yang akan memberitahumu tentang kebenaran”
“Menyayangi seseorang adalah sebuah keharusan karena memang kita memiliki orang yang akan selalu kita sayangi, sayangilah dia selagi bisa menyayangi, cintailah dia selagi bisa mencintainya”
“Sayangilah sesuai apa yang ‘sayang’ harus lakukan, dan cintailah sesuai apa yang ‘cinta’ harus lakukan”
ucapnya sambil tersenyum kepadaku.
“Ya memang aku telah melakukan kesalahan, dan aku masih menjalaninya maafkan aku budhe dan terima kasih atas apa yang kamu katakan kepadaku tapi aku masih ingin menjalani hingga waktu untuk berhenti telah tiba”
bathinku menjawab semua pernyataan-pernyataannya.
“Walau budhe harus merasakan sakit, budhe akan selalu mencintainya, mencintai pakdhemu, karena hanya dia yang sekarang menjadi harapanku dan anak-anakku”
ucapnya kembali kepadaku yang masih terdiam membisu melihatnya.
Deburan angin malam kembali menerpa tubuh kami. Dinginnya malam mengingatkan kami agar segera merebah di dalam selimut malam. Ku pandangi bulan itu lagi, ingatanku kembali ketika aku mengatakan cinta kepada seorang wanita yang salah, yang seharusnya aku sayangi bukan sebagai seorang wanita. Ingatan kembali di saat kami saling memadu kasih.
“Are you thinking about something?”
ucap budhe kembali.
“jika dia memilih yang salah aku akan mengembalikannya kepadamu, karena semua berawal dari kesalahanku”
ucapku dengan tetap memandang bulan lalu kuambil dunhill mild dari saku kusulut satu batang.
“Thank you Arya, kamu terlihat sangat manis malam ini”
ucapnya kepadaku.
“Setiap hal pasti ada yang salah, dan kita dituntut untuk memperbaikinya hingga waktu dimana yang salah telah kita benarkan kembali, aku sudah tidak peduli jika dia memilihnya, aku akan sangat bahagia jika melihatnya bahagia”
ucapnya kepadaku.
“Cinta harus memiliki, jika tidak memiliki itu adalah rasa sakit”
“jika Cinta harus diperjuangkan, kehidupan pun akan dikorbankan hingga cinta itu tahu bahwa itu ada sebuah kesalahan pada dirinya dan tahu bahwa ada cinta yang selalu mengharapkannya”
ucapku.
“eh”
pandangannya sedikit terbelalak kemudian tersenyum dan menyipitkan matanya sambil berjalan kearahku. Cuuupppp…. kecupan didaratkannya di bibirku.
“Mungkin aku memang harus lebih banyak berbicara denganmu”
ucapnya lalu duduk disampingku dan menyandarkan kepalanya dibahuku. Kumatikan dunhill yang telah terbakar filternya.
“Apapun yang terjadi ini adalah kesepakatan kita ketika itu, jadi kita harus menanggung resikonya secara bersama-sama”
“Dan Arya tidak akan membiarkan budhe menanggung resiko itu sendiri, Arya sayang budhe karena budhe adalah bagian dari keluargaku”
ucapku yang kemudian mendapatkan sentuhan halus dipipiku, aku kemudian menoleh dan memandangnya.
“Budhe tenang saja ya”
ucapku sambil tersenyum dan tiba-tiba saja budhe menciumku, kurasakan ciumannya sedikit menyedot bibirku langsung saja dia lari sembari mengambil tasnya
“Ayo kejar aku Arya kalau kau bisa menangkapku, aku belikan es krim”
teriaknya sambil berlari dan mencopot sepatu hak tingginya itu.
Kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan
Aku sedikit melongo dengan tingkah lakunya, aku kemudian bangkit dan mengejar budhe hingga aku menangkapnya. Terlihat wajahnya kembali riang seakan-akan tak ada masalah di dalam hatinya. Senyum dan tawanya sangat lepas seakan dia kembali menjadi seorang gadis yang sedang menari di atas panggung kebahagiaan. Tak ada yang salah dengan dirinya jika dia memperlihatkan kebahagiaan itu, kebahagiaan di mana cintanya bertepuk sebelah tangan. Setiap kata-kata yang meluncur dari bibirnya sedikit menyadarkan aku walau aku tetap ingin seperti ini.
Akhirnya kami sampai di hotel dengan canda tawa yang riang, penjaga lobi hotel tampak terkejut dengan kedatangan kami yang sebelumnya tertidur di meja lobi itu. Sebentar kami bergurau dengan para karyawan hotel tersebut, tampak kekaguman mereka terhadap sikap budhe yang periang ini. Kami kemudian menuju kamar dan ketika masuk kedalam kamar.
“Budhe tidak menyangka akan sebahagia ini dimalam ini walau sebenarnya dia sedang disamping entah apa yang mereka lakukan”
ucapnya lirih, kemudian merebahkan tubuhnya terlentang di atas kasur aku kemudian berjalan melewatinya mengambil minuman kaleng yang ada diatas meja TV. aku kemudian membuka jendela duduk menghadap keluar dengan asap dunhill yang bertebaran.
“Ar”
panggilnya, aku kemudian memiringkan tubuhku dan bersandar pada jendela.
“beruntung sekali diah mempunyai anak yang perhatian seperti kamu”
ucapnya membuatku memandang budhe dan tersenyum.
“Diah selalu bercerita kepadaku mengenai kamu yang selalu membantu hidupnya terus berjalan hingga kini, padahal”
ucapnya terpotong. Aku kembali menoleh kearahnya melihat budhe yang tidur menyamping menghadapku.
“Dulu, kamu hampir dibunuhnya”
ucapnya tegas dengan kepala disangga oleh tangan kirinya.
“Hah”
bathinku terkejut.
Aku kembali tersenyum tanpa menjawab pertanyaan budhe, terlihat ribuan kata di mulutnya akan kembali terucap.
“Do you know Ar? ketika umur kamu 1 tahun, Diah hampir membunuhmu dengan membawa sebilah pisau yang ingin ditusukan kepadamu. itu karena perlakuan Ayahmu yang terlalu keras kepada Ibumu, padahal Ibumu saat itu baru berumur 18 tahun”
ucap budhe.
“Aku tidak tahu soal itu budhe, yang aku tahu dia Ibuku dan aku harus selalu menjaganya”
ucapku membalas pernyataan budhe. Budhe kembali melihatku dengan senyuman yang manis.
“Budhe tahu”
“Dia juga sempat hampir gila ketika kamu disembunyikan kakek dan nenek hampir 1 bulan, karena mereka takut jika terjadi apa-apa ketika Diah bersamamu. Diah menjadi orang linglung, menggendong boneka seperti orang hampir kehilangan kendali atas jiwanya. Tapi ketika kamu dikembalikan, dipeluknya kamu sangat erat olehnya dan menangis sejadi-jadinya dan berkata mulai sekarang Ibu akan selalu ada dan menyayangimu selalu”
ucap budhe. Aku kembali teringat masa-masa dimana Ibu memelukku dengan sangat erat, menangis karena tingkahku yang semakin liar ini.
“Berhati-hatilah dengan Ayahmu”
ucap budhe kembali.
“Apa maksud budhe?”
tanyaku.
“Dia adalah orang kedua yang memiliki hasrat untuk membunuhmu, tapi semua itu digagalkan oleh Ibumu. Bahkan ketika itu Ibumu menjadi sangat marah ketika melihat Ayahmu. Itulah kenapa Ayahmu sampai sekarang masih sedikit takut kepada Ibumu, walau pada kenyataanya Ibumu yang selalu tersakiti oleh tingkah Ayahmu. Padahal Diah selalu mencoba untuk menjadi istri yang baik dan mencoba memperbaiki semuanya, tapi Ayahmu terlalu liar untuk di kendalikan”
ucapnya.
“Apakah sifat liarku ini menurun darinya?”
bathinku sambil menerawang jauh ke luar jendela.
“Bagaimana budhe tahu semua itu?”
ucapku yang menoleh kearahnya.
“Karena ketika kamu masih dalam kandungan, tepatnya 7 bulan, pakdhemu berpacaran dengan budhe, dan budhe sangat bahagia keluarganya menerima budhe dan budhelah yang menjadi tempat curhat Ibu dan nenekmu”
ucapnya. Kusulut kembali dunhill menggantikan batang yang telah terbakar habis. Aku menoleh ke arah luar jendela, lamunanku seakan kembali ke setiap persoalan-persoalan hidupku.
“Ar budhe mau tanya kepadamu”
ucapnya.
“Ya budhe”
jawabku kepada budhe sambil duduk dijendela menghadap kedalam.
“Apakah Dia harus aku pertahankan?”
ucapnya.
“Apakah budhe masih mencntainya?”
ucapku, dan dijawab dengan anggukan.
“Apakah dia orang yang salah untuk dicintai?”
tanyaku kembali.
“Tidak”
ucap budhe menjawabnya.
“Apakah ada keraguan dalam cinta budhe?”
tanyaku kembali, sembari menghisap dunhill dan kubuang asapnya kearah luar.
“Tidak ada sama sekali”
jawab budhe.
“perjuangkan. Arya akan membantu”
ucapku tersenyum kepadanya.