Wild Love Episode 21
Berada di padang rumut yang hijau
Tiba-tiba aku berada di sebuah padang rumput yang hijau, rumput yang bergoyang di terpa oleh angin yang bertiup dengan riangnya. Kupu-kupu berterbangan bermain dengan para sahabatnya menari di atas angin ditemani oleh awan-awan yang sedang bercengkrama di atas langit yang berwarna seperti gunung itu. Aku melangkah dengan sangat pelan kulihat sekelilingku tampak kebahagiaan akan sepasang kekasih yang sedang berpelukan karena kelahiran sang anak.
Langit kemudian bergerak sangat cepat kupu-kupu kemudian berlarian dengan rasa takut yang sangat mencekam. Anak itu tumbuh menjadi seorang lelaki gagah yang kemudian mulai menghancurkan sekitarnya. Langit menjadi kelam, rumput menguning dan tunduk ketakutan akhirnya mati. Sepasang kekasih itu berlumurkan darah didepan lelaki gagah yang tertawa keras menggelegar menghancurkan suasana indah itu.
Laki-laki itu kemudian berjalan kearah sepasang kekasih renta yang di sekitarnya bersimpuh seorang lelaki dengan pasangannya, perempuan dengan anaknya yang kecil dan seorang perempuan pasangannya sedanga memeluk sepasang kekasih renta itu. Di keluarkannya pedang panjang oleh lelaki yang gagah di angkatnya pedang itu.
Pandanganku menjadi buram menghilang dan kini aku berada tepat di depan lelaki gagah itu, aku menjadi sangat takut, takut sekali. Aku berdiri dan mendorong lelaki itu dan hingga aku terjatuh dalam sebuah dunia gelap dengan seorang lelaki tua yang tersenyum kepadaku sedang duduk santai dengan rokoknya.
“Ingat, jika kamu terlalu lama tertidur dan tidak bangkit dari ketakutanmu, kamu akan binasa, selamatkan apa yang bisa kamu selamatkan”
ucapnya.
“Haaaaaaaaaaaahh hah hah hah hah”
aku terbangun dengan keringat berkucuran.
“Apa itu tadi? Sial kenapa mimpiku selalu buruk dan tak pernah baik sama sekali”
bathinku.
Seseorang yang menginginkan pertemuan
Kulihat jam pada smartphonenku 23:55 hampir tengah malam, aku telah tertidur 1,5 jam lamanya. Kutolehkan pandanganku kearah budhe, wanita itu kini duduk dengan kaki di tekuk kebelakang dan kedua telapak tangannya menutupi wajahnya yang di hiasi air mata yang mengalir dari sela-sela telapak tangan itu. Aku tertegun dan segera bangkit ke arahnya dan duduk didepannya.
“Budhe, kenapa menangis? Ayolah budhe santai sedikit kenapa”
ucapku sambil menguap. Tiba-tiba saja dia menamparku dengan sangat keras pada pipi kiriku dengan tangan kanannya.
“SANTAI?! Kamu dengar tidak mereka sedang apa?”
ucap budhe, aku sedikit ketakutan dengan wajahnya yang berlinang air mata.
“Arya tidak tahu, mana mungkin ki kita bisa mendengarkan mereka”
ucapku kepada budhe dengan nada ketakutanku.
“Ini… hiks ini…! hiks”
sambil menunjukan sebuah earphone kepadaku, aku jadi bingung.
“budhe memasang microphone di jas pakdhemu tanpa sepengetahuannya, budhe bisa mendengar apa yang mereka katakan”
“mereka sedang, sedang dan pakdhemu masih sangat cinta wanita gatel itu”
ucap budhe kepadaku.
Aku sebenarnya bingung dengan sikap budhe, dia yang menginginkan pertemuan ini terjadi di tambah lagi bertemu di sebuah hotel.
“Kan budhe sendiri yang minta mereka bertemu dan ingin mereka bertemu di hotel, jadi jangan salahkan Arya jika mereka terlibat sesuatu yang jauh, karena Arya berpikir ini keinginan budhe, jadi jangan salahkan Arya”
ucapku yang kemudian bangkit dan merebahkan diri kembali disofa sembari menyulut dunhill mild.
“bukan budhe yang menginginkan mereka bertemu di hotel tapi pakdhe kamu, budhe ingin mereka bertemu diluar dan budhe ada disitu tapi pakdhemu pakdhemu itu yang menginginkan ini semua, bahkan dengan memohon kepada budhe untuk”
ucapnya yang terpotong dengan tangisnya semakin keras dan mengeras membuat isi ruangan yang tenang ini menjadi gaduh dengan tangisannya.
Lalu aku terkejut bukan kepalang hingga rokokku yang menempel di mulutku tejatuh kelantai dengan tatapan melongo kearah budhe yang sedang meringkuk menangis. Aku tidak habis pikir kenapa pakdhe bisa secara terang-terangan mengatakan itu kepada budhe.
“Ah tidak mungkin, tidak mungkin aku penyebab ini semua, bagaimana ini?”
bathinku mulai berteriak.
Sambil mengambil rokok yang terjatuh, Aku berdiri dan kemudian melangkah kearah budhe, aku kemudian jongkok di hadapannya. Kupasang sebuah wajah ketenangan dengan senyuman. Aku kemudian meraih tangan kanannya dan menggenggamnya.
“Maafkan Arya, sampai semua ini terjadi budhe?”
ucapku tanpa balasan wajahnya masih terbenam didalam paha yang mengapit itu.
“Hmmm cewek, mau ndak nemeni aku jalan-jalan?”
ucapku secara tiba-tiba menggoda budhe.
Budhe kemudian menatapku dan sedikit tersenyum dengan godaanku. Earphone itu kemudian dia lepas lalu tangan kirinya mengucek-ucek rambutku.
“Dasar jomblo hiiiiihhhhhh”
ucapnya sambil menjambak rambutku, yang kemudian berdiri dan meninggalkan aku. Dia mengambil tas dan digantungkannya di bahu kanannya lalu memakai sepatu hak tinggi itu.
“Ayo mblo, malam ini budhe akan menemani jomblo muda biar merasakan jalan bareng cewek”
ucapnya.
“Ah gila ini budhe, dari nangis langsung menghujamku dengan cercaan dengan penuh kebanggaan”
bathinku.