Wild Love Episode 21
Wild Love (Episode 21)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 21, Di hotel ini, hotel mawar aku mengantar kekasih yang telah lama terpisah oeh jarak dan waktu tanpa ucapan selamat tinggal atau apapun itu. Di tempat ini sepasang kekasih itu akan bertemu di kamar nomor 76 dimana kekasih perempuan yang dulu menghilang telah kembali untuk menemui kekasih lelakinya.
Walau sepasang kekasih ini sudah mempunyai tambatan hati masing-masing nampaknya masih ada rasa penasaran dari kedua insan ini untuk bisa bencengkrama di dalam kamar. Memang tampak aneh ketika harus mengetahui pertemuan ini di dalam kamar dengan sebuah alasan yang tidak masuk akal. Langkahku tertarik dan terseret kedalam sebuah kamar dengan nomor 75.
“Budhee????!”
ucapku setengah berteriak.
“Ssssst diam napa gak usah teriak-teriak gitu mblo, kaya lihat hantu saja!”
ucapnya sedikit menghardikku.
Tubuh itu kemudian berbalik dan mendekatkan dirinya di sebelah tembok pembatas antara dua kamar, kamar no 76 dan 75. Dengan lagak seakan tahu pembicaraan mereka. Wanita dengan dress tanpa lengan dengan belahan tertutup yang mana dimasukan ke dalam rok yang menutupi hingga lutut bagian bawah.
“Yaelah budhe budhe emang bisa denger?! Ya tidak mungkinlah, kontraktor yang bangun ini gedung juga pastinya sudah memperkirakan”
ucapku santai sambil melangkah masuk kedalam kamar hotel ini.
Ruangan yang cukup luas dengan SpringBed mewah untuk 2 orang disampingnya terdapat sofa lengkap dengan Tvnya. Aku membuka pintu disebelah kananku terdapat, kamar mandi ala eropa dengan tempat berendam.
“Diam aja mblo! Tuh minuman sama cemilan ada makanan berat juga, kalau capek istirahat sana!”
ucapnya sedikit membentak dengan nada amarah.
Entah apakah budhe memang mendengar percakapan mereka atau hanya menyesali perbuatannya karena mempertemukan mereka. Budhe duduk bersandar dengan kedua kakinya dilipat dan dipeluknya kaki itu dengan kedua tangannya.
“Makanan berat? Emang berapa kilo?”
candaku kepada budhe.
Terdiam dengan pandangan kosong
Kulihat dia sambil aku melangkah, Dia terdiam dengan pandangan kosong kedepan. Tanpa menjawabku sama sekali aku kemudian duduk dan mengambil makanan di meja depan sofa.
“Ya sudah, arya mau makan dulu ya budhe?”
ucapku kemudian menyantapnya sambil menyalakan televisi dengan suara yang pelan.
Karena pasti jika volumenya terlalu keras pasti akan kena marah budhe. Kumakan dengan lahapnya hingga aku duduk bersandar tak kuat lagi, rasa kantuk menyelimutiku. Ku buka jendela kamar ini dan kemudan aku menyulut dunhill mild-ku.
Sebatang dunhill telah menjadi asap dengan batang filter yang mencoklat karena beberapa nikotin-nikotin yang terperangkap di dalamnya. Aku melangkah kembali menuju sofa, kulihat wajah budhe semakin menunjukan sebuah kegelisahan, kegalauan, dan kecemasan. Aku kemudian merebahkan diriku di sofa dan tidur miring menghadap ke budhe.
“Budhe, istirahat saja? Kan nanti juga bisa ditanya kalau mereka sudah selesai bercakap-cakap?”
ucapku tanpa ada balasan seakan-akan suara dari mulutku ini hanya angin yang berlalu tanpa bisa didengarnya. Wajahnya semakin menunjukan kegelisahan, kecemasan semakin lama matanya hampir tergenang. Hatiku sebenarnya tidak tega ketika harus melihat wanita yang periang ini menangis.
“Yee ditanya malah diem?! Ya sudah, Arya bobo dulu”
ucapku sambil membalikan tubuhku terlentang disofa dengan kedua tangan aku jadikan bantal kepalaku.
Tak ada jawaban darinya, sebenarnya apa memang benar dari tembok itu budhe bisa mendengar semua percakapan mereka yang sedang dimabuk asmara. Otakku tak bisa berpikir terlalu jauh, tak bisa berpikir terlalu mendalam tentang semua yang terjadi malam ini. Ajeng, Rahman, Nico, Mahesa, Ika, Andi, dan Ima mereka terus berputar dalam pikiranku. Otakku akhirnya berhenti berpikir membuat aku terlelap dalam tidurku, ke dalam sebuah mimpi yang tak pernah aku harapkan kehadirannya.