Wild Love Episode 09
Amarah ayahku
Sampailah di rumah, aku di papah olehnya ke dalam rumah. Aku di sambut dengan teriakan amarah Ayahku karena terlalu malam bermain. Tiba-tiba tubuh ini menjadi lemas dan tak berdaya, aku terjatuh ke arah Ayahku. Tas yang kubawapun terjatuh dan terjatuh pula celana dalam. Ayahku yang melihat isi tas yang keluar, tertegun dan terkejut apa lagi bau amis yang menyengat menusuk hidungnya. Dengan sisa tenagaku, aku bersujud di hadapannya dan aku memohon ampun kepada Ayahku yang berdiri di hadapanku. Kuceritakan semua hal yang terjadi, dan Mas Mahesa hanya terdiam dan tertunduk. Seketika itu pula, tangan ayah diangkat
“Teishi! Sore wa anata no seide wa arimasen, anata ga hirateuchi baai, watashi wa anata no menomaede jisatsu o shimasu! (Hentikan! itu bukan kesalahan anakmu dan jika kamu menamparnya aku akan bunuh diri di hadapanmu!)”
Teriak Ibuku dari belakang Ayahku sambil menahan tangan Ayahku. Terkadang Ibu menggunakan bahasa jepang dalam percakapannya walaupun beliau sangat mahir dalam bahasa Indonesia ataupun jawa.
Ayahku yang mendengar teriakan Ibu kemudian terhenti, dan kemudian mengarahkan amarahnya ke Mas Mahesa. Dan menuntut Mahesa untuk mengawiniku secepatnya. Mengawiniku? Itukan yang di inginkan lelaki ini? Kemudian Mas Mahesa menjelaskan semuanya, dia mengakui kesalahannya karena pengaruh minuman beralkohol yang di berikan oleh penjaga losmen.
Tiba-tiba dari belakang Ayah muncul sebuah tinju mengarah kearah Mas Mahesa, cepat dan keras membuatnya tersungkur. Ya Mas Andi, langsung melompat dan menindih tubuh Mas Mahesa dan di daratkan puluhan pukulan kearah wajahnya. Ayah kemudian menarik tubuh Mas Andi, Mas Mahesa diam saja kemudian berdiri dan menunduk di sertai senyuman kemenangan tersungging di bibirnya.
Tidak dapat di kembalikan yang sudah terjadi
Semua telah terjadi dan semuanya tidak dapat di kembalikan. Aku disini di dalam kamarku, ditenangkan oleh Ibu, Mas Andi dan Ratna. Ayah, Ayah juga berada di sampingku meminta maaf kepadaku karena telah memaksaku untuk kencan dengan Mas Mahesa. Mas Andi yang menyesal karena tidak berada di tempat kejadian itu pun meminta maaf kepadaku. Aku menangis, dan terus menangis hingga akhirnya aku terlelap dalam pelukan Ibuku.
Kurasakan Ratna memeluku dari belakang mencoba menenangkan aku. Aku ingin mati, aku ingin mati, Aku ingin mati, itulah kata-kata yang terngiang di telingaku. Ku tidak berangkat sekolah selama 3 hari dan membuat semua teman-temanku khawatir, hingga akhirnya mereka tahu kejadian yang menimpaku. Aku mengira mereka akan mencemoohku, mencaciku tapi yang kudapat dari mereka adalah kasih sayang dan permintaan maaf karena tidak bisa menjagaku.
Aku di paksa oleh Ibu untuk berangkat sekolah tapi aku tetap bersikeukeuh untuk tidak berangkat. Hingga pada minggu berikutnya, pada senin pagi seharusnya pada kisaran tanggal ini aku mendapatkan menstruasi tapi tak kudapatkan. Aku takut jika aku hamil, aku meminta Ibuku untuk membelikan test pack.
Aku hamil
Setelah kudapatkan aku cek “2 strip”, aku jatuh pingsan. Ketika aku sadar yang bisa aku lakukan adalah menangis dan menangis. Seketika itu pula aku ambil pisau dan langsung di halangi oleh kakakku. Keluargaku mencoba menenangkan aku, aku pun hanya meringkuk dalam pelukan Ibuku. Hampir satu minggu aku tidak masuk. Pada hari Senin, tepat pukul 15.00 semua teman-temanku datang menjengukku. Menanyakan kabar dan membujukku untuk sekolah kembali. Kemudian dengan penuh linangan air mata, aku menceritakan bahwa aku hamil. Semua teman-temanku terkejut.
“Berarti kita mau punya keponakan, Kamu harus menjaganya untuk kami, kami juga akan menjaganya” ucap seorang teman pria-ku mencoba menenangkan aku dan menyemangatiku dan dijawab dengan anggukan semua teman-teman yang lain.
“Diyah, kamu adalah wanita penyeimbang dalam persahabatan kita eh salah dalam kekeluargaan kelas kita, jadi anakmu adalah bintang untuk kita semua”
Ucap salah satu teman perempuanku, dibarengi dengan pelukan-pelukan kasih sayang dari teman-teman perempuanku.
“Aku boleh ikut gak?”
Tanya seorang teman pria-ku.
“Anata wa, onaji hahaoya o ukeireru kudasai (kamu pelukan sama Ibu saja)”
Celetuk Ibuku.
“wah bu aku ki gak mudeng boso jepang je (wah bu aku itu tidak paham bahasa jepang)”
Jawab temaku membuat kegaduhan diruang kamarku.
Dari semua teman-temanku tak kulihat Karima bersama mereka. Ketika aku tanyakan tentang Karima kepada teman-temanku. Dia menghilang sejak aku mulai tidak berangkat sekolah, di rumahnya pun tidak ada. Kemana Kau Karima? Sahabatku?
Selama masa kehamilanku dengan perut yang belum begitu buncit aku berangkat sekolah. Di sekolah semua teman-temanku menjagaku layaknya seorang Ratu dan jika ada yang menggunjingku dari kelas lain langsung di tebas oleh teman-teman pria-ku. Ya teman-temanku khususnya yang pria adalah atlet beladiri dengan tingkat tertinggi jadi tidak ada yang berani dengan mereka.