Wild Love Episode 60
Panas mulai menyelimuti seluruh nyawaku
Royal WIn Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 60, Trap… trap… trap suara langkah kaki seorang dari mereka. aku rebahkan tubuhku di bawah kursi belakang mobil. Degup jantung berdetak dengan sangat kencang, nafasku ku hemat agar tidak menimbulkan bunyi. Keringat mulai melukis seluruh tubuhku, panas mulai menyelimuti seluruh nyawaku.
“tidak aku tidak tahu, hanya tadi ada sekelebat bayangan lari ke arah sana”
ucap bu dian.
“Tidak ada tanda-tanda orang itu lari kesini”
ucap seorang lagi dekat dengan mobil tempatku bersembunyi.
“SIAPA?! Maling?!”
teriak seorang lelaki yang tidak aku ketahui siapa, suaranya keras tapi begitu samar aku dengar dari dalam mobil.
“hei bro, disamping”
ucap seorang lelaki satu yang semula berbicara dengan bu dian.
Trap… trap… trap… suara langkah kaki menjauh dari mobil, ya lelaki dua menjauh mengikuti instruksi dari lelaki satu. Membuat nafasku dapat aku hembuskan dengan sangat lega, semburan kenikmatan bernafas di ruang bersuhu tinggi ini.
“Ya sudah mbak , silahkan istirahat. Hati-hati tadi ada maling yang lari kesini, kami intel jadi mbak tenang saja”
ucap lelaki satu yang aku dengar samar dari dalam mobil.
“Iya, aku akan hati-hati”
ucap bu dian, yang kemudian terdengar suara pintu gerbang tertutup.
“INTEL GUNDULMU PEYANG SU!”
Bathinku berteriak, bagaimana tidak? Penjahat mengaku intel.
Kucoba mengatur kembali formasi nafasku untuk melegakan jantungku. Hanya atap bagian dalam mobil yang sekarang menjadi pemandanganku satu-satunya. Keringat-keringat yang melukis tubuhku mulai lelah dan berjalan kebawah tubuhku. Rasa lelah, kantuk, takut, gelisah bertemu menjadi satu seakan-akan menghajarku saat ini.
“Ada apa pak?”
ucap lelaki satu sangat samar terdengar dari dalam mobil bu dian, walau suaranya terdengar sangat kecil tapi dapat aku dengarkan.
“Tadi ada suara gaduh, entah siapa tapi suaranya keras”
ucap bapak tetangga bu dian yang rumahnya aku lempari batu.
Semakin lama nafasku semakin sesak
Entah pembicaraan apa yang mereka lakukan, percakapan mereka mulai tidak bisa aku dengarkan. Rasa-rasa ingin segera keluar menghirup udara segar semakin berkobar. Sudah tidak tahan dengan suasana ini, namun jika aku keluar saat ini bisa jadi aku akan jatuh dalam pelukan kematian. Aku melihat sekelebat bayangan melewati mobil dan kemudan masuk kerumah bu dian. bayangan dari sorot lampu teras rumah yang masuk ke dalam mobil bu dian. Dan dapat aku pastikan dengan jelas itu adalah wanita yang menolongku malam ini, bu dian.
Dari dalam mobil tanpa udara masuk ini, semakin lama nafasku semakin sesak. Tak kudengar lagi suara-suara kemarahan. Perlahan aku mendengar sebuah deru suara mobil datang, Kemungkinan mobil yang datang itu adalah mobil ayah dan lainnya. Mobil itu berbunyi dan berhenti, terlihat sangat dekat dengan posisiku sekarang mungkin berada tepat di depan di rumah bu dian. tak ada suara pembicaraan atau obrolan yang aku dengar, nafasku semakin lama semakin sesak. Kurang lebih setengah jam lamanya, aku berada di dalam mobil di temani oleh suara mobil mereka. menahan panas dan sesak. Mungkinkah aku akan mati kehabisan nafas di dalam sini?
“Dasar ******! Sudah tinggalkan tempat ini, nanti warga curiga!”
teriak ayah samar.
“Baik bos”
ucap kedua lelaki bersamaan.
Klek… klek… suara pintu mobil tertutup.
Suara ketiga mobil itu menghilang.
Aku masih rebah di dalam mobil, ku coba mengusap keringat-keringat di pipiku. Nafasku masih mengalir, menandakan masih ada sisa oksigen yang bisa masuk ke dalam paru-paruku. Aku akan mati kehabisan nafas, aku akan mati kekeringan di dalam sini. Kulihat telapak tanganku sudah banjir keringat yang tak tahu dari mana asalnya. Kuusap keningku.
“Aduh sial…!”
bathinku, keningku ternyata luka akibat jatuh tadi.
Setelah beberapa menit suara mobil-mobil itu menghilang.
Tok tok tok…
“Eh…”
aku terkejut adanya ketokan pada pintu depan mobil, aku bangkit dan kudapati bu dian berada disamping kanan mobil.
“Ayo cepat masuk kerumah…”
ucap bu dian.
Aku kemudian bangkit dan merangkak ke jok depan mobil. Ku buka perlahan pintu depan mobil sebelah kiri.
“sudah tenang mereka sudah pergi, masuk lewat pintu samping”
ucap bu dian yang menunjukan pintu samping rumahnya yang langsung menghubungkan dengan tempat parkir mobilnya.
“hash hash hash iya…”
ucapku sambil merunduk aku berlari dan masuk lewat pintu samping yang sudah terbuka itu.
Semua pakaian tebal yang menempel di tubuhku
Aku masuk, dan kudapati diri ku di ruang keluarga rumah bu dian. ada sofa dan sebuah TV LED yang berada didepannya. Aku langsung rebahkan tubuh atasku di sofa dengan nafas terengah-engah. Kulepas semua pakaian tebal yang menempel di tubuhku, hanya kaos yang aku sisakan. Selang beberapa menit, bu dian masuk dan menutup pintu samping rumahnya. Menggunakan kaos longgar tanpa lengan dan celana ketat hingga menutupi lututnya.
“Kamu ndak papa?”
ucap bu dian yang berjongkok didepanku.
“Hash hash hash hash hash ndak papa bu”
ucapku.
“Kenapa bisa ada orang yang mengejarmu? Kamu habis apa?”
ucap bu dian.
“Hash hash hash hash hash ceritanya panjang, boleh saya minta minum bu?”
ucapku.
“Eh iya… maaf aku ambilkan dulu”
ucapnya bangkit melangkah meninggalkan aku.
“Itu bisa diminum bu? Hash hash hash”
ucapku sambil menujuk ke dispenser.
“Eh bisa”
ucap bu dian, aku langsung bangkit dengan cepat aku masukan mulutku ke kran air dingin dan langsung aku buka.
“Pelan mas…”
ucap bu dian.
Glek glek glek Glek glek glek Glek glek glek… masih dalam posisi menyeruput dan mengacungkan jempol.
Seakan seperti mengalami musim kemarau 100 tahun yang di guyur oleh badai air. Keringat-keringat yang mengalir di leherku menandakan mereka sudah bosan bersamaku. Hembusan angin membuatku merasakan sejuk.
“terima kasih bu telah menyelamatkan hidupku”
ucapku sambil duduk bersimpuh dengan kedua tangan mencengkram lututku.
“Istirahatlah, aku buatkan teh hangat ya mas?”
ucap bu dian.
“Eh… i… iya bu terima kasih hash hash hash hash has”
ucapku sedikit heran dengan kata-kata yang baru saja dia ucapkan.
Nafasku masih tersengal-sengal, kucoba menstabilkannya. Kupejamkan mata ini, mencoba mengingat apa yang terjadi. Terdengar suara ting-ting-ting tanda bu dian sedang mengaduk sesuatu di dapur sana. Rasa takut, gelisah, kantuk, lelah sedikit bosan dan mulai pergi, yang ada sekarang hanyalah rasa aman ketika dekat bersamanya. Selang beberapa menit, aku sudah kembali tenang walau nafasku masih belum bisa teratur. Aku bangkit dan menuju dapur dimana bu dian berada, dengan langkah gontai dan kepala terasa sedikit pusing karena terbentur paving.
Kulihat tatapan matanya adalah tatapan mata seseorang yang sedang mengkhawatirkan sesuatu. Matanya terus melihat ke arah gelas dengan air yang terus berputar itu. Rambutnya begitu panjang hingga menyentuh pinggulnya, baru kali ini aku bisa melihat rambut panjang bu dian atau memang aku tidak pernah memperhatikannya sama sekali? Sedikit aku terkesima oleh pemandangan itu namun paru-paru ini minta untuk diisi kembali dengan asap dunhill.
“Bu, saya tak kebelakang boleh?”
ucapku.
“Eh… iya, silahkan mas”
ucap bu dian, aku mengangguk dan tersenyum.