Wild Love Episode 58
Wild Love (Episode 58)
H-2 sebelum malam tahun baru
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 58, ku terbangun pada pagi hari, aktifitasku sekarang malas-malasan dan tak ada yang aku kerjakan. Dengan membawa sematpon kesayanganku, aku pergi ke dapur membuat teh hangat. Dengan gaya sok, aku ambil koran kemarin dan kuselipkan di ketek kiriku. Tangan kiri membawa teh hangat dan tangan kanan dunhill yang menyala dan berkobar. Dengan gaya sok ye, aku berjalan ke arah ruang TV. bebas, bebas itulah yang aku rasakan sekarang. Kunyalakan TV dan ku dengarkan TV itu, jelaslah kudengarkan karena koran kemarin aku baca. Benar-benar tidak hemat listrik hari ini.
“berikut sekilas bintang, hari ini warga didaerah ikan duyung menemukan sesosok mayat laki-laki yang tergeletak di pinggir sawah. Tidak diketahui jelas sebab kematiannya, warga yang menemukan mengira lelaki itu sedang tertidur karena mencari belut. Setelah di dekati warga kemudian terkejut karena ternyata lelaki itu sudah tidak bernyawa dan membuat geger seluruh warga di ikan duyung. Menurut polisi yang langsung datang ke TKP setelah di hubungi warga mengonfirmasi bahwa kematian dari lelaki tersebut dikarenakan tusukan pada dada dan tembakan di keningnya. Tak ada saksi mata mengenai pembunuhan ini sampai berita ini diterjunkan”
begitu berita kilat dari sekilas bintang, aku hanya menyibak sedikit koranku dan kembali membaca.
Where did we come from? Why am I here? Where do we go when we die? (Dream Theater). Ringtone HP. Rani
Halo ran
kak, kakak lihat berita pagi ini?
Oh ya ni lagi nongkrong di depan TV
Kakak lihat berita pembunuhan ndak?
Cuma dengar saja, ada pa kok gugup sekali?
Itu… itu yang mati hiks…
Eh… ada apa ran?
(langsung aku memindah chanel televisi dan mencari berita tentang pembunuhan, mungkin saja ada yang baru akan menayangkannya)
itu pembantu dirumahku kak hiks, dia memang sudah tidak kerja menetap dirumahku hanya datang sewaktu dibutuhkan saja
HAH?! Yang benar kamu ran?
beneeeeer kak hiks itu pembantuku, yang bantu aku dulu dia menetap dirumah tapi hiks setelah bajingan itu mengambil alih semua harta ibu pembantu itu dipecat
bentar-bentar, ini ada beritanya lagi
(sambil telepon aku mendengarkan berita)
Kakak hati-hati ya kak hiks hiks
iya kakak hati-hati, adikku sayang
beneran lho
Iyaaaa… sudah kamu pokoknya jangan keluar rumah, dan tetap dirumah. Kalau mau apa-apa minta tante asih saja
iya… hati-hati ya kak hiks
iya adikku sayang
tuuuuuuuuut
Gila? Kenapa malah semakin melebar aksi mereka? Mereka sudah terlihat sedikit gugup dengan apa yang telah terjadi. Eh… laki-laki di suara telepon ayah, apa mungkin waktu aku menelepon itu ayah sedang… pasti dia yang melakukannya. Sebuah pertanyaan besar dalam pikiranku, kenapa mereka bisa dengan mudah menghilangkan nyawa orang. jika memang begitu, aku harus menghadapinya dengan cara yang sama.
Satu hari penuh aku berada dirumah hingga sore hari, mengacak-acak email dan sematpon KS. Nihil, itulah hasilnya. Aku semakin yakin dengan kegugupan mereka. Jika mereka tahu keberadaan Rani dirumah tante asih, maka bisa hancur semuanya. Bahkan keluargaku bisa dibantai oleh mereka begitupula aku. Malam hari karena pikiranku sangat penat oleh semua yang terjadi, aku pergi ke warung wongso mungkin saja bisa melepas penat dengan guyonan royal win indonesia.
“Hei hei hei… ada cat tembok yang suka emosi dateng nih? Tumben-tumbenan malam-malam datang?”
ucap wongso, anton dan aris.
“gundulmu wong”
ucapku yang turun dari motor menuju ke mereka yang duduk di depan warung.
“Ya jelas emosi, lha cewek idamannya sedang makan bersama dengan seorang lelaki lain. Dihadapannya lagi”
ucap anton yang entah dari mana dia tahu cerita itu.
“Hancur hatiku mengenal dikau, jadi keping-keping huooooooo”
aris menyanyi mencoba mencandaiku.
“Ah! Matamu sempal (rusak)! Diam kenapa? rencana mau cari hiburan malah di bully!”
ucapku sedikit keras sambil mengambil minuman disebelah anton.
“Lha rak tenan ( lha kan bener), dia lagi emosi… sudah tahu itu bukan minumanya main ambil saja!”
ucap aris.
“kadar gone anton wae owk (Cuma punya anton saja owk) pada ribut!”
ucapku.
“makanya jadi orang itu tanya-tanya dulu mas bro! enak gak?”
ucap anton, kemudian aku sedikit merasa aneh dengan minuman disebelah anton.
“kok rasanya ada abu rokok?”
ucapku.
“HA HA HA HA HA HA HA”
tawa mereka bersama-sama.
“Ya jelaslah, itu bekas orang tak jadikan asbak ******! Dasar pemelihara jomblo ha ha ha”
ucap anton.
“biasa, kalau orang jatuh cinta, tai kucing rasa coklat, lebih parah lagi orang patah hati… apapun rasa coklat ha ha ha ha”
ucap wongso.
“patah hati okelah ar, tapi jangan bunuh diri disini juga dong, kasihan kita kan dikira ngebunuh kamu gara-gara minum es teh sisa campur abu rokok ha ha ha ha”
tawa aris.
“juh juh juh asu kabeh!”
ucapku.
“HEI! Pisan maneh omongane ora di atur, Ibu kon ngelapi mejo nganggo ilat! (sekali lagi omongannya tidak di atur, Ibu suruh ngelap meja pakai lidah!)”
bentak ibu dari dalam warung.
“Ampuuuun DJ… eh Ampuuuun bu he he”
ucapku.
“Lagi patah hati bu, bloken halt! Ha ha ha ha”
ucap wongso.
“sudah ah”
ucapku langsung duduk disamping wongso dan menyulut dunhill. Pandanganku menerawang tak jelas, teringat akan eri yang sedang dalam penahanan.
“Ada apa? Ngomong? Sariawan ya?”
ucap aris.
“ndak ada… lagi buthek saja”
ucapku.
“cerita…”
ucap wongso sambil menepuk bahuku.
“cerita saja…”
ucap anton yang berdiri kemudian masuk ke warung.
Fyuuuuuuuuuh…. sejenak kami dalam keheningan, anton kembali dari dalam warung membawa empat gelas wait kofi.
“Ada yang gawat ar?”
tanya anton.
“endaaaaaak…”
jawabku santai.
“Aku lihat kamu serasa pengin bunuh kamu ar, kaya sama siapa saja kamu ar”
ucap aris.
“haaaaaaah…”
desahku yang menundukan kepala dan kemudian memandang mereka satu persatu. Mereka menatapku dengan tajam, seolah meminta jawaban atas kegelisahanku.
“fyuuuuuuuuuh….”
desahku.
“Rani…”
ucapku.
“Ada apa dengannya? Ketahuan?”
ucap aris dengan wajah khawatirnya.
“gimana ar? Serius kamu?”
ucap wongso dengan mimik muka seperti aris, yang kemudian sedikit duduk mendekat ke arahku.
“jangan main-main ar?!”
ucap anton yang sama khawatirnya dengan aris dan wongso.
“Kosek to… makane dirungoke sek, aku ki lagi mikir! (bentar to… makanya di dengarkan dulu, aku lagi mikir)”
ucapku dengan kedua tangan bergerak naik turun mencoba menenangkan mereka.
“gundulmu! Ini masalah rani, kita ndak bisa nunggu kamu mikir koplak!”
bentak wongso di sampingku.
“iya… iya aku tahu, rani itu ndak kenapa-napa kakak-kakak raniiiiiiiiiiiiiiii….”
ucapku.
“Wooooooooooooo!”
teriak mereka bertiga serempak.
Plak! Tamparan ringan mendarat di kepalaku.
“Asem kamu ris!”
ucapku.
“Lha kamu, bikin orang khawatir saja”
ucap aris.
“Ah… kalian saja yang lebay!”
ucapku.
“sudah… sudah, terus apa yang membuatmu kusut cat?”
ucap anton.
“begini bro-ku semua yang koplak-koplak dan ganteng-ganteng dan sudah laku semua dan baik hati…”
ucapku.
“ora usah kedawan leh ngomong to the poin su! (ndak usah kepanjangan kalau ngomong, langsung ke poinnya njing)”
ucap aris.
“Iya… iya…”
ucapku.
“huuuufffffttttt…..”
hela nafasku.
“begini dengarkan”
ucapku dan semua kepala mereka mendekat ke arah kepalaku.
“HUWAAAAAAAA HA HA HA HA HA”
teriakku.
“ASU!”
teriak aris.
“KAMPRET!”
teriak anton.
“CELENG!”
teriak wongso.
“HEI!”
teriak ibu wongso dari dalam warung membuat aku hanya cekikian dan semua terdiam.
“Cepet! Penasaran aku”
ucap wongso sambil memiting kepalaku.
“Iya… ampun bos ampun…”
ucapku, langsung wongso melepaskan pitingannya.
“begini, ini masalah eri teman KKN-ku, dan tak lain juga teman rani”
jelasku, kulihat mereka semua nampak serius ketika mendengarkannya kepala mereka mendekat ke arah kepalaku.
“Dia, Eri… adalah anak dari salah satu komplotan ayahku dan….”
ucapku.
“HEH!”
mereka bertiga kaget.
“Ssssst…. diam!”
ucapku.
“dan dia juga akan dijadikan mainan seperti eri jika tidak ada yang menolongnya”
ucapku.