Wild Love Episode 55
Wild Love (Episode 55)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 55, aku berlari dengan motor 250 CC dengan seorang wanita bersamaku memeluk tubuhku. Sedikit gugp dan ketakutan akan hadirnya mobil yang mencoba membunuhku. Jalanan gelap aku susuri, sebuah jalan di bukit bacusa (badak bercula satu). Dengan kecepatan yang stabil aku masih bisa bergerak depan mobil di belakangku. Teriakan dan makian kepala orang yang keluar dari jendela mobilnya tak bisa aku dengar. Dari spion motorku ini aku bisa melihat bagaimana orang yang berada di belakangku sangat ingin kematianku dan juga rani, wanita yang berada di belakangku.
Jalan semakin menanjak, kutahu jalan ini pernah aku susuri ketika masih SMA bersama koplak. Jalan yang lama kelamaan akan menjadi sangat sempit, dan juga menyeramkan karena kanan-kirinya berupa belahan bukit. Ya, jalan yang akan aku susuri adalah jalan yang membelah bukit di mana kanan dan kirinya hampir seperti tembok yang menjulang tinggi. Motor 250 CC ini semakin aku pacu dengan cepat, hingga pada jalan yang lurus kulihat seorang laki-laki dengan motor bebeknya mengacungkan jempol ke arahku. Aku tak tahu siapa dia yang jelas dia tersenyum kepadaku. Hingga motorku melaju dengan cepat melewati lelaki itu.
Jalan menjadi semakin gelap tanpa ada penerangan jalan di sini. Walau begitu aku masih hapal jalan-jalan di sini. Tepat di depanku sebuah tikungan yang berbelok ke kanan yang sedikit tajam dengan jalan sedikit menanjak landai. Sesuai dengan rencana, Motorku sedikit aku lambatkan sehingga mobil di belakangku akan berada di kananku. Dan ya, mobil itu mulai mencoba menyalipku dari kanan. Posisi mobil sudah berada di kanan belakangku, tampaknya mobil itu menginginkan aku hidup-hidup. DOR DOR DOR… suara tembakan dari mobil kulihat tembakan itu di arahkan ke atas.
“berhenti!”
ucap tukang dari belakang mobil.
Tiiiiiiiiin tiiiiiiiiiiiiiiiin… bunyi klaskson dari mobil di belakangku.
“Arya, aku takut…”
ucap rani yang terdengar pelan.
“Peluk aku lebih erat, kita akan selamat!”
teriakku.
Tepat ketika tikungan ke kanan tajam, kupacu motorku.
THIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN THIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN….. CIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT BRAAAAAAAAAAAKKKKK….
Api merambat melalui korek itu
Sebuah truk dengan bemper baja yang monyong kedepan melaju di samping kananku. Mobil yang berada di belakangku kehilangan kendali. Tampak sebelum terjadi tabrakan, dari spion kulihat tukang mencoba membanting mobilnya ke kiri tapi terlambat. Truk dengan lampu yang tidak menyala ini, sudah terlebih dahulu menghantam dan mendorong dengan sangat keras mobil yang di tunggangi tukang. Hingga ringsek mobil itu tak berbentuk tergencet antara truk dan dinding jalan, aku kemudian mengerem motorku dan berputar balik. Tampak pak wan keluar dari truk tanpa plat nomor itu dan berjalan melewati mobil yang ringsek. Aku segera mengejarnya, dan kudekati pak wan. Seorang lelaki datang dengan motor bebeknya. Kami berada agak jauh dari mobil yang ringsek itu.
“Pak wan terima kasih”
ucapku, motor bebek dengan seorang lelaki itu mendekat.
“Sudah kewajiban saya membantu den arya”
ucapnya.
“Ar, aku pinjam korekmu”
ucap rani yang kemudian turun, mengalihkan perhatianku dan kedua orang lelaki dihadapanku.
“Buat apa?”
ucapku.
“Sudah… pinjami aku”
ucapnya kemudian ku beri korek apiku.
Terlihat sebuah cairan mengalir mendekati tempat kami berada. Rani kemudian mendekati cairan itu dan menyalakan korek api. Seketika, api merambat melalui korek itu dan kemudian berlari kembali kearahku. Kami berempat kemudian bergerak menjauh dan DHUAAAAAAAAAAAARRRR…. sebuah kembang api besar membakar mobil dan truk itu.
“MATI KAMU BAJINGAAAAAAAAAAAAAAAAN!”
Teriak Rani.
“Sudah ran…”
ucapku.
“hiks hiks hiks… terima kasih ar, terima kasih”
ucapnya sambil memelukku di belakang motor.
Masih bersama kobaran api.
“pak truknya?”
ucapku kepada pak wan.
“Sudah den wicak, tenang… saya bisa beli lagi”
ucap lelaki itu.
“Eh… tapi…”
ucapku sedikit kaget mendengar nama kakekku.
“Sudah, ndak papa, truk itu belum setimpal dengan apa yang sudah dilakukan tuan wicak kepada saya. Apalagi saya membantu cucu dari orang yang berarti bagi saya, den arya, tapi saya lebih suka memanggil anda den wicak”
ucap lelaki itu.
“perkenalkan den, ini anak saya, namanya Warnadi”
ucap pak wan.
“oh iya, saya…”
ucapku terpotong.
“Den Wicak, pokoknya saya manggil aden dengan nama kakek aden”
ucap mas war.
“terima kasih, saya sangat berterima kasih”
ucapku.
“Jadi Mas War itu yang tadi dipinggir jalan itu ya?”
ucapku kepada mas war anak dari pak wan.
“Iya, tadi sore bapak nelpon aku mas, katanya akan ada pertarungan lumayan besar mas. Makanya aku nemenin bapak, sekalian ngikuti rencana temannya mas yang namanya siapa tadi pak?”
ucap mas war kepada pak wan.
“Wongso, anak pemilik warung makan itu lho den”
ucap pak wan.
“owh… pantes dia tadi bilang ke aku pak, mas”
ucapku kepada mereka berdua.
Kami terlibat perbincangan sebentar, yang kemudian kami berpisah. Pak wan pulang dan sebelum pulang pak wan memasang sebuah tanda di tengah jalan yang berjarak kurang lebih 200 meter dari tabrakan ‘ADA KECELAKAAN HATI-HATI’. Setelahnya kupacu motorku ke arah rumah sakit, dalam perjalanan dengan laju lambat.
“Ar…”
ucap rani.
“Hmmm…”
ucapku.
“Terima kasih”
ucapnya.
“tenang cu… sekarang kamu bersembunyi dulu ya cu he he he”
ucapku.
“dasar kakek-kakek ha ha ha hiks terima kasih pokoknya”
ucapnya.
“iya… iya jangan nangis, toko dah pada tutup ndak ada yang jual tisu”
ucapku.
“nyebelin kamu itu. ar, mulai sekarang kamu adalah kakakku”
ucapnya.
“kakek sajalah biar keren”
balasku.
“Kak arya.. ehem… asyiik punya kakak”
ucapnya.
“tapi ingat, aku pengen punya adik ipar bernama anta”
ucapku.
“Siap kakakku pasti”
ucapnya semakin erat memelukku.