Wild Love Episode 46
Seseorang yang dalam suasana hati bahagia
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 46, REVIA berjalan dengan dua orang yang menunggangi, satu orang sedang dalam suasana hati yang bahagia yang satunya entahlah, namanya juga cewek susah di mengerti isi hatinya. Jalan malam aku telusuri dan akhirnya aku sampai di cafe milik eko pacar sudira alias suka jadi waria. Setelah beberapa bulan aku tidak ke cafe ini, tampak perubahan besar-besaran ada di dalam cafe.
Kami mencari tempat yang lebih nyaman, tepatnya dekat dengan kolam ikan. Pelayan pun datang dan menawarkan kami makanan, kami sudah tampak akrab dengan pelayan-pelayan di sini maklumlah 2 kejadian perkelahian melibatkan aku dan dian di dalamnya. Pelayan tersebut kemudian pergi setelah kami menulis pesanan kami.
“Kok celingak-celinguk, nyari apa? Lihatin cewek ya? Dasar ndak sopan! Sudah ada cewek di depannya masih nyari yang lain”
ucapnya.
“ndak begitu dian, dosenku… Cuma mencoba lebih waspada saja, kalau tiba-tiba ada yang menggebrak meja dan nyiram mukaku lagi, perih masalahnya he he he”
ucapku.
“iiiih apaan sich kamu itu awas!”
ucapnya aku hanya tertawa cengengesan melihatnya mencoba mencubit tanganku.
Sedikitnya kami bercanda walau aku masih tetap menganggap ada batas di antara kami berdua, maklumlah dia kan dosen aku. Setiap kali aku melihat wajahnya, hati ini merasa sangat nyaman sekali. Indah benar makhluk yang ada di depanku ini. Pelayan kemudian datang, membawakan makanan pesanan kami dan juga minuman. Kami berdua kemudian makan, tapi nakalnya mataku ini selalu saja mencoba mencuri pandang wajah indahnya.
“Kalau makan ya makan, ndak usah lihat kemana-mana? Ndak pernah llihat cewek cantik ya?”
ucapnya.
“Hmmm… siapa yang lihatin kamu, aku Cuma lihatin tuh air mancur dibelakang kamu yan, bagus sekali”
ucapku dengan sedikit makanan di dalam mulutku.
“owh gitu ya? Ya sudah”
ucap bu dian yang kemudian menggeser tempat duduknya.
“lho kok pindah?”
ucapku.
“dah sekarang lihatin saja itu air mancur sepuasnya, katanya bagus”
ucapnya.
“Eh…”
mati kutu dah aku.
Dia yang sangat cuek
Aku kemudian melanjutkan makanku lagi, dengan bu dian berada di sampingku. Tapi mata ini seperti kena tarikan magnet yang sangat kuat membuat bola mata ini tak henti-hentinya bergeser kesamping untuk sekedar melihatnya makan. Dia tampak sangat cuek sekali, setiap kali makan dia melihat ke depan tanpa melirikku.
“Apa lagi sekarang? Ada air mancur dibelakangku?”
ucapnya tanpa sedikit melihat ke arahku.
“Eh… ndak, ada bidadari”
ucapku santai dan kemudian melanjutkan makan lagi. Kulirik dia memandangku dengan senyuman dan melanjutkan makan lagi.
“Iiiiiih…. sebel banget deh, kok bisa-bisanya ya ndak main ke kos mbaknya, ndak ngabari gimana gitu, eh tahu-tahunya makan malam bareng sama cewek dasar adik laki kurang ajar!”
ucap seorang wanita di belakangku, kami berdua menoleh ke arah suara itu.
“Mbak erlin…”
ucapku, sedikit kulirik bu dian dia hanya tersenyum kemudian melanjutkan makannya lagi. Terlukis sebuah gambaran ketidak sukaan ketika mbak erlin datang.
“Duduk sini ahh…. sayang, duduk di sebelahku sini”
ucap mbak erlina kepada seorang laki-laki dibelakangnya.
“kenalin ar, pacar aku…”
ucapnya.
“Alan…”
ucap pacar mbak erlina.
“Arya…”
ucapku.
“Mbak, kenalin pacar aku”
ucap mbak erlin ke bu dian.
“Dian…”
ucap bu dian.
“Alan…”
ucap alan.
“kok mbak ada disini?”
ucapku.
“Yeee… terserah aku dong, kan aku lagi pacaran emang kamu? Ndak jelas hi hi hi”
ucap mbak erlin.
“ndak jelas gimana?”
ucapku.
“ndak tahu dech…”
ucap mbak erlina.
Kulihat raut wajah bu diah semakin suntuk, tak ada guratan senyum yang terlukis di wajahnya kembali. Beberapa kali mbak erlina mencoba untuk mengajak bu dian berbicara pun di jawabnya secukupnya saja. Benar-benar terlihat judes sekali. Tapi bu dian tetap melempar senyum ke arah mbak erlina dan alan walau senyum yang sangat terpaksa.
“Eh… mbak dian, sudah jadian ya sama arya”
ucap mbak erlina.
“belum, dia mahasiswaku”
ucapnya.
“kan ndak papa, mahasiswa sama dosen, benar ndak sayang?”
ucap mbak erlina.
“kelihatannya ndak mungkin”
ucap bu dian sembari melihat kearahku penuh arti.
Aku malah kebingungan dengan tatapan matanya. Kenapa tatapan mata itu memperlihatkan sesuatu tuntutan. Tuntutan agar aku yang menjawabnya. Aku tak mampu memandang mata indah itu, aku benar-benar belum mampu. Aku hanya tertunduk dan menghabiskan makanku. Mbak erlina dan alan tampak berbisik-bisik sesuatu dan kemudian tertawa cekikikan sendiri melihat tingkah pola kami berdua. Pesanan mbak erlina datang dan makanku sudah selesai, serti biasa dunhill.
“ndak usah merokok”
ucap bu dian sambil mencabut rokok di bibirku dan langsung di buang.
Mengingat kerjadia tidak terlupakan
Di raihnya dunhill sebungkus dan korek api yang ada di meja, di remah dan hilang sudah. Aku hanya melongo menyaksikan kejadian pembunuhan rokok dan peremasan sebungkus dunhill itu. Aku tidak mampu protes karena dari matanya dapat aku tangkap ketidak nyamanan dia berada di sini.
“tuh, perhatian tanda sayang lho ar”
ucap mbak erlina.
“Eh… mbak erlina, sudah deh kasihan dian”
ucapku.
“Lho kok dian? Wah dah jadian niiiiih”
ucap mbak erlina.
“Kelhatanya sich sudah jadian sayang”
ucap alan.
Kulihat bu dian hanya diam saja tidak memandang ke arahku. Pandangannya di buang ke arah kolam ikan yang berisi ikan koi. Aku sedikit salah tingkah dengan sikap bu dian di tambah lagi mbak erlina dan alan yang selalu saja mencandai aku dan bu dian. Lambat laun setelah suasana hening sesaat, bu dian akhirnya bisa memulai pembicaraan kembali dengan sikapnya yang tidak judes lagi. Kadang kakiku di injak oleh mbak erlina ketika bu dian sudah mulai bercanda dengan kami, tapi ingat judesnya masih ada.
“Dah malam pulang yuk ar”
ucap bu dian.
“Eh iya… mbak, mas aku pulang dulu ya”
ucapku kepada mbak erlina dan alan.
“oke, hati-hati ya ar dijagain lho dian”
ucap mbak erlina.
“dijaga, dianter sampai rumah”
ucap alan.
“iya.. iya…”
ucapku.
Setelah membayar aku kemudian memboncengkan bu dian pulang. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami. jujur saja aku menjadi merasa bersalah dengan suasana ini. tapi jika di lihat lagi, kami bertemu dengan mbak erlin dan alan juga tidak di sengaja. Hingga akhirnya aku melewati pos satpam perumahan ELITE, tiba-tiba bu dian memelukku dengan sangat erat.
“Pelan saja”
ucapnya, aku kemudian menurunkan laju REVIA.
“Maaf…”
ucapnya.
“buat apa bu?”
ucapku.
“Sikapku tadi ketika erlina datang”
ucapnya.
“Dian ndak salah kok, aku yang salah, kalau saja tidak di cafe itu mungkin ndak akan ketemu mereka”
ucapku.
“Aku ndak suka”
ucapnya.
“Eh…”
aku sedikit terkejut dengan kata-katanya, REVIA berhenti tepat di depan rumahnya dan bu dian masih memelukku. aku tak mampu berkata-kata.
“Aku ndak suka kalau kita sedang makan diganggu cewek”
ucapnya terasa mulutnya di benamkan di bahu kananku.
“Pokoknya malam minggu besok keluar makan lagi, di tempat lain”
ucapnya.
“Eh… aku ndak tahu tempat lainnya yan”
ucapku.
“Pokoknya makan ditempat lain, Cuma aku sama kamu titik, aku ndak mau di cafe itu lagi, pokoknya ndak mau, ndak mau ketemu sama orang yang dikenal”
ucapnya yang kini terlihat manja dengan suara serak seakan mau menangis.
“Eh iya… minggu depan kita makan ditempat lain, iya aku bayarin lagi pokoknya”
ucapku.
“He’em…”
ucapnya kemudian turun.
“Janji ya?”
ucapnya tepat di sampingku, aku mengangguk pelan dan tersenyum kepadanya.