Wild Love Episode 46
Terdiam dan terebu-ebu
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 46
“Kenapa diam? Kok ndak kaya kemarin, menggebu-gebu bales setiap omonganku?”
ucapnya dan aku hanya diam saja.
“Ini TA, diperbaiki lagi, penulisan banyak yang salah. Apa ndak bisa ngetik? Masa mahasiswa S1 ndak bisa ngetik? Payah!”
ucapnya.
“Iya bu maaf… akan segera saya perbaiki”
ucapku tanpa ada keberanian membalas omongannya.
Tanganku kemudian meraih tugas akhir yang di serahkan kepadaku. Tanpa melihat wajahnya sedikit pun aku letakan tugas akhirku di atas pahaku. Suasana hening dan tak ada tegur sapa antara kami berdua.
“Sudah?”
ucapnya.
“iya bu sudah terima kasih atas bimbingannya”
ucapku.
“kalau sudah tidak ada lagi, kamu bisa meninggalkan ruangan”
ucapnya.
Namun kaki ini tidak bisa beranjak dari tempat duduk, pikiranku kacau balau entah kenapa aku tidak ingin meninggalkan tempat ini, entah mengapa aku masih ingin bersamanya.
“kok ndak pergi? Masih betah berhadapan sama cewek judes?”
ucapnya, aku hanya terdiam dan kemudian.
“Maaf bu, boleh bertanya?”
ucapku memberanikan diri.
“Apa? Tanya tinggal nanya kok susah to?”
ucapnya.
“eh… terima kasih bu..mmmm”
ucapku terhenti.
“Apa? Cepetan!”
ucapnya dengan sejuta judes dan jutek di tiap kata-katanya.
“iya bu iya, sabar bu… Ibu kalau malam minggu suka berpergian tidak?”
ucapku.
“Memang apa urusannya sama kamu?”
ucapnya.
“Maaf bu saya hanya tanya, kalau menyinggung perasaan ibu, saya mohon maaf”
ucapku.
“ndak, kalau malam minggu dirumah saja, memang kenapa?!”
ucapnya.
“ini bu saya dapat uang saku dari perusahaan, kalau ibu berkenan saya ingin mengajak makan malam”
ucapku semakin berani.
“oh….”
hanya itu yang aku dengar darinya dan tak ada lanjutan.
“Sudah dulu, aku mau mengajar sudah ditunggu mahasiswa-mahasiswaku yang ganteng-ganteng”
ucapnya sambil berdiri dan membawa buku yang dipeluknya.
“Eh… iya bu maaf, kalau tadi saya lancang”
ucapku sambil memandang bu dian melangkah mendekati pintu.
Klek… suara daun pintu.
“Jam setengan delapan aku tunggu, dirumah”
ucapnya tanpa memandangku dan langsung melangkah pergi.
“YES!”
teriakku sedikit keras.
“SSStttt.. diam, ini jurusan”
ucapnya yang tiba-tiba membuka pintu.
“Eh… maaf bu”
ucapku kembali tertunduk.
Dalam heningku aku hanya bisa tersenyum dan masih duduk di ruangan dosenku ini. kudengar suara langkah kakinya menjauh di iringi tawa cekikikan. Aku pun sedikit tersenyum dengan tingkahku di hadapannya. Aku kemudian bangkit dan berjalan menuju tempat parkir. Biasanya siang-siang seperti ini aku makan bersama dengan Rahman, tapi dia masih PKL dan selesainya 3 hari sebelum pemberangkatan PKL.
Sampai di rumah aku bercerita kepada ibuku mengenai sikap bu dian. Ibu hanya tertawa dan menertawakanku berkali-kali. Ibu heran kepadaku kenapa aku bisa seberaninya seperti hari ini. ibu semakin menertawakanku ketika aku bercerita kejadian di warung wongso. Aku semakin jengkel dengan sikap ibu yang menertawakanku, bukan jengkel karena marah tapi jengkel karena di tertawakan terus-terusan. Ibu hanya menyarankan kepadaku agar aku lebih memakai perasaan ketika bertemu dengan bu dian. Ya mungkin itu yang akan aku aplikasikan besok malam minggu.
“bu… boleh?”
ucapku sambil memeluknya dan mengusap-usapkan kepalaku di susunya.
“yeee… ndak dulu sayang, kan minggu kemarin sudah rapel banyak sekali, setiap hari lagi”
ucap ibu.
“hi hi hi selama kamu pdkt pokoknya kamu harus bisa mengalihkan perhatian kamu dari ini”
ucap ibu sambil menunjuk susunya.
“kenapa?”
ucapku.
“Agar kamu bisa lebih fokus lagi, ndak selengekan kaya gini, okay dear?”
ucap ibu sambil tersenyum manis kepadaku. Aku pun tersenyum melihat kesungguhan ibu yang mendukungku.
“Okay mom”
ucapku.
Seiring berjalannya waktu
Hari berganti waktupun berlalu, tak ada kesibukan yang berarti bagiku. Hanya membenarkan beberapa kesalahan di tugas akhirku. Akhirnya Malam minggu tiba, aku kemudian bersiap menuju ke rumah bu dian. Tampak Ibu dengan mengepalkan tangannya keatas, dengan senyum manisnya yang khas memberiku semangat. Dengan aroma wangi parfum ‘KAPAK’ aku menuju kerumah bu dian. Sesampainya di sana, baru saja motorku bernti tiba-tiba pintu gerbang rumahnya terbuka.
“Ndak usah dimatikan”
ucapnya sambil mengunci pintu gerbang rumahnya.
Setelahnya bu dian langsung melangkah ke arahku, tanpa bicara bu dian langsung membonceng di belakangku. Aku hanya diam melihatnya takjub dengan keindahan wanita yang baru saja melintas di hadapanku yang sekarang sudah di belakangku. Bagaimana tidak? Wanita dengan pakaian yang menutupi sikunya, tidak ketat hanya saja memperlihatkan dada yang membusung tapi tanpa ada belahan dada pada pakaian yang di kenakannya.
Pada bagian perutnya pakaiannya tampak sangat longgar tidak sedikitpun memperlihatkan bentuk perutnya. Bagian bawah di hiasi oleh celana jeans legging dengan sepatu karet hitam, mungkin sepatu karet maklumlah malam hari tidak begitu jelas. Dengan helm putihnya menghiasi kepalanya. Ya begitulah ciri-ciri wanita yang baru saja melintas di hadapanku, sekarang? Sudah aku bilang di belakangku kan tadi?
“Ayo jalan, malah bengong”
ucapnya.
“Eh… iya bu”
ucapku.
“Sekali lagi kamu panggil aku dengan kata bu atau mbak di depan, aku turun, lebih baik tidur saja drumah”
ucapnya.
“Eh.. iya bu eh mbak eh dian”
ucapku agak sedikit gugup entah kenapa aku merasakan hal yang sama terulang lagi seperti ketika aku pertama kali bersamanya.
“Jalan!”
ucapnya.
“sssssshhhhh huffffffffth….”
hela nafasku mencoba menenangkan tubuhku yang seakan menggigil.
“iya iya… sabar, kaya naik tukang ojek saja”
ucapku sedikit mencoba mengakrabinya.
“marah niiiiih?”
ucapnya.
“Endak marah yah diaaaaan”
ucapku.
“hi hi hi hi…”
tawanya.
“kok malah ketawa?”
ucapku.
“berani sekali kamu manggil nama aku, aku itu dosen kamu lho hi hi hi”
ucapnya.
“Eh… terus gimana tadi minta dipanggil nama sekarang… argghhh bingung aku”
ucapku.
“iya iya dipanggil dian saja ndak papa mas aryaaaa”
ucapnya.
“dah ayo jalan sudah lapar nungguin kamu ni”
lanjutnya.
“Oke siap!”
ucapku yang langsung menarik gas ditangan kananku.
“Eh bentar”
ucapnya, membuat aku mengeram mendadak ciit…. dan dada yang membusung itu langsung menghantam punggungku.
“Aduh, pelan kenapa? cari kesempatan ya?”
ucapnya.
“Yeee siapa yang nyari kesempatan, kamu ngomongnya juga mendadak tadi”
ucapku.
“iiiih… sama cewek ndak mau ngalah”
ucapnya sambil mencubit punggungku.
“Adaaaaaaaaaow… iya, iya maaf”
ucapku.
“hi hi hi, kita mau makan dimana?”
ucapnya.
“Di cafe miliknya pacarnya dira, yang dulu itu”
ucapku.
“Oke, yuk jalan”
ucapnya.