Wild Love Episode 39
Saling beradu
Mata kami saling beradu satu sama lain, matanya tajam ke arah mataku. Kata-kata terakhirnya membuat aku sedikit tidak terima walau pada dasarnya aku memang tidak tahu menahu mengenai perihal rumah tangga. Tapi ucapannya itu membuat aku sedikit terbakar, sudah tahu ada petroleum eter (zat yang sangat mudah terbakar) pakai di kasih api. Aku kemudian memandangnya dengan senyuman, ku remas tangannya dan kuarahkan untuk membuka relseting celanaku.
“Sebenarnya aku tidak ingin mbak, tapi aku tidak terima dengan ucapan mbak”
ucapku.
Mbak echa sedikit terkejut dengan ucapanku namun kemudian dia tersenyum kepadaku. Perlahan mbak echa membuka resleting celanaku, dengan sedikit memaksa dia tarik celanaku. Aku sedikit mengangkat pantatku.
“gede dan panjang ar, punya suamiku hampir sama gedenya cuma lebih pendek sedikit”
ucap mbak echa dengan tangan mengelus-elus dedek arya.
“Kalau ndak suka ditutup saja mbak”
ucapku.
“suka? Bagaimana aku bisa bilang suka, Cuma lihat doang”
ucap mbak echa yang masih memandang dedek arya dan mengelus-elusnya.
Seakan-akan terhipnotis, aku arahkan kedua tanganku dibahunya, dengan sedikit menekannya mbak echa sekarang berjongkok dihadapanku. Pandangannya tidak lepas dari dedek arya.
“Coba dikulum mbak”
ucapku sedikit nakal.
“Ndak! Jorok tahu!”
ucap mbak echa sedikit membentakku dan memandangku dengan wajah marahnya.
Wah dah kepala tanggung dia sudah jongkok, sayang sekali jika dia harus berdiri lagi. Apa dia belum pernah mengulum ya? Wajahnya memang tampak marah sekali. Kasihan suaminya tidak pernah merasakan nikmat dikulum. Harus sedikit aku paksa agar dia mengenal nikmatnya dedek arya. Wah tambah gila aku ini, masa bodoh!
Suara langkah yang mendekati
Trap trap trap trap… suara langkah seseorang melintas di depan laboratorium, aku menoleh ke arah luar laboratorium tampak bayangan seseorang. Ya suaranya sangat jelas, karena posisi perusahaan sekarang memang sudah mulai sepi. Kudengar suara langkah itu kembali dan aku perkirakan menuju ke arah laboratorium. Tampak bayangan itu mendekat ke pintu laboratorium yang terbuat dari kaca buram. Dengan segera kugeser kursiku dan tarik mbak echa dengan paksa, mbak echa tampak terkejut.
Kini posisi mbak echa berjongkok tepat di selangkanganku dibelakangnya terdapat meja lab, dan dihadapannya aku yang sedang duduk di kursi dengan dedek arya berwajah sini memandangnya. Segera aku raih bagian belakang kepala mbak echa, kudorong kedepan. Kuarahkan dedek arya ke mulut mbak echa.
Mbak echa nampak mencoba menolak, aku tutup hidung mbak echa yang seketika itu mulutnya menganga dan slebbb masuklah dedek arya di mulult mungil mbak echa. Aku kemudian mengalihkan pandanganku ke pintu lab yang akan terbuka. Ku sadari bahwa kepala mbak echa sedikit terlihat, segera aku raih tasku dan ku letakan di hadapanku. Dan masuklah seseorang.
“Lho ar, masih disini?”
ucap pak humas.
“Erghh… iya pak, baru saja emmhhh selesai…”
ucapku sedikit merasakan ngilu dan sakit karena gigi mbak echa mengenai dedek arya.
“Ada apa kamu? Sakit?”
ucap pak humas.
Kucoba menenangkan diriku dan menahan rasa sakit ini, ku turunkan tangan kiriku dan kuraih bagian belakang kepala mbak echa. Ku dorong kedepan dan kutahan.
“Owh… ndak pak, Cuma sedikit capek saja, ada apa pak?”
ucapku.
“ndak, ini aku mencari managermu, mbak echa, lihat ndak?”
ucap pak humas yang kemudian duduk di seberang meja, di kursi dimana mbak echa tadi duduk.
“Wah ndakh tahu pak, tadi memang masuk kesini tapi kemudian keluar lagi”
ucapku. Sambil mengambil sematponku di dalam tas.
Kurasakan mbak echa mulai meronta dan hendak berdiri tapi aku mencoba menahannya. Ku ketik sebuah pesan di sematponku.
“Owh ya sudah, mau menyesuaikan laporan sebenarnya, lha kamu kok belum pulang? Mau bareng?”
ucap pak humas.
“Eh…”
ucapku sedikit kaget. Dengan berbagai gaya, aku letakan sematponku di bawah meja tepat dihadapan mata mbak echa.
Tertulis :
Jangan berdiri, kalau ketahuan, pak humas bisa minta jatah juga dan mbak akan melayani 2 orang. atau mbak mau kedepannya dijadikan mainan sama pak humas? Lebih baik kulum dan nikmati!
“Owh ndak pak, nunggu mbak echa saja. Ndak enak kalau pulang duluan, kan aku juga harus kasih laporan pak”
ucapku sekenanya.
Mbak echa mulai tidak meronta setelah membaca kalimat yang aku ketik di sematponku. Dia kini hanya mengulum tanpa aktifitas apapun, hanya berdiam dengan mulut tersumpal dedek arya.
“Owh ya sudah, nanti kalau mbak echa sudah balik kesini bilangkan ke dia kalau bagian humas mencari. Biar nanti kalau ada waktu bisa mampir ke office, gitu ya Ar?”
ucap pak humas.
“Okay pak”
ucapku dengan senyuman.
“Ya sudah aku ke kantor dulu”
ucap pak humas yang kemudian berdiri dan keluar dari lab.
Posisi mbak echa masih berada di selangkanganku, suara derap langkah mulai menghilang dan mbak echa sedikit mendorongku. Dia berdiri dan menatapku dengan wajah yang marah.
“Kamu benar-benar gila Ar! Cuih cuih cuih. bagaimana kalau ketahuan?! Kamu itu bajingan!”
ucap mbak echa, sembari memandangku dan mengelap mulutnya.
Perasaan jijik
Terlihat mbak echa merasa jijik dengan apa yang di lakukannya barusan. Aku hanya memandangnya dengan tersenyum, melihat reaksinya berbeda dari yang aku harapkan. Sambil berdiri, Aku masukan kembali dedek arya kedalam celanaku.
“Maaf mbak, mbak sendiri yang minta pembuktian ditambah lagi mbak sedikit menghinaku. Dan sekarang mbak sendiri yang kecewa atas permintaan mbak”
ucapku sambil memandangnya.
“Kalau mbak mau mengeluarkan aku dari PKL sekarang juga ndak masalah mbak”
ucapku tersenyum kepadanya.
“ndak ada kaitannya sama PKL, aku tidak suka perlakuan kamu tadi. Jijik tahu ndak kamu!”
ucapnya sedikit membentak. Kurah tas punggungku, ku berjalan kearahnya dan tepat dihadapannya.
“Mbak tahu?”
ucapku pelan.
“Apa?! kamu mau perkosa aku!”
ucap mbak echa.
“E-GO-IS!”
ucapku pelan dan tegas.
“aku pulang dulu mbak, besok-besok lagi ndak usah minta bukti kalau dikasih ndak mau”
ucapku sedikit sinis kepadanya. Aku kemudian melangkah menuju ke pintu lab, tiba-tiba tanganku di pegang oleh mbak echa.
“Egois gimana maksud kamu?”
ucap mbak echa.
“Ya, kan bisa lihat sendiri kan?”
ucapku yang sedikit membalikan tubuhku ke arahnya.
“Aku ndak ngerti”
ucapnya.
“Cowok itu paling suka kalau alat kelaminnya di mainkan, mungkin mbak jarang memainkan punya suami mbak, mungkin kalau mbak sudah basah minta dimasuki dah selesai. Kepuasan cowok kan ndak Cuma ketika masuk, pemanasan juga bagian penting mbak”
ucapku mencoba melepaskan genggaman tangannya.