Wild Love Episode 37
Seputar analisa
Kami berkumpul membuat pikiranku kembali beralih kepada mereka yang ada disekitarku. Kami mengobrol seputar analisa sampel yang sudah kami cek, kadang mbak ela juga bercerita mengenai pacarnya. Aku, yanto, encus menjadi bulan-bulanan mbak echa dan mbak ela karena tidak pernah menceritakan mengenai pacar kami.
walau sebenarnya aku bisa melihat sedikit kegelisahan di wajah mbak echa ketika kita semua membicarakan lawan jenis. Mbak echa nampak begitu sedikit tertutup mengenai suaminya. Ya aku baru tahu jika mbak echa sudah memiliki suami. Beberapa bisikan aku dapatkan dari yanto dan encus karena mbak echa tampak berbeda jika pada hari-hari sebelumnya mbak echa selalu tertutup dan jarang berkumpul dengan bawahannya.
“Waktu habis, ayo segera kerja lagi”
ucap mbak echa.
“Yaelah mbak, baru saja kumpul, lagi enak ngobrol ini lho mbak”
ucapku.
“Ow… tidak bisa, kerja tetap kerja, kumpul bisa kapan saja”
ucap mbak echa.
“sebentar lah mbak ya ya ya”
ucap mbak ela, yanto dan encus tidak berani ngomong karena dari penuturan mereka mbak echa adalah manager paling galak perusahaan ini.
“terserah kalian, pokoknya dalam lima menit ndak ada di lab, aku skors”
ucap mba echa sembari meninggalkan kami berempat.
“lariiiiiiiiiiii…”
ucap ku.
Kami semua akhirnya bergegas menuju ke lab kembali. Berkecamuk dengan kesibukan-kesibukan seorang pengendali kualitas sebuah perusahaan makanan. Walau ada sedikit canda diantara kami, kami tetap serius dalam menganalisa sampel. Walau aku tidak dapat melihat matahari yang bergerak untuk tidur tapi aku tahu jika waktu pulang segera hadir. Mendekati waktu untuk pulang, kami semua berberes membersihkan lab kemudian pulang. Segera aku memacu REVIA lebih cepat dari biasanya walau sering sekali di dahului oleh motor-motor yang memiliki punuk.
melepas lelah
Akhirnya aku sampai di rumah, tak ada waktu untuk melepas lelah. Ku cium tangan Ayah dan Ibuku, dan segera aku masuk ke dalam kamarku. Ketika hendak menyalakan komputer, ibu memanggilku dari lantai bawah untuk mandi terlebih dahulu. Hati rasanya sudah tidak sabar untuk memecahkan teka-teki ini. namun apa perintah ibu menjadi mutlak yang tidak bisa ditolak, segera aku mandi. Selepas mandi, Ibu menyuruhku makan terlebih dahulu sebelum beristirahat. Tak ada makan malam bersama kali ini karena Ayah sudah makan terlebih dahulu jadi kali ini hanya aku dan Ibu. Ayah berada di pekarangan rumah sedang bertelepon dengan seseorang entah siapa.
“sst… dengarkan”
ucap Ibu. Aku kemudian mencoba berkonsentrasi agar dapat mendengar suara ayah dengan jelas.
wong papat wae cukup, cah kae kayane gak niat (orang empat saja cukup, anak itu kayaknya tidak niat)
percoyo’o karo aku, kelurusen wong kae ki, dibagehi tapi ora usah akeh-akeh, kanggo nyumpel cangkeme (percayalah padaku, orang itu terlalu lurus, kita bagi tapi tidak usah banyak-banyak, untuk menyumpal mulutnya)
Wes to, yen awake dewe tetep mertahanke wong kae sing ono awake dewe ding remuk. Kae ki loyalis maratuoku soyo mrene soyo ketk nek dek‘ene rak isa dijak kerjo bareng (Sudah, jika kita tetap mempertahankan orang itu yang ada kita yang hancur. Dia loyalis mertuaku semakin kesini semakin terlihat jika dia tidak bisa diajak berkerja sama lagi)
Lha kan kamu tahu sendiri, dia mau bergabung karena ada permasalahan di awal makanya dia gabung. Tapi coba lihat, ada kesempatan untuk berada dipuncak tapi wonge malah wegah (orangnya . malah ndak mau) ada indikasi kalau dia main aman, kalau seandainya kita tertangkap dianya bisa ngeles kesana kemari
coba kamu pikir reng, kalau dia itu mau dipuncak kita kan lebih gampang reng
Wes, masalah iki diomongke besok ae ning kaca wulan. Tapi ten isa wong kae ojo dijak (sudah, masalah ini diomongkan besok saja di kaca rembulan. Tapi kalau bisa orang itu tidak usah di ajak)
caranya gampang? Koyo ora tahu ngapusi ae to reng (kaya ndak bisa berbohong saja to reng). Kita akan nikmati sendiri, Cuma berempat!
“Berempat!”
bathinku.
Percakapan antara kedua orang itu berakhir. Dan Ayah masih berada di pekarangan rumah.
“Ssssttt… berarti ada masalah diantara mereka sayang”
ucap Ibu.
“Iya bu, mungkin bisa kita manfaatkan”
ucapku.