Wild Love Episode 33
Minggu Pertama PKL
Minggu ini adalah minggu pertamaku PKL. Aku mulai diperkenalkan mengenai analisa-analisa yang dilakukan di laboratorium. Mulai analisa sederhana sampai dengan analisa-analisa menggunakan alat-alat canggih yang tidak aku temukan di laboratorium kampusku. Kira-kira empat hari setelah aku PKL aku menemukan keganjalan pada analisa kadar larutan yang di gunakan untuk mencuci ayuran. Setelah aku telusuri, aku menemukan adanya kesalahan dalam penghitungan konsentrasi larutan yang di gunakan untuk analisa bahan yang seharusnya menggunakan perhitungan Normalitas tetapi menggunakan perhitungan Molaritas.
Memang pada prosedurnya di tuliskan Normalitas tapi rumus yang digunakan adalah rumus molaritas, jadi kelihatan kesalahan yang terjadi. Ketika aku tanyakan kepada mbak ela, dia juga tidak begitu tahu mengenai itu. Ternyata mbak ela bukan merupakan lulusan dengan jurusan yang sesuai dengan jobdes di laboratorium. Dia adalah lulusan dari jurusan yang mengotak-atik bagian tubuh, hewan dan tumbuhan, sedangankan dua adik kelasku SMP ini kerjanya cuma main “tendang” saja.
“Mbak bukannya penghitungan konsentrasi ini harus dikalikan valensi?”
ucapku.
“Waduh dek, aku itu ndak pernah tahu yang penting kerjakan sesuai dengan SOP-nya saja ndak usah di ambil pusing dek, dah ada yang tanggung jawab. tapi kalau mau protes sama mbak echa saja”
ucap mbak ela.
“iya mas, garek mancal wae mas, penting di gaji saben wulan he he he (tinggal lakukan saja mas, yang penting di gaji setiap bulannya)”
ucap Yanto.
“iya mas, dibuat santai saja, kan dah ada yang nanggung”
ucap encus.
“Waduh… kok gitu, kan konsentrasi yang dihasilkan akan lebih besar dan akan berdampak pada produk?”
ucapku.
“Aku sebenarnya bukan jurusannya, tapi mungkin kamu benar dek, karena selama ini ada kita selalu dapat komplain mengenai kandungan larutan pembersih sayuran yang terlalu berlebihan. Ada baiknya kamu menghadap sama mbak echa”
ucapnya.
“ndak papa mbak?”
ucapku.
“ndak papa dek, lha wong mbak echa itu jurusannya sama denganku, aku kan adik tingkatnya dulu. dengan adanya kamu, mungkin bisa membuat sedikit perubahan, mbak echa itu pusing terus mikirin kandungan larutannya karena selalu berlebih terus”
ucapnya.
“lha ini dah berjalan berapa lama mbak?”
ucapku.
“Baru lima kali ekspor kalau sayuran bekunya, kalau yang lain dah lama, itukan produk baru kita. Setelah kita memulai ekspor ternyata dari pihak penerima komplain karena setelah di analisis kadar larutan pembersihnya yang masih menempel terlalu besar, walau sebenarnya tidak begitu masalah karena sayuran itu ketika mau dimakan harus dimasak dulu. Dah ke Mbak Echa saja, aku dukung dari belakang”
ucap mbak ela.
“Aku bantu mas”
ucap yanto.
“dengan doa”
ucap encus.
“Sama saja itu, ya sudah aku tak coba ke mbak echa”
ucapku. Kemudian aku melangkah menuju ke ruang mbak echa.
Tok took tok toook…
“Masuk”
ucap mbak echa.
“Mbak ini aku ini ada sedikit kesalahan yang mungkin bisa diperbaiki kalau saja boleh”
ucapku.
“Iya, yang mana ya?”
ucap mbak echa.
Aku kemudian menjelaskan mengenai Standard of procedure dari penghitungan konsentrasi larutan pembersih sayuran. Yang mana di situ telah tertuliskan normalitas namun pelaksanaan pada lapangan rumus yang di gunakan adalah rumus molaritas. Mbak echa kemudian memintaku untuk membuktikan kebenarannya. Aku pun mulai menjelaskan prosedur penentuan konsentrasi dari awal larutan pekat datang hingga pengencerannya. Aku mencoba menjelaskan seperti yang aku dapatkan di kampusku. Mbak echa bisa menerimanya, tapi tetap saja belum bisa di aplikasikan pada hari itu juga. Butuh percobaan (trial and error) agar terbukti benar apa yang aku katakan.
“Oke Ar, aku terima masukanmu. Sekarang tugas kamu adalah membuat prosedur baru tentang penentuan konsentrasi larutan tersebut, yang nantinya akan kita gunakan untuk pencucian larutan. Aku akan bilang ke bagian produksi untuk menghentikan sementara proses, aku tunggu paling lambat senin ya Ar”
ucap mbak Echa.
“Okay mbak, aku siap membantu. Kalau begitu aku kembali ke lab dulu mbak”
ucapku.
“Iya, silahkan. Oia Ar, terima kasih ya, beruntung kita dapat mahasiswa PKL yang cerdas dan pemberani seperti kamu”
ucap mbak echa.
“Ah, ndak juga mbak”
ucapku.
Berbagai alasan
Setelah kejadian itu aku semakin dekat dengan mbak echa walau hanya sekedar bertegur sapa. Peringainya pun kata adik-adikku ini semakin berubah sejak ada aku, selama beberapa hari ini. Aku yang mendapat tugas dari mbak echa tidak menyia-nyiakannya, segera setelah aku pulang aku membuka-buka lagi buku kuliahku. Kucoba membuat sebuah prosedur analisa yang akan aku sampaikan di tempat PKL-ku. Ya, mungkin saja dengan prestasiku selama PKL, aku bisa langsung di terima di perusahaan tanpa tes.
Hingga pada hari sabtu, sebelum berangkat PKL. Ibu mengatakan kepadaku kalau Ibu akan menginap di rumah Kakek dan Nenek. Sedangkan Ayah, entah kemana yang penting alasan yang di ungkapkan adalah DINAS. Biasa alasan yang paling mentereng sejagad koplak. Sabtu, aku jalani dengan semangat karena hari ini aku bekerja hanya setengah hari saja di tambah lagi Ibu dan Ayah sedang pergi. Jadi dalam bayanganku aku bisa nongkrong bareng wongso dan beberapa geng koplak.
setelah selesai bekerja
Tepat jam 12:30, pekerjaan telah selesai. Mbak Echa tidak berada di kantornya karena mbak echa adalah manager jadi dia bekerja hanya 5 hari aktif selama satu minggu. Hanya aku, yanto, encus dan mbak ela. Ketika hendak pulang terlihat awan petang menyelimuti daerah kawasan industri ini. tak lama setelah itu, langit menangis tersedu-sedu. Yanto, encus dan mbak ela bisa langsung pulang karena mereka membawa jas hujan. Aku hanya bisa menunggu di ruang resepsionis yang disitu ada sofa empuk untuk menunggu tangisan langit reda. Lama aku menunggu satu persatu dari mereka menghilang menuju rumah mereka, karyawan-karyawan perusahaan pun juga semakin sepi. Tinggal aku saja di diruang tunggu tersebut, pak satpam yang awal mulanya menemani pun kembali ke pos. Tak sadar aku tertidur hingga sore hari.
Tepat pukul 16:30 aku terbangun, kulihat awan masih gelap namun tangisan sang langit sudah mereda, mungkin sudah dapat permen kali langitnya. Segera aku ambil motorku dan langsung pulang tak lupa aku pamit ke pak satpam yang baik hati tersebut. Ku pacu cepat laju REVIA melewati gang-gang kecil, atau lebih kerennya jalan alternatif. Jalan alternatif ini memang ramai dilewati oleh para karyawan kawasan industri, namun sekarang tampak sepi. Jalan alternatif ini hanya terbuat dari bebatuan kecil dan tanah, membuatku menjalankan motorku perlahan-lahan.