Wild Love Episode 31
Mencuri tatapan
Aku sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi jika nama itu di sebutkan. Aku bersihkan sebersih-bersihnya dan ketika aku berbalik ke tempat lain aku sedikit melirik ke arah Bu Dian, kulihat Bu Dian akan melakukan hal itu lagi. Dengan cepat aku bergerak mendekatinya dan mencegahnya. Ku sandarkan lap pel itu dan aku pegang kedua sepatunya itu dengan kedua tanganku. Hingga kedua tanganku terinjak kakinya, dengan segera aku lepas sepatu di kakinya.
“Kaki Ibu sakit ya? Arya pijat”
ucapku dengan nada datar tanpa memandangnya sama sekali.
Entah darimana ide ini muncul yang jelas aku tidak mau dikerjai terus-terusan. Aku kemudian memijat-mijat ringan pada kakinya yang sebenarnya tidak terluka ataupun sakit. Sedikit aku melirik ke atas, wajahnya tampak sekali sumringah dan tidak ada penolakan.
“Eh…”
dia terkejut dengan pijatan-pijatan kecilku.
“Mbak Diah beruntung ya punya pacar kamu, baik dan tidak gampang jengkel walau dikerjai habis-habisan”
ucap Bu Dian tiba-tiba.
“Iya…”
ucapku datar.
“Kalau boleh tahu, ketemu dimana?”
ucap Bu Dian.
“Di rumah”
ucapku.
“Deket rumah ya, wah asyik dong kalau ngapel ndak perlu jauh-jauh. Apa dia benar pacarmu Ar?”
ucapnya dengan nada penasarannya.
“Setiap hari saya bisa ngapel kok Bu. Seandainya iya, ada yang salah? Dan seandainya tidak, kenapa Bu?”
ucapku.
“Eh.. tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja apa dia benar pacarmu atau tidak”
ucapnya, kemudian tatapan kami beradu.
“karena dia terlihat lebih tua darimu”
ucap Bu Dian.
“Kan Cinta tidak memandang usia”
ucapku dengan santai, dan aku kembali memijit kakinya.
“I… iya… 28 ya umurnya?”
ucap Bu Dian, mencoba menebak umur Ibu.
“Eh… muda banget ternyata Ibu dimata orang lain”
bathinku.
“Tidak tahu…”
ucapku yang kemudian memasangkan sepatunya kembali pada kakinya lalu bangkit.
“Sudah, kaki Ibu kalau sakit dipijitkan langsung saja tidak usah diinjak-injakan kelantai kasihan nanti yang membersihkan bu”
ucapku sambil memandang wajahnya yang menengadah memandangku. Ku angkat kakiku dan melangkah mengambil lap pel.
“Apa dia benar pacarmu Ar?”
ucap Bu Dian.
“Apakah pada saat ujian skripsi nanti, ada pertanyaan seperti itu bu? Seandainya dia bukan pacarku ataupun iya, itu juga tidak menguntungkan atau bahkan merugikan Ibu kan?”
ucapku sambil membalikan badan dan tersenyum kepadanya.
“eh… iya”
ucapnya sambil menunduk dan aku berjalan ke arah ruang OB.
“Tapi aku yakin dia bukan pacarmu… Ar”
ucap Bu Dian.
Membuatku sedikit kaget, tertegun dan berhenti lalu kembali melangkah menuju ruang OB. Aku masuk dan di dalam ruang OB tidak ada seorang pun. Lalu aku bersandar kemudian pada pintu tersebut hingga tubuh ini melorot jatuh ke bawah hingga kedua siku tanganku bertumpu pada lututku
“Kenapa kamu sangat peduli padaku bu? Tapi setelah malam itu sikapmu memperlihatkan aku bukan orang yang pantas kamu pedulikan”
bathinku.
Aku kemudian bangkit dan keluar dari ruangan tak kulihat lagi Bu Dian di tempat duduk itu. Kuangkat kakiku menuju ke atap gedung. Kurogoh sakuku dan kupandangi pemandangan kota dari atas gedung. Tampak semua bangunan terlihat sangat kecil dan mungil.
“Kamu itu harusnya jujur pada dirimu sendiri, bukannya malah bersikap aneh seperti itu!” u
cap tante asih dari belakangku, aku menoleh sebentar kemudian membuang pandanganku ke pemandangan itu lagi.
“Tante tahu kamu sukakan sama Dian?”
ucap Tante Asih.
“Jujurlah Ar, tidak ada salahnya”
ucap tante asih.
“Tante, dia terlalu tua untukku dan tentunya tante masih ingat kejadian yang menimpa om heri?”
ucapku.
“Iya aku masih ingat”
ucap tante Asih.
“Om heri sudah bertunangan dengan kekasihnya, dan tante tahu sendiri mereka harus berpisah karena ada lelaki lain yang menyatakan cintanya kepada kekasih om heri. Jika tante memaksaku, berarti tante senang dengan apa yang dialami oleh om heri”
ucapku.
“Beda, saaaaangat berbeda… Kekasihnya bukan wanita baik-baik, dan tante sudah tahu itu, tante pernah mengingatkan om kamu namun dia tetap bersikeras, ketika itu semua terjadi, tante dan keluarga cukup senang walau kami semua tahu Om kamu merasakan patah hati yang mendalam. Tapi lihat sisi baiknya, dia kemudian tahu siapa kekasihnya dan mendapat istri yang lebih, lebih baik dari kekasihnya yang dulu. Dan perlu kamu ketahui, kekasihnya yang dulu itu pernah minta balikan lho, tapi om heri tidak mau karena istrinya lebih dari mantannya itu”
ucap tante Asih.
“Kasus Dian berbeda, di dalam hatinya…”
ucap tante asih terpotong.
“di dalam hatinya apa tante?”
ucapku penasaran.
“ehem…”
tante tersenyum kepadaku.
“di dalam hatinya ada cinta yang hanya bisa di temukan oleh orang yang benar-benar dia harapkan”
ucap tante asih seakan-akan mengalihkan kata-katanya.
“Semua juga tahu itu tante, dan orang itu adalah pak felix. Arya tidak perlu ikut campur urusan mereka merusak hubungan dengan orang lain adalah salah”
lanjutku.
“Eh…”
tante terkejut dengan ucapanku.
“Terserah kamu Ar, tapi yang jelas, cinta itu tidak bisa dipaksakan dan harus jujur, cinta harus mencari wadah yang sesuai”
ucap tante, aku hanya memandangnya dan kembali memandang pemandangan itu lagi.
“Erghhh… Ibu? Ah kenapa aku teringat Ibu, cinta kita, wadah kita? Aaargghhhhhh… tidak sesuai tapi untuk saat ini aku tidak ingin pergi dari Ibu. Bu Dian? Bodoh Ah!”
bathinku.
“Bagaimana semalam? Apakah dian terlihat sangat cemburu ketika Ibu kamu mengaku pacar kamu”
ucapnya.
“Heeeh… ternyata itu taktik Ibu dan tante? Ndak tahu tan”
ucapku.
“Kalau dari penuturan Ibu kamu, Dian tampaknya sangat cemburu”
ucapnya.
“kenapa harus cemburu, lha wong dia sudah punya pak felix”
ucapku santai.
“AAAAAAAAAAAAAAAAUUUWWWWW!”
teriakku karena mendapat cubitan dari ante.
“DASAR LELAKI EGOIS! TIDAK PEKA! tante mau turun lagi huh”
ucap tante judes meninggalkan aku.
“Eh tan. Kabar ilman, paijo dan lucas, gimana?”
ucapku menghentikan langkahnya. Tante kemudian berbalik memandangku.
“Banyak tulang yang patah dan dapat dipastikan dia tidak akan bisa bergerak senormal mungkin seperti sekarang ini, polisi akan menahan mereka setelah keluar dari RS karena ada beberapa kasus kekerasan yang melibatkan mereka bertiga”
ucap tante.
“Lho memangnya mereka satu komplotan? Setahuku hanya ilman dan paijo yang satu hati”
ucapku.
“Dari penuturan polisi, mereka itu komplotan dan sudah melakukan beberapa kejahatan, lha kalian itu koplak masa ndak tahu mengenai ini?”
ucap tante.
“Yeee… kita kan udah berhenti ugal-ugalan didaerah, kan pada sibuk sama kesibukan masing-masing, ditambah lagi satpam dari rumah sakit selalu mengawasi kita semua”
ucapku.
“ya iyalah, kalau kalian tidak tante awasi bisa-bisa kalian tambah urakan, ya sudah tante turun”
ucap tante yang kini menghilang dari pandanganku.
Pertanyaan aneh
Ilman dan paijo serta lucas, aku tidak pernah tahu mengenai sepak terjang mereka. Bu Dian? Memang benar apa kata tante mengenai wajah cemburu Bu Dian. Apalagi tadi selama kami mengobrol Bu Dian selalu menanyakan tentang pacarku yang tidak lain adalah Ibu. Memang aneh ketika seorang wanita yang sudah di lamar menanyakan hubungan lelaki lain dengan pacarnya. Apa aku memang kurang peka? Tapi aku tidak mungkin mengungkapkan apa yang seharusnya aku ungkapkan, bisa perang dunia ke 3, ditambah lagi pak felix kenal baik dengan Om Heri. Bodoh Ah! Pulang.
Ketika aku berada di tempat parkir, tepatnya di dalam tempat parkir. Aku berjalan seorang diri menuju motorku. Aku sedikit terhenyak dan berdiam diri sejenak manakala di samping motorku, duduk dan bersandar seorang wanita, Bu Dian. Dia hanya tersenyum kepadaku, kedua tangannya memegang helm SNI. Kulanjutkan langkahku ke arah motorku, mau bagaimana lagi, seandainya aku menghindar pun juga tidak bisa. Ketika aku sudah berada tepat di samping motorku.
Selalu dukung kami hanya di Royal Win Indonesia Entertainment, Jika kalian semua tertarik dengan slot online. kalian dapat mengclick tautan di bawah ini