Wild Love Episode 31
Penuh Nafsu
Pelan aku menggoyang dengan kedua tangan ini memegang pada pinggang Ibu kadang kedua tanganku meremas bongkahan indah pantat Ibu. Aku terus menggoyangnya pelan tapi perasaan kalut dalam diriku membuat aku semakin bernafsu. Kemudian aku teringat akan semua kejadian itu, hatiku terasa sakit. Aku tidak ingin kehilangan wanita untuk kedua kalinya, aku tidak ingin kehilangan ibu.
“Ibu, aku menyayangimu arghhhh…. aku ingin selalu bermasamh Ibu owghhh…. aku ingin slalu bersamamu bu…”
racauku dengan terus menggoyang semakin cepat pinggulku, kupeluk Ibu dan denga erat dan terus menggoyang pinggulku.
“Argh… nak… Ibu akan selaluh bersmamuwh owghh… emmmmmhhh…. luapkan emosimuwh… Masukan lebih dalamhhh owghhh… kontol hebathhh erghhhh…. terusssshhhh…”
racau Ibu.
“Aku arghhhh aku mau Ibu… selalu bersamamuwh owgh…. aku suka ibu owghhhh… kontolkuwh enakhhh di dalam ahhh tempikh ibu owghhh… arghhh… ibu aku ingin Ibu selaluwhhhhh arghhhhhhhhhh”
racauku.
“ahhhhhhhhhhhhhhhhh….”
desah keras Ibu.
Crooot crooooot crooot crooot croooooot crooot croooooot crooooot crooot
Kurasakan cairan hangat Ibu bersatu dengan cairan hangat dari dedek arya. Kupeluk manja Ibu dengan sangat erat. Air mataku meleleh di pipiku. Ibu kemudian melepaskan diri dari pelukanku, membalikan badan dan duduk dihadapanku, di peluknya aku sangat erat.
“Sudah, ndak perlu nangis gitu to”
ucap Ibu.
“pokoknya Arya sama Ibu terus saja…”
ucapku.
“Iya… iya, Ibu bersihkan dulu dedek arya kamu ini”
ucap Ibu, kepalanya kemudian turun kebawah mengulum dan menjilati dedek arya dengan lembut. Terasa hangat dan lembut, mulut dan lidah Ibu.
“Bu,erghhhh… aku pengen peluk Ibu mmmmmhhh”
ucapku. Ibu kemudian bangkit dan memandangku, membuka luas kedua tangannya. Kupeluk dengan lembut tubuhnya.
“Dengan Ibu aku tidak pernah merasakan pedih”
ucapku.
“Karena aku Ibumu. Sudah, kamu jangan khawatir dengan Ibu”
ucapnya lembut.
Ibu kemudian membasuh semua tubuhku, di guyurnya tubuhku dengan air. Aku dan Ibu mandi bersama, teringat masa kecilku ketika itu. Sentuhan-sentuhan halus dan hangat pada tubuhku menghilangkan dinginnya air yang membasahi tubuhku. Selesai mandi aku kemudian makan bersama Ibu, benar-benar suasana romantis, terkadang aku sudah tidak dapat membedakan dia Ibuku atau pacarku.
Didepan televisi, setelah kami makan bersama, aku hanya termangu melihat layar hitam televisi Casino De Granny yang tidak menampakan gambar. Ibu kemudian membawakan aku teh hangat dan duduk disebelahku. Disandarkannya kepala Ibu di bahu kiriku.
“semakin bertambah umur seseorang akan semakin tua dan semakin dewasa dirinya, pahit manisnya kehidupan akan berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Semua yang kamu alami adalah sebuah awal pendewasaan kamu nak, tak ada cinta yang tidak membawa sakit hati, karena semua cinta pasti membawa sedikit benih rasa sakit agar kamu tahu makna cinta yang sebenarnya”
ucap Ibu.
“Apa harus sakit dahulu agar mengerti cinta?”
ucapku.
“orang yang pernah merasakan sakit pasti bisa lebih menata hatinya”
ucap Ibu. Ibu kemudian bangkit dan memegang kepalaku dipandangnya kedua mataku.
“Kamu mencintai Ibu dan Ibu juga mencintai kamu nak, tapi hubungan ini tidak dapat berlangsung lama, Ibu sudah pernah mengatakannya kepadamu dan kamu tahu bahwa ini harus berakhir”
ucap Ibu.
“Hmmm…”
gumamku yang tak bisa melanjutkan kata-kata, kupandangi senyuman Ibu yang dilemparnya kearahku. Kusatukan keningku dengan kening Ibu.
“Kita akan kembali ke tatanan seharusnya bu, tapi bukan dalam waktu sekarang dan Arya harap Ibu tidak membahas ini lagi sebelum waktu itu semakin dekat. Ibu boleh memberiku nasehat tapi bukan yang berkaitan dengan kita berdua, Arya ingin semuanya sesuai dengan waktu yang akan datang tersebut”
ucapku. Ibu memandangku dengan tatapan mata yang teduh.
“nak, Ibu akan selalu mencintaimu, hingga ada waktu yang tepat untuk kembali menjadi seperti dulu lagi dan kamu harus berjanji untuk tetap melindungi Ibu”
ucap Ibu.
“Arya janji”
ucapku. Kami kemudian berciuman mesra, saling melumat dan menyedot bibir masing-masing.
“Bu, Arya masih bisa bobo sama Ibu kan?”
ucapku cengengesan.
“ini anak iiiiiiiiiiiiiiih nakal amat, ntar malam kalau dia belum pulang”
ucap Ibu dengan nada bercanda sambil membetet hidungku.
“Ibu tidak ingin kamu kehilangan masa mudamu seperti Ibu, maka Ibu akan tetap bersamamu sampai ada seorang wanita mau menggantikan posisi ibu… As your lover”
ucap Ibu lembut.
“And i will let you go, till that girl come to you…”
ucapku mengiyakan. Dalam hening kami berpelukan, kurasakan lembut wangi tubuhnya dalam dekapanku.
“Kamu ndak jenguk pak felix?”
ucap Ibu. Selepas kami berpelukan.
“Ndak, males…”
ucapku.
“Dian ya?”
ucap Ibu yang tahu alasan kenapa aku malas menjenguk pak felix.
“tuh sudah tahu”
ucapku.
“Ya ndak gitu to ya, katanya dulu pengen jadi ksatria pelindung, masa ksatria gampang sakit hati?”
ucap Ibu.
“Yang namanya ksatria, harus punya hati yang kuat dan lapang, okay?”
ucap Ibu, aku hanya tersenyum aku kemudian bangkit dan ke kamar untuk berganti pakaian. Segera aku sambar perlengkapan tempurku. Segera aku turun dan pamit dengan Ibu.
“Ingat, wanita itu inginnya dimengerti kalau kamu tidak menginginkan wanita itu ya tidak usah kamu mengerti keinginannya, tapi kalau kamu menginginkan dia kamu harus mencoba mengerti keinginannya dan bersikaplah sewajarnya jangan terlalu dingin sama wanita, okay?”
ucap Ibu sembari memberikan ciuman hangat pada bibirku kubalas ciumannya, lalu Ibu memberikan aku buah tangan untuk pak felix dan segera aku berangkat menuju rumah sakit.
Motor roda tiga
Laju motor REVIA bergerak dengan sangat cepat, gas kutarik hingga maksimal. Saking cepatnya sebuah motor SATRIYA dapat menyalipku dengan sangat mudah bahkan motor TOSYA roda tiga pun dapat dengan mudah melewatiku. Dan sampailah aku di depan sebuah RS terkenal di daerahku. Aku berhenti untuk menunggu sebuah keajaiban seperti halnya motor yang didepanku tadi.
“Mas, cepetan! Woi panas ini! malah berhenti”
ucap seseorang pengendara di belakangku.
“Bentar pak, ini palangnya ndak mau naik”
ucapku santai.
“Lha ****** banget to mas, itu tombol ijo-nya dipencet mas, sampai kucing bertelur ndak bakalan mbuka mas kalau ndak dipencet!”
teriak pengendara itu lagi.
“Ndak tahu pak, maklum wong ndeso”
ucapku, segera ku pencet tombol hijau itu dan terbukalah palang pintu parkir. Segera aku parkir motorku di tempat yang teduh agar kulit revia tetap kinclong dan mempesona.
“Mas!”
ucap seseorang di belakangku sambil menepuk bahuku, dan ternyata itu adalah pengendara yang tadi dibelakangku.
“Ada apa ya pak?”
ucapku.
“Ini karcisnya tadi ndak kamu ambil, gimana to mas-nya itu, ndeso-ndeso mas tapi jangan malu-maluin”
ucap bapaknya sambil menyerahkan karcis itu, akupun berterima kasih kepada bapaknya walau sedikit ada rasa malu.
“Sialan! Untung ndak ada orang coba kalau di sini banyak orang bisa-bisa jadi bahan tertawaan, itu juga mau masuk parkir saja ada mesin yang otomatis segala”
ucapku.
kalau diingat-ingat sewaktu aku ke gramedia dan bertemu budhe waktu itu ada tukang parkirnya di dalam box. Dasar aku-nya saja yang ndeso mungkin. Segera aku berjalan ke arah pintu masuk utama rumah sakit dan kutanyakan kepada bagian administrasi mengenai pasien bernama Felix yang masuk tadi malam.
“Ruang Hati nomor C-1-N-7-4”
ucap mbaknya yang jaga.
“kok aneh”
bathinku.
“Ini dimana ya mbak, ada petunjuknya”
ucapku kepada mbaknya yang memakai kerudung putih dengan senyum yang manis.
“Petunjuknya di hati saya mas, mas-nya ke hati saya saja bagaimana?”
ucap mbaknya. Glodak, sial ternyata aku kena gombal.
“Waduh…”
ucapku sambil tepuk jidat mbaknya hanya tersenyum.
“ruang lavender mas nomor…. nomor mas berapa?”
ucap mbaknya lagi.
“nomor apa mbak? Kalau nomor pacar saya, saya punya mbak, gimana?”
ucapku, seketika wajah mbaknya sedikit cemberut ke arahku. Walau secara de jure aku memang tidak mempunyai pacar tapi secara de facto aku punya pacar, Ibu.
“nomor 69 mas, tuh ada petunjuknya”
ucap mbaknya jadi ketus. Langsung aku sodorkan tanganku ke arah mbaknya.
“Arya, Arya Mahesa Wicaksono, maaf jika membuat mbak marah, hanya saja saya bukan tipe orang yang suka bohong, tapi saya suka ketika mempunyai banyak teman atau sahabat”
ucapku dengan senyuman, disambutnya tanganku dengan lembut.
“Erlina, Erlina Eka Pangestuti, memang kelihatannya mas lebih cocok jadi sahabat daripada pacar ehem”
ucapnya dengan senyum, ditariknya tanganku dan ditulisnya sebuah angka dan huruf di telapak tanganku.
“Invite ya mas”
ucapnya.
“Mbak, aku invite tapi janji dulu…”
ucapku.
“janji apa mas?”
tanyanya.
“sahabat selamanya, okay? No Love”
ucapku dengan santai.
“Okay, bestfriend with no love”
ucapnya.
Aku kemudian beranjak dari tempat itu, sambil berjalan aku menginvite erlina di BBM-ku. Sial kenapa juga aku harus memperkenalkan diriku kepada erlin, arghhh masa bodoh yang penting aku sudah bilang sama dia kalau aku hanya ingin jadi sahabatnya. Tapi aneh juga ya kenapa dia tiba-tiba ngegombal ke aku? Ah masa bodoh! Ku ikuti petunjuk arah keruang lavender, mungkin karena ndesonya aku jadi aku tidak memanfaatkan lift yang tersedia, hanya mengikuti petunjuk ke kanan ke kiri naik tangga dan lain sebagainya. Terdengan sebuah bunyi pukulan pada sematponku, kubuka. Erlina. Sambil berjalan mengikuti petunjuk arah, aku memainkan Royalwin sematponku.
From : Erlina
PING!
To : Erlina
Ya mbak
From : Erlina
Cuma ngecek beneran kamu ndak yang invite aku
To : Erlina
Fotonya dilihat tuh mbak, foto siapa, masa aku bohong
From : Erlina
Hi hi… iya dech percaya
To : Erlina
Hadeeeeh…
From : Erlina
Met jalan-jalan muter-muter ya
To : Erlina
Owh aku dikerjai nich ceritanya?
From : Erlina
Salah sendiri ndak pake lift he he he
To : Erlina
Awas kalau ketemu
From : Erlina
Hi hi…
Braaakkkkk…..
“Aaaa…..”
teriak seorang wanita memakai jas putih yang hampir terjatuh.