Wild Love Episode 30
Tingkah yang membuat kami terbahak-bahak
Kami yang melihatnya merasa mau muntah walau secara penampilan dira memang sudah sama persis dengan seorang cewek tapi kami semua tahu asal muasal Dira. Kadang tingkah mereka berdua membuat kami terbahak-bahak dan mau muntah tapi dua insan itu seakan tidak peduli dengan keberadaan kami.
“Eh… kenapa kalian? Iri ya?”
ucap Dira.
“Babar blas ora su! (sama sekali tidak njing!)”
ucap Aris.
“Kalau iri bilang saja, preman takut sama tante asih hih weeek”
ucap dira yang langsung terdiam dan memasukan kepalanya ke dalam pelukan eko.
Jelas saja, tatapan mata tante asih sangat tajam ke arah kami. ya, kita memang takut dengan tante asih, karena dialah yang selalu mengobati kami dan juga yang memberi hukuman kami menyapu halaman, entah halaman siapa saja yang sudah kami bersihkan karena ulah kami.
“Sebenarnya kamu pacarnya Arya atau hanya seorang teman?”
tanya tante pelan kepada Bu Dian. Bu Dian diam tak bisa menjawab pertanyaan itu, aku juga tidak begitu mempedulikan jawab Bu Dian.
“Ya Sudah, tak perlu dijawab mbak. Aku tantenya Arya, dari adik kakeknya, jadi kamu tidak perlu grogi, Arya dan teman-temannya memang suka berkelahi sejak SMA. Tante selalu dibuat pusing mereka karena tante satu-satunya keluarga Arya yang bekerja di kesehatan yang dekat dengan Arya. Adik tante sebenarnya dokter tapi dia dinasnya diluar kota”
ucap Tante. Aku hanya mendengarkan cerita tante.
“Arya ini sejak kecil paling dimanja oleh pakdhe, om serta tante-tantenya karena dia cucu pertama. Nakalnya minta ampun”
jelas tante.
“Argh… tante masa cerita-cerita seperti itu ke dosenku”
ucapku.
“Mungkin saja Dosen kamu itu perlu tahu keluarga kamu, Ar”
ucap tante.
“Eh… e… e…”
ucap Bu Dian.
“Kok grogi? Sudah dibilang santai saja dengan tante, okay?”
ucap tante.
Sejenak kemudian kami mulai saling melempar canda, gurau, dan juga banyolan. Kami bisa tertawa dalam suasana apapun, sekalipun dalam suasana genting. Ya itulah kami KOPLAK. Akhirnya kami memutuskan pulang, tampak eko dan dira masih berpacaran layaknya suami istri.
“biar aku yang antar kamu ar”
ucap Bu Dian pelan ke arahku.
“Sudah, Ibu ke RS saja jenguk pak felix”
ucapku datar.
“pokonya aku yang mengantarkan kamu!”
ucapnya sedikit membentak dan memaksa.
Semua orang di dalam cafe terkejut dengan ucapan Bu Dian tak terkecuali tante asih. Tante asih tidak berkomentar apa-apa, tatapan matanya menjadi sangat teduh ke arah Bu Dian.
“Sudah Ar, nanti motor kamu aku yang bawa saja dan aku titipkan dirumah wongso”
ucap tugiyo. Tampak wajah Bu Dian kembali sumringah. Kau sudah tidak bisa berkutik lagi.
Tante kemudian pulang terlebih dahulu dengan menggunakan ambulan. Satu persatu dari kami pulang, aku kemudian membuka pintu belakang mobil Bu Dian dan duduk di belakang. Bu Dian yang sudah berada di depan, menengok ke belakang.
“Ar, kamu duduk di depan saja, ndak papa kok”
ucap Bu Dian.
“Dibelakang saja Bu”
ucapku. Sedikit kekecewaan dari raut wajahnya, kemudian mobil berjalan menuju ke alamat rumahku. Selama perjalan keheningan disekitar kami, aku hanya melihat keluar kaca jendela mobil.
“Ar…”
ucap Bu Dian.
“Hm…”
ucapku.
“maafkan aku…”
ucapnya.
“Ibu tidak salah..”
ucapku.
“Terima kasih untuk malam ini…”
ucapnya.
“sama-sama..”
ucapku.
“Ar, kejadian malam itu, aku…”
ucapnya.
“maaf bu, aku ingin istirahat bu, saya mohon agar saya bisa rehat sejenak”
ucapku mencoba menghindari percakapan dengannya.
“Eh… maaf.. istirahatlah”
ucapnya.
“Terima kasih”
ucapku.
Lelah yang menyelimuti
Keheningan kembali datang di antara kami, kulihat pohon-pohon itu berjalan mundur meninggalkan kami. Tiang-tiang lampu jalan juga menjauhi kami seakan-akan mereka bergerak mundur menjauhi kami.
Sesekali aku melirik di kaca tengah mobil, kulihat Bu Dian selalu menyempatkan menatapku dan kadang tatapan kami bertemu di kaca itu. Dia tersenyum kearahku namun aku menanggapinya dengan dingin dan tak ada senyum di bibirku. Lelah menyelimutiku dan kadang membuatku terkantuk-kantuk. Malam semakin gelap, kulihat jam digital di mobil menunjukan pukul 23:30. Akhirya sampailah aku didepan rumahku, didepan sana ada seorang wanita dengan kaos hitam longgar tanpa belahan dada, kaos itu menutupi hingga sikunya. Celana krem sedikit ketat menutupi hingga dibawah lututnya, Ibuku.
“Terima kasih Bu..”
ucapku.
“Sama-sama…”
ucap Bu Dian. Kemudian Bu Dian turun dan berlari kearah pintu mobil yang aku buka. Ketika berpapasan dengan Ibu, Bu Dian melempar senyum. Ibu dan Bu Dian kemudian membantuku keluar dari mobil.
“Sayang, kamu tidak apa-apa? Apa yang sakit?”
ucap Ibu dengan nada sok ABG, ya memang dari caranya berdandan Ibu tampak lebih muda 10 tahu dari usianya, tampak lebih muda lho.
“Ah… I…”
ucapku terpotong karena tangan Ibu yang bergaya membasuh mulutku padahal tidak ada kotoran di mulutku.
“Sudah jangan banyak bicara, tadi Ibu kamu telepon katanya kamu berkelahi, jadi aku langsung kerumah kamu sayang, aku kan khawatir, aku tidak bisa tidur kalau kamu kenapa-napa sayang. Oia Ibu kamu sudah tidur capek nunggu kamu, Ayah kamu sedang keluar dinas”
ucap ibu.
“Eh…”
aku kaget dengan sikap Ibu, kulirik bu Dian nampak sedikit terkejut dan bingung.
“Terus dia siapa sayang? Kamu kok jahat sekali jalan bareng cewek lain”
ucap Ibu dengan wajah cemberut dengan memukul pelan lenganku. Jujur aku jadi bingung, ada apa dengan Ibu? Apa dia ingin rahasianya denganku terbongkar?
“maaf, mm..mbak siapanya ar.. arya?”
ucap Bu Dian dengan wajah sedikit kebingungan, apalagi aku malah tambah bingung kenapa Bu Dian memanggil Ibu dengan sebutan mbak? Ibu kemudian mengulurkan tangannya yang kemudian di raih oleh Bu Dian.
“Diah, Pacarnya Arya, dan kamu jangan sekali kali merebut arya dariku ya. kami baru jadian 1 minggu ini”
ucap Ibu dengan wajah judesnya. Kaget setengah mati ketika Ibu mengatakan hal itu. Kulirik Bu Dian, raut wajahnya penuh dengan kekecewaan.
“Saya dian, sa… sa… saya Dosennya…”
ucapnya pelan sambil menunduk dan disaat Bu Dian menundukan kepalanya Ibu mengerlingkan matanya ke arahku.
“Saya mohon maaf mbak, ini semua terjadi karena Arya mencoba menyelamatkan aku”
ucap Bu Dian.
“Owh ya sudah ndak papa, pacarku ini memang baik hati kok, aku sangaaaaaaaaaaaat beruntung mendapatkannya”
ucap ibu.
“Iya, mbak sangat beruntung… beruntung sekali…”
ucap Bu Dian yang nada suaranya menjadi sangat pelan.
“emm… kalau begitu saya pulang dulu mbak. dan Arya, maaf telah melibatkanmu dan terima kasih telah menolongku untuk kedua kalinya”
ucap Bu Dian dari matanya terlihat mencoba sedikit untuk tegar.
“lho kedua kalinya? Emang kamu pernah nolong dia sebelumnya sayang?”
ucap Ibu.
“Pernah waktu itu”
ucapku.
“Oooo… jadi dulu sayang pernah jalan bareng sama Dian, sayang jahat dech nggak cerita sama aku”
ucap Ibuku manja dengan wajah cemberutnya dan lagak ABG-nya.
“eh.. ya nanti aku ceritakan”
ucapku.
“eh… begini mbak waktu itu kita cuma merayakan keberhasilan karya ilmiah kita kok”
ucap Bu Dian.
“Oooo….”
ucap Ibu dengan manja dan tatapan yang dibuat-buat seakan-akan dia cemburu pada Bu Dian.
“mmm… selamat ya Ar, punya pacar seperti mbak Diah, cantik ehem…”
ucap Bu Dian dengan senyumannya, mengulurkan tangannya menyalami kami berdua, aku dan Ibu kemudian menyalaminya. Kemudian Bu Dian masuk kedalam mobilnya.
“mari mbak…”
ucap Bu Dian.
“iya hati-hati dian”
ucap Ibu mengantarkan kepergian Bu Dian. Entah apa yang akan dirasakan Bu Dian saat ini. sesaat kemudian mobil Bu Dian menghilang diujung jalan sana.
“KAMU ITU JANGAN BERKELAHI MASIH SAJA BERKELAHI!”
bentak Ibu sambil mencubitku.
“Aduh… aduh Ibu… sakit…”
ucapku. Tapi kemudian Ibu mengecup pipiku.
“Kamu tahu?”
ucap Ibu sembari memapahku masuk kedalam rumah.
“Apa?”
ucap Ibu.
“Dia suka sama kamu”
ucap Ibu.
“Sok Tahu kamu, cinta”
ucapku.
“Ibu adalah wanita dan begitu juga dia, Ibu bisa merasakan kekecewaannya ketika Ibu bilang Ibu pacar kamu”
ucap Ibu.
“Eh… bodoh ah…”
ucapku.
“Tapi ngomong-ngomong, Ibu memang masih muda ya?”
ucap Ibu.
“Kok Bisa bu?”
ucapku.
“Lha nyatanya, Dian percaya saja kalau Ibu ini pacarmu”
ucap Ibu.
“memang Ibu masih muda, kan Ibu pacarku”
ucapku sambil aku mengecup bibirnya.
“Ayah dirumah?”
ucapku.
“Dinas pengen ya?”
ucap Ibu. Aku hanya mengangguk.
“Istirahat dulu nanti Ibu temani, besok masih panjang waktunya”
ucap Ibu.
“kok Ibu tadi berlagak sebagai pacar Arya didepan bu Dian?”
ucap ku.
“Tante Asih telepon Ibu, dan dia menceritakan kepada Ibu semua, jadi ya Ibu akting saja. Dah lekas istirahat”
ucap Ibu.