Wild Love Episode 30
Sudut pandang orang ketiga
Polisi berdatangan mereka mendapat laporan dari pengunjung yang di usir oleh para berandalan ini. Beberapa polisi kemudian meminta keterangan kepada pihak cafe, terutama eko. Beberapa polisi yang lain memasukan satu persatu berandalan itu dalam mobil tahanan, khusus untuk berandalan yang masih bisa berdiri. Berandalah-berandalan yang sudah tak berdaya, akhirnya di panggilkan ambulan terutama lucas, paijo dan ilman begitu pula felix.
“Sayang kamu bawa mobil kamu saja, nanti susul aku, aku tidak apa”
ucap felix.
“tapi bagaimana dengan kamu?”
ucap Dian.
“Aku tidak apa-apa, sudah tenang saja”
ucap felix.
“Ibu, bernama Bu Dian?”
ucap seorang polisi.
“Iya, pak”
ucap Dian. Kemudian terjadi interogasi kepada Dian.
“baiklah jika nanti kami membutuhkan Ibu sebagai saksi, Ibu Dian siap?”
ucap polisi itu.
“ya saya siap”
ucap Dian. Setelah semuanya dimintai keterangan, polisi-polisi itu mulai pergi satu-persatu, terkecuali satu mobil ambulan.
“Arya…”
ucap seorang perawat wanita yang keluar dari mobil ambulan tersebut yang melihat sebuah motor yang dikenalinya.
“Kamu disini dulu saja dik, saya mau kedalam cafe, tidak usah kemana-mana, nanti saya akan tanggung jawab ke atasan”
ucap wanita tersebut sambil membawa perlengkapan medic-nya.
Dian, kemudian menghampiri Sudira dan Eko, kemudian perawat tersebut juga menghampirinya. Di obatinya luka dira oleh perawat tersebut. Dira hanya diam dan sedikit ketakutan dengan wajah wanita yang sedang merawatnya itu. Tak berani dia mengaduh ketika cairan alkohol menyentuh lukanya.
“Kamu itu ndak berubah-ubah!”
ucap wanita tersebut.
“tante cantik maafin dira gih”
ucap dira.
“sudah ayo masuk, ada yang harus tante selesaikan di dalam”
ucap wanita tersebut.
“eh tante jangan marah-marah dunkz”
ucap dira yang langsung terdiam ketika pandangan tajam layaknya elang yang akan menyambar mangsanya tertuju padanya.
Dira langsung merunduk dan tak berani berbuat apa-apa. Kemudian dipapahnya sudira yang mendapatkan luka pada tubuhnya oleh perawat tersebut dan juga eko ke dalam cafe di ikuti Dian. Hingga di dalam cafe.
“ARYAAAAA! KELUAR! ATAU MENYAPU HALAMAN!”
teriak wanita tersebut dengan kedua tangan berpinggang. Wanita cantik keturunan jepang itu membuat Dian kaget karena wanita itu tahu tentang seorang lelaki yang dikenalnya, Arya.
POV ARYA
Aku yang sedari tadi bersembunyi di bagian dalam cafe, sangat terkejut dengan teriakan tersebut. Teriakan hukuman ketika aku masih kecil, ini adalah suara yang aku kenal. Dengan perlahan aku keluar dari persembunyianku.
“TANTE?!”
ucapku kaget.
Kamu itu ya sudah dibilang jangan berkelahi lagi masih saja berkelahi, kamu juga wongso, kalian juga, erghhhh….”
ucap tanteku,
tante Asih, tante Asih adalah seorang kepala perawat di rumah sakit terkenal di daerah kami karena prestasinya yang cemerlang. Dia adalah anak dari adik kakekku, intinya dia adalah sepupu Ibuku. tante asih mendekat kearahku, cubitan pada tanganku yang tidak terluka beberapa kali aku dapatkan.
“DASAR ANAK NAKAL! SUDAH DIBILANG BERAPA KALI?!”
Bentak tante asih yang masih saja mencubitku.
“ampun tante… ampun… ampuuuuun”
ucapku dengan darah yang mengering di kepalaku.
“MASSS!”
teriak asmi tiba-tiba, yang dibelakangnya diikuti pacar-pacar sahabat-sahabatku.
Mereka satu persatu memberi hukuman kepada pacarnya masing-masing, aku hanya tersenyum iri kepada mereka. Walau begitu, mereka tidak bisa menahan tangisnya. Bagaimana ya kalau saja ada seorang cewek yang menangisi aku setelah berkelahi seperti ini?
“sudah dibilang jangan berkelahi lagi, kamu itu lho”
ucap asmi.
“lihat sendiri kan aku ndak apa-apa”
ucap wongso santai.
“ndak papa gimana? Itu cat merah dikepala kamu”
ucap asmi sambil memeluk wongso.
“aduh duh duh duh… pelan-pelan sayang”
ucap wongso.
“dah mana tak obati dulu, kalian ndak usah kelihatanya kalian baik-baik saja”
ucap tante asih yang beranjak ke arah wongso dan mengobatinya.
“iya bulik, kita ndak papa, mereka berdua saja bulik yang sok jago”
ucap aris. Kulihat mereka malah berpacaran dihadapanku, sialan. Coba bayangkan perasaan kalian ketika sedang sakit dan tak ada pacar tapi malah melihat orang pacaran, sakit , sakit hiks hiks hiks he he he.
“kamu ndak papa Ar?”
ucap Bu Dian yang tanpa aku sadari ternyata duduk di sampingku.
“ndak papa…”
ucapku. Kemudian Bu Dian mengambil kapas yang dibasahi oleh sedikit alkohol. ketika tangan itu mencoba menyentuh keningku yang terluka, aku memundurkan kepalaku.
“ndak usah bu, biar tante asih saja, ibu pulang saja dulu ndak papa kok”
ucapku.
Tampak sekali wajah khawatir Bu Dian terhadapku tapi aku mengacuhkannya. Di remasnya kapas itu dengan sedikit menahan tangis, tampak sekali matanya berkaca-kaca ketika aku sedikit meliriknya. Bodoh ah!.
“Ar, biarkan aku membasuh lukamu ar, aku mohon…”
ucap Bu Dian.
“Bu, biar tante asih saja, Ibu tidak usah repot, okay?”
ucapku yang tersenyum ke arahnya. Wajahnya tampak bertambah kecewa dengan sikapku, kaca-kaca di matanya bertambah tebal.
“Dah, sekarang giliran si bandel ini”
ucap tante asih yang berjalan kearahku.
“iya itu bulik buandele minta ampun”
ucap anton.
“Kamu juga sama saja! Kalian juga! Bandel semua!”
bentak tante asih, membuat mereka semua bersembunyi di balik tubuh pacarnya masing-masing.
“Harus dihukum kalian semua!”
bentak bulik.
“jangan bulik kasihan”
ucap asmi pacar wongso, yang kemudian diikuti beberapa pembelaan dari pacar mereka masing. Bulik hanya mendengus kesal dan berjalan ke arahku.
“Lha kamu siapanya arya? Kok dari tadi nempel arya terus?”
ucap tante asih.
“teman dekatnya tan…”
ucap Bu Dian.
“Dosenku Bu…”
ucapku dengan senyum.
“ini yang benar apa? Teman dekat atau dosen?”
ucap tante asih.
“Doseeeeeeeeen buliiiiik”
ucap sahabat-sahabatku dengan serempak, seakan-akan tahu isi hatiku. Kulirik Bu Dian tampak terdiam dan kaget, wajahnya sedikit tertunduk air matanya tampak menetes di tangannya yang menggenggam di atas pahanya.
“Mau dosen mau pacar mau teman dekat, kamu bantu tante membersihkan luka Arya”
ucap tante.
“Eh…”
ucapku.
“Ah… iya tan…”
ucap Bu Dian, yang kemudian wajahnya berubah sumringah. Diusapnya sedikit air mata itu dengan tangannya. Dengan perlahan dibersikannya luka-lukaku dengan perlahan dan hati-hati.
“Aduh duh…”
rintihku.
“eh maaf maaf… sakit?”
ucap Bu Dian yang nampaknya sedih ketika aku mengaduh.
“eh pelan-pelan bu”
ucapku.
“i… i… iya..”
ucap Bu Dian dengan wajah sumringahnya. Entah kenapa dia jadi tambah senang ketika membasuh lukaku. Dengan bantuan tante lukaku kemudian di obati olehnya.
“sebentar…”
ucap tante, yang kemudian berjalan keluar dan menelepon seseorang sambil memandangku dan menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian dia kembali duduk disampingku.
“dah kamu rebahan dulu…”
ucap tante.
“rebahan disini saja ar”
ucap bu dian menawarkan pahanya.
“tidak di tante saja”
jawabku dan membuat kecewa bu dian. Aku kemudian rebah di paha tante.
“dasar anak manja!”
ucap tante.
“biarin kali, kan enak dimanja”
ucapku cengengesan.
“aku pijit ar”
ucap Bu dian.
“ndak usah bu, ndak papa kok aku”
jawabku menolak.
“kamu itu bagaimana jarang-jarang ada dosen mau memijiti mahasiswanya, kamu itu aneh”
ucap tante asih.
“aku sering lihat kok tan, jadi ya ndak perlu dipijit tan”
ucapku.
“heh,Dimana?”
ucap tante.
“Dirumah tante asih, kalau om lagi mijiti kaki tante, itu kan dosen yang mijit MANTAN mahasiswinya yang sudah jadi istrinya”
ucapku.
“dasar!”
ucap tante asih. Tiba-tiba perhatian kami semua tertuju pada pasagan yang sangat romantis.
“Dira sayang, koko akan menjadi pejantan kamu dan akan melindungi kamu, kamu jangan berkelahi lagi ya sayang”
ucap eko.
“Ich koko romantis dech dira jadi tambah sayang sama koko, sini dira cium dulu”
ucap dira yang tertutup taplak meja pada bagian tubuhnya.