Wild Love Episode 30
Wild Love (Episode 30)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 30 Di sebuah cafe di mana merupakan tempat makan malamku pertama kali dengan wanita yang pernah masuk kedalam hatiku, Bu Dian. Di sinilah tempat di mana aku bertemu dengan beberapa sahabatku pentholan Geng Koplak. Dan di sini pulalah kemungkinan hari terakhirku. Dua orang yag dulu selalu membuat Onar di sekolahan kami, yang dulu aku hajar habis-habisan sekarang ada di depanku, ilman dan paijo. Ilman berda di depanku dan paijo berada di depan wongso, mereka memegang dua buah botol yang sudah terangkat oleh kedua tanganya dan siap di hantam kan ke kepala kami. 99,9% jika dua botol itu terkena kepala kami berdua, nyawa kami pasti melayang.
“MATI KALIAN!”
ilman dan paijo masing-masing mengangkat dua buah botol yang akan di hantamkan di kepala kami.
“tidak… tidak aku tidak ingin mati disini!”
bathinku bergejolak.
“heghhhh….”
dengan sisa tenagaku aku menahan kedua pergelangan tangan ilman yang hendak menghantamkan botol itu kekepalaku. Begitu pula dengan wongso yang memegang tepat botol paijo.
Bugh…. aku dan wongso melancarkan tendangan tepat ke arah perut mereka berdua yang tanpa pertahanan sama sekali. Mereka berdua jatuh terjengkang, botol yang mereka pegang terlepas dari tangan mereka. Aku dan wongso hampir terjatuh setelah menendang mereka berdua, tapi dengan sigap aku dan wongso saling menopang tubuh sehingga aku dan wongso masih tetap dapat berdiri. Kemudian aku dan wongso kemudian memposisikan saling membelakangi. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tubuh yang lemah ini, aku tidak ingin mati jika aku belum menghajar mereka.
“Wong, kamu ingat film Shonan Junan Gumi?”
ucapku dibelakang wongso.
“masih saja kamu membicarakan hal yang tidak perlu. aku masih ingat”
ucap wongso.
“Kalau begitu kita mati-matian seperti onizuka dan ryuji, okay su?!”
ucapku dengan senyum sinisku.
“mati bersama leng!”
ucap wongso.
“Kamu tetap dibelakangku wong, aku maju kamu mundur, kamu maju aku mundur”
ucapku.
“Wani piro?”
ucap wongso.
“KOPLAAAAAAAAAAAAAAK!”
teriak kami berdua.
Aku kemudian maju melancarkan pukulan ke wajah orang yang berada di depanku, namun dapat di tangkisnya dengan kedua tanganya, wongso pun mundur melindungi bagian belakangku. Segera aku lancarkan tendangan ke arah perutnya hingga dia membungkuk, segera aku berikan lututku hingga dia terjengkang. Aku kemudian maju meraih kedua kaki orang tersebut dan kuhimpit pada pinggangku dengan kedua tanganku.
“Wong kananku!”
teriakku. Dengan segera wongso melancarkan tendangan menyodoknya ke arah kananku dengan kaki kirinya.
“Kiri!”
teriakku. Dengan segera wongso menyodokkan kaki kanannya ke arah kiriku.
“melu aku wong! (ikuti aku wong!)”
teriakku.
Hampir terjatuh
Dengan segera ku putar-putarkan tubuh orang ini sehingga bagian kepalanya membentur beberapa badan temannya. Hampir aku terjatuh namun wongso yang berada di belakangku mencoba menyeimbangkan aku agar terus berputar. Beberapa orang mundur tidak mendekati kami, dan kami tetap berputar dengan tameng teman mereka sendiri.
Langsung aku lemparkan orang tersebut ke kerumunan temannya, hingga mereka semua terjatuh terjengkang mencoba menangkap tubuh temannya. Aku kemudian meraih kayunya yang terjatuh sebelumnya, kusodok orang yang tepat berada di depanku hingga dia mengaduh kesakitan. Langsung ku ayunkan kayu itu ke atas tepat pada kepala orang tersebut dan orang tersebut langsung jatuh terjengkang kebelakang.
Klintiiiiing… bunyi botol yang menggelinding pelan karena tersenggol kakiku.
Wongso masih di belakangku mengambil botol tersebut tampak wongso menghindari pukulan seseorang, di pegangnya tangan orang tersebut dan di ayunkan botol yang di pegangnya kearah kepalanya. Kami berdiam sejenak menghela nafas, semua mata orang-orang itu menatap tajam ke arah kami, tampak beberapa dari mereka terkapar dan tak berdaya beberapa orang dari mereka ada yang menolong temannya yang terkapar.
“Wong, gowo rokok? (Wong, bawa rokok?)”
ucapku.
“Mestine gowo to ndul, udud sek po? (Pastinya bawa to ndul, ngrokok dulu po)”
ucap wongso. Dengan santai kami menyulut rokok kami, dengan tatapan tajam kami kearah mereka semua.
“Woi, Maju!”
teriakku dengan kepala sedikit menengadah ke atas dan tatapan sinis ke arah mereka. Wongso dibelakangku tampak meraih botol lagi dengan tangan kirinya, dia berjongkok jinjit dengan kedua siku tangannya bertumpu pada lutut kakinya.
“Sudah siap mati kalian?”
ucap wongso kepada mereka semua yang tampak ketakutan.
“AYO MAJU JANGAN BERDIRI SAJA!”
teriak lucas.
“Cepat Maju, jumlah kalian lebih banyak!”
ucap ilman, paijo disampingnya mendorong seseorang untuk maju. Orang tersebut maju seperti orang yang tersandung ke arah kami dengan cepat wongso menganyunkan sebuah botol hingga pecah di kepala orang itu hingga tumbang bersimbah darah.
“BAJINGAAAAN! HYAAAAA!”
teriak paijo yang kemudian berlari dan melompat kearah kami dengan tendangan tepatnya dari arah samping kami.
Kami berdua kemudian menghindarinya dengan maju satu langkah, aku kemudian memutar balik tubuhku sambil mengayunkan kayu tersebut dan tepat mengenai wajahnya. Paijo dengan seketika itu ambruk dengan hidung dan mulutnya berdarah, dia bangkit dan kemudian lari mundur dan berdiri di samping Ilman.
“MATI KAU!”
ucap ilman yang menodongkan pistol ke arah kami.
DHUAAARRRRR! Suara letupan pistol.
Kulihat pak felix entah datang dari mana dia menahan tangan ilman dan mengarahkan tembakan itu ke langit. Sedikit bayangan orang di belakang paijo, orang yang memegangi pak felix terluka pada bagian hidungnya. Pistol ilman terjatuh dan dengan cepat pak felix menyambar pistol teresbut dan di lemparnya jauh, entah jatuh di mana benda itu. Tiba-tiba saja sebuah sebuah botol menghantam kepala bagian belakang pak felix, dia terjatuh dan meringkuk di bawah. Beberapa orang kemudian menghujami pak felix dengan tendangan dan injakan.
“FELIIIIIIIIIIIIIIIIX!”
Teriak Bu Dian yang tidak dapat berkutik karena dipegang erat oleh orang suruhan Lucas.
“SIAL!”
ucapku dan wongso secara bersamaan.