Wild Love Episode 29
Ambruk
Aku ambruk di atas tubuh mama yang telengkup di atas kasur. Tubuhku jatuh kesamping mama, mama kemudian membalik tubuhnya dan masuk dalam dekapanku. Aku tidak pernah menyangka bakal terjadi seperti ini, aku juga tidak pernah menyangka akan melakukannya dengan wanita yang aku hormati, mamaku.
“Sayang… maafkan mama ya…hash hash hash”
ucap mama.
“Maafkan Rahman juga ma… hash hash…”
ucapku.
Kami berdua kembali berciuman dan saling memeluk erat. Kehangatan payudara mama yang menempel di dadaku membuat aku merasa nyaman ditambah lagi dengan kehangatan tubuhnya.
“Mulai sekarang, Rahman pulangnya lebih rajin ya, biar mama tidak sendirian”
ucap mama pelang dengan mata terpejam.
“Bahagiakan mama, jangan tinggalkan mama, mama sudah tidak bisa merasakan kebahagiaan jika dengan papamu”
ucap mama.
“Iya ma, pasti, aku akan membahagiakanmu”
ucapku dengan memeluknya erat.
“I’ll be everything you want dear”
ucap mama.
“me too…”
ucapku.
Aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dengan adanya mama sejak saat itu membuatku lebih nyaman dan lebih tentram. Tak perlu lagi merasakan sakit hati ataupun bermain cinta di liur. Aku tahu ini salah tapi aku sejak pertama kali aku melakukannya aku tidak bisa berhenti. Mama menjadi lebih bersemangat dalam hidupnya dan satu kenyataan pahit yang aku dapatkan dari mama adalah Papa.
Papa selama ini yang terlihat baik dan berwibawa ternyata dia memperlakukan mama dengan sangat keji. Di tambah lagi dari pengakuan mama, papa selalu berman cinta di luar sana. Memang tak ada bedanya denganku, tapi sejak ada mama, aku sudah menjadi pribadi yang berbeda. Walau setiap saat aku seperti orang stress karena menyetubuhi mamaku sendiri. Aku harus bercerita ini kepada Arya, hanya dia satu-satunya sahabatku yang bisa aku percaya dan tidak mungkin dia memanfaatkan situasi ini. Ya, Arya.
POV ARYA
“Gila! Eh ya ndak juga sich, kalau gila aku juga gila, aduh bagaimana ini? aku juga tidak bakalan bisa memberi saran ke Rahman”
bathinku.
“itu beneran apa bohongan?”
ucapku.
“Beneran Arya, sahabatkuuuuuuuuu”
ucap rahman.
kalau kata orang inggris “speechless” tapi kalau kata orang indonesia “Bengong” Kalau kata orang di daerahku “Ngowoh”. Benar-benar diluar dugaan, Aku melakukannya dengan Ibuku dan Rahman melakukannya dengan mamanya. Namun aku tidak ingin bercerita mengenai diriku dan Ibu, karena itu adalah rahasia kita berdua.
“Jujur kang, aku bingung…”
ucapku.
“Ente yang denger aja bingung apa lagi ane, ar?!”
ucap rahman.
“terus apa yang akan kamu lakukan kang?”
ucapku.
“Ane jatuh cinta pada Ibuku sendiri Ar”
ucapnya. Aku terkejut dengan pernyataan Rahman, dia memiliki hal yang sama dan terjadi padaku.
“Ane hanya takut jika kebablasan Ar, walau begitu mama terus membujukku untuk mencari pasangan juga, bingung aku Ar? Disisi lain Mama juga bercerita mengenai kasarnya Papa selama pernikahan mereka, apalagi ketika melakukan hubungan seks dengan Papa, mama sering dijadikan anjing peliharaan Papa. maka dari itu Ar, mama lebih suka bermain denganku tapi…”
ucapnya.
“Tapi apa kang?”
ucapku.
“Mama sering mengajakku main diluar Ar, dan yang kamu lihat malam itu adalah aku dan mamaku”
ucap rahman.
“heghhh….”
aku hanya bisa terkejut saja, pantas saja aku sedikit mengenal tubuh itu.
“bagaimana ini Ar, disisi lain kadang mama juga menginginkan aku bermain kasar, aku kasihan Ar”
ucap Rahman.
“Aduh bagaimana ini, aku saja belum menemukan solusi tentang hubunganku dengan Ibu, masa aku harus memberi solusi ke kang rahman?”
bathinku.
“Emm… kang?”
ucapku.
“ya…hashhhhh”
jawabnya dengan semburan asap putih.
“Aku tidak tahu menahu tentang hubungan itu, dan aku tidak mempunyai solusi bagi hubungan kalian tapi memang alangkah baiknya jika kamu mencari pasangan juga, sesuai perkataan mamamu”
ucapku.
“Terus…”
ucapku.
“terus Apa ar?”
ucapnya.
“Jika kamu memperlakukan seorang wanita dengan liar maka dia akan menjadi liar, jika kamu memperlakukan dia dengan lembut dia akan menjadi seorang yang lembut”
ucapku.
“mungkin yang terakhir ane akan mencobanya, tapi untuk mencari pasangan, ane hanya takut jika kelak pasanganku itu mengetahui hubunganku dengan mama, itu bisa menjadi boomerang bagi keluargaku”
ucap Rahman.
“Benar juga, jika saja suatu saat nanti pasanganku mengetahui hubungan itu, mungkin dia akan menjauh dariku”
bathinku. Aku kemudian merebahkan diriku di atas rerumputan dengan bantalan kedua tanganku.
“Kang….”
ucapku.
“Hm…”
jawab rahman.
“Pasti dari jutaan wanita itu ada yang mau menerimamu apa adanya, dan jika dia benar-benar menerimamu mungkin kamu dan mamamu bisa menghentikan hubungan kalian berdua”
ucapku.
“Dimana ane bisa menemukan wanita seperti itu Ar?”
ucap Rahman.
jika kau bertanya tentang itu, Entah Kang… aku tidak tahu… Kamu akan menemukannya jika kamu mau mencarinya”
ucapku.
“benar juga sahabat, aku tidak akan menemukannya jika tidak mencarinya. hanya saja ane masih ketakuatan, jika waktu yang aku gunakan dalam mencari pasangan hidupku itu ternyata membuatku semakin cinta terhadap mamaku sendiri”
ucap Rahman.
Kita tidak akan pernah tahu api itu panas jika kita tidak berada didekatnya. Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika kita tidak mencobanya”
ucapku.
“itulah ente”
ucap Rahman.
“Seandainya kamu tahu kang, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu, dan aku mengalaminya lebih dahulu dari kamu kang”
bathinku dengan mataku yang memandang ke langit malam.
Dalam hening kami kami disapa oleh angin malam yang berhembus. Dalam remang-remang kami menerawang. Entah apa yang ada dipikiran Rahman saat ini, yang jelas pikiranku hanya tertuju padamu Ibu. Aku merasa sangat bersalah kepada semua orang disini, apakah memang aku tidak ada bedanya dengan Ayahku sendiri? Kata Ibu aku berbeda dengannya, dari sikap, cara pandang dan bahkan daya tarik terhadap perempuan aku lebih dari Ayah. Ibu, jika aku pulang nanti aku akan paksa Ibu untuk bersamaku, aku tidak peduli dengan Ayah.
“Ar, ane masih bingung…”
ucap Rahman.
“Lebih baik sekarang kamu pulang kang, temui mamamu dan ajaklah dia berbicara agar tidak terlalu keluar dari jalur, paling tidak kalau melakukan tidak di rektorat”
ucapku.
“mungkin benar apa katamu. Ya sudah aku pulang dulu”
ucap Rahman. ketika rahman pulang aku kemudian menelepon Tante ima.
“Ya halo ar…”
“Tan, bagaimana kabarnya?”
“baik, kamu sendiri?”
“baik, oia tan…”
“Ada apa?”
“Hashhhh… tolong hubungan kita terdahulu jangan di beritahukan kepada rahman”
“tidak akan Ar, tenang saja kamu ya?”
“tan…”
“Iya…”
“lepaskan rahman ketika dia sudah memiliki pasangan hidup”
“Eh… dia bercerita kepadamu Ar?”
“Iya semuanya tan”
“Maafkan tante, karena om-kamu, seks menjadi kebutuhanku”
“tapi bisakan jika suatu saat tante melepaskan Rahman jika dia sudah menikah?”
“Tergantung pada rahman…”
“terima kasih tan”
“sama-sama”
Tidak ada percakapan lanjutan dengan tante, karena memang aku sudah memantapkan diriku untuk berhenti menyentuhnya. Aku bangkit dari tempatku duduk dan kemudian aku arahkan motorku ke arah warung wongso. Mungkin dengan dia aku bisa curhat. Sesampainya di warung wongso aku kemudian masuk dan menyalami Ibu dan adik wongso, kulihat dia sedang mencuci piring dan gelas di belakang dan hanya menyapaku sekedarnya saja. Dengan santai aku langsung membuat minuman sendiri lalu ku bawa ke depan warung. Wongso kemudian datang, diraihnya bungkus rokokku dan disulutnya sebatang, dia duduk disebelahku.
“bagaimana dengan kuliahmu cat?”
ucap wongso.
“beres wong, kamu jadi kuliah lagi semester depan”
ucapku.
“jadi, aku cuti setahun saja Ar, ekonomi keluarga sudah stabil”
ucap wongso.
“jika nanti kamu butuh sesuatu, bilang saja ma aku wong”
ucapku.
“iya arya yang baik dan gemar menabung…. plak…”
ucapnya sembari menampar kepalaku.
“dasar wong edan!”
bentakku.
“Oh ya, bagaimana dengan Bu Dian itu?”
ucap wongso.
“Sudah enggak Wong..”
ucapku.
“mungkin seharusnya kamu itu….”
ucap wongso terpotong.
Greeeeng greeeeeng greeeeeeng greeeeng pluk. Ringtone sematpon wongso.
“tumben dira telepon”
ucap wongso.
“alah paling dia kangen sama kamu”
ucapku.
“gundulmu!”
“Ya Dir, halloooo….”
ucap wongso.
“APA! DIMANA?!”
wongso bangkit dari duduknya, membuatku sedikit kaget.
DICAFE?! OKE AKU KESANA SAMA ARYA?!”
lanjut wongso dengan bentakan yang lebih keras.
“A.. ada apa wong?”
ucapku yang ikut bangkit.
“Gerombolan siapa itu cowok yang mukulin kamu?”
ucap wongso yang nampak kebingungan.
“Lucas?”
ucapku.
“iya, dia sedang di cafe yang kemarin, ini dira disana, katanya tukas arghhh kupas kakas”
ucap wongso tambah kebingungan.
lucas? Tenang saja kenapa kamu”
ucapku.
“alah ndak penting namanya, dia sekarang sedang membuat onar di cafe itu, cecunguk itu sedang mengeroyok seorang lelaki yang bersama Bu Dian di depan cafe. Si empunya toko di sandra agar tidak menelepon polisi, ini dira lagi ngumpet ditoilet dan telepon aku”
ucap wongso.
“Bu Dian?! Kenapa harus wanita itu lagi? Kenapa dia selalu berada di sekitarku!”
bathinku.
“Malas wong…”
ucapku santai dan kembali duduk.
Bugh…. pukulan ringan mendarat di pipi kananku
“aku ndak ngerti masalah kamu dengan wanita itu, dia mau nyakitin kamu, dia mau membunuh kamu, aku ndak peduli, tapi ini mengenai Dira! Dasar ******!”
bentak wongso.
“Dira, dira sahabatku”
bathinku. Segera bagkit dan naik ke motorku
“Ayo ndes ojo kesuwen, selak perawane nglahirke (ayo ndes jangan kelamaan, keduluan perawannya melahirkan)”
teriakku.
“O… Lha celeng kowe Ar, Raimu Pak Tai tenan Ndes! (O… lha babi hutan kamu Ar, Wajahmu kena tinja, pak dari kata gopak atau kena cipratan) ”
ucap wongso yang kemudian memboncengku.
“Hei, bawa ini”
ucap Ibu wongso yang melemparkan kayu pemukul dengan ukiran yang khas dan ditangkap oleh wongso.