Wild Love Episode 28
Kumpulan remaja
Aku memang tidak yakin kumpulan anak-anak yang baru berumur 20-an ini apakah benar-benar bisa membantuku. Tapi dengan adanya anton, mungkin bisa menata pergerakan kami agar lebih tertata
“Terus ton apa rencanamu?”
ucap wongso.
“Okay, begini, untuk sementara kalian lakukan kesibukan kalian seperti biasa tidak usah menjadikan misi ini sebagai menu utama harian kalian. Tugas kalian adalah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang Ayah Arya dan kawan-kawannya, mungkin saja ketika kamu melihat mereka kalian bisa mengikutinya, karena kalian tidak akan dicurigai sebagai anggota Penegak Hukum ataupun IN. Perlu kalian ketahui, pergerakan kami pun sangat terbatas karena jika kami yang selalu mengawasi mereka, ketakutan kami adalah mereka akan segera menyadarinya. Jadi aku berharap banyak kepada kalian sebagai kepanjangan tangan IN. Jika nanti aku calling kalian harus siap, sekarang posisi mereka sedang merencanakan sesuatu aku mendapat informasi ini dari rekan kerjaku. Target kita sekarang bukan hanya ayah arya tapi juga beberapa kepala instansi pemerintahan di daerah ini. sekarang mereka sedang merencanakan sesuatu tapi aku tidak tahu, peregerakan mereka sekarang masih dalam batas wajar. Kita tidak bisa saja menggerebek mereka karena kita tidak mempunyai bukti akurat. Untuk semuanya, selama melakukan kesibukan sesekali mencari informasi mengenai mereka. Arya kamu anaknya, pastinya tahu banyak”
ucap Anton.
“Maaf nton, untuk sekarang ini aku tidak bisa memberitahukan bukti-bukti kepadamu”
bathinku.
“Belum ada, tapi ada beberapa kebengisan yang dilakukannya terhadap orangtuanya. Selebihnya akan aku beritahukan jika ada informasi tambahan”
ucapku.
“Hmmm… itu tidak dapat dijadikan bukti. Okay, kita berkumpul lagi jika kalian semua mendapat informasi baru. Sekarang kita berpisah dulu, aku mengandalkan kalian karena kalian semua sudah aku ajukan sebagai tim bayanganku kepada kepala divisiku dan mereka menyetujuinya. Arya apakah kamu bisa aku percaya?”
ucap Anton.
“Sebenarnya aku bermaksud menyelesaikannya sendiri ton. Dan sebenarnya aku malu ketika kalian semua tahu mengenai Ayahku”
Ucapku kepada Anton.
“Maafkan aku, tapi kiprah Ayahmu sudah terlalu jauh merugikan negara dan daerah ini”
ucap Anton. Aku hanya memandangnya dan tersenyum kepadanya. Pertemuan itu berlanjut hingga malam dengan canda tawa kami, hingga akhirnya mereka semua pulang satu persatu. Tinggal aku, anton, dan wongso.
“Ton, biarkan aku mendalami Ayahku terlebih dahulu, aku sebenarnya punya bukti tapi jika bukti itu aku berikan sekarang, aku tidak akan puas karena kamu pasti akan bergerak terlebih dahulu, biarkan aku berjalan sendiri terlebih dahulu”
ucapku.
“Baiklah, tapi kamu tetap dalam pengawasanku Ar”
ucap Anton.
“Ingat Ar jika ada bahaya kamu hubungi kami dan satu hal lagi, Benahi dulu hatimu Ar”
ucap Wongso sambil menepuk bahuku.
“Benar Ar kata wongso”
ucap Anton yang tersenyum kepadaku.
Akhirnya aku berpisah dengan mereka semua, dan aku pulang dengan sedikit motivasi. Tapi motivasi itu sekejap hilang ketika ingatanku kembali kepada Bu Dian. Di dalam kamarku aku merasa sendiri, aku butuh seseorang untuk diajak berbicara mengenai semua yang terjadi. Ibu, Aku benar-benar kangen dengannya. Ku buka kembali sematponku dan ku buka ada beberapa notifikasi pesan BBM dari Bu Dian.
From : Bu Dian
PING!
From : Bu Dian
Arya…
From : Bu Dian
Buka pesanku
To : Bu Dian
Iya Bu
Naik ke puncak
Naik naik kepuncak gunung tinggi-tinggi sekali. Ringtone telepon. Bu Dian. Aku matikan dan tidak mengangkatnya. Berkali-kali aku menutup teleponku ketika lagu anak-anak itu berbunyi.
From : Bu Dian
Arya, tolong kamu angkat teleponku
Aku ingin bicara
To : Bu Dian
Maaf Bu, sudah malam
From : Bu Dian
Ada apa kamu ini? cepat angkat!
Kamu marah?
To : Bu Dian
Saya tidak pernah marah Bu
Maaf Bu saya mau istirahat dulu
From : Bu Dian
Terserah! jika kamu tidak meneleponku
TA-mu tidak akan aku ACC
To : Bu Dian
Iya Bu tidak apa-apa,Terima kasih
Hanya itu pesan terakhirku kepada Bu Dian, tak ada balasan dari Bu Dian sama sekali. Lagipula kenapa Bu Dian begitu ingin aku meneleponnya? Aku mahasiswanya dan bukan siapa-siapa bagi dia?kutuliskan sebuah status di BBM-ku.
You make fly high then take me down
Kemudian aku membaca statu Bu Dian.
Please, Call me, i want talking to you
“Bodoh bodoh bodoh! Aku mau tidur!”
bathinku berteriak.
Minggu aku lewati hanya dengan tidur nyenyak saja di dalam kamar. Kuamati status BBM Bu Dian tidak berubah semenjak tadi malam. Ingin aku menghapus pertemanan dengannya tapi dia Dosenku dan aku masih membutuhkannya. Hingga hari senin aku berangkat kuliah tanpa sarapan karena Ibu belum pulang kerumah sedangkan Ayah tak tahu rimbanya.
Selepas kuliah, aku kemudian melanjutkan penelitianku hingga larut malam. Dengan running process hari ini, Penelitianku segera berakhir dan aku akan mendapatkan semua hasil dari Tugas Akhirku. Tinggal menyelesaikan pembahasannya saja. Dalam hatiku berkata, jika saja dia menginginkan aku meneleponnya kenapa dia tidak menjengukku ke laboratorium? Pastinya dia malu karena aku mahasiswa dan dia dosen.
Hari selasa, selepas aku kuliah aku mendapat pesan dari Ibu jika Ibu sudah berada di rumah bersama Ayah. Kubaca dan kubalas secukupnya karena aku akan menghadap ke Bu Dian untuk menunjukan hasil dari penelitianku. Aku mengirimkan pesan kepada Bu Dian, dan dia menyanggupi untuk bimbingan jam 14:00.
Menunggu kehadiran
Aku terus berada di depan ruangan Bu Dian untuk menunggu kehadirannya. Tepat jam 14:05 Bu Dian datang diantar oleh pak felix, pak felix memperlakukan bu Dian dengan begitu mesra namun Bu Dian terlihat kaku dan dingin atas perlakuan itu. Pak felix kemudian menyalamiku dan pamit keluar dari gedung jurusan, lalu Bu Dian kemudian mengajakku masuk ke dalam ruangannya.
“Maaf bu, ini hasil penelitian saya mengenai Tugas Akhir,mohon untuk di cek”
ucapku datar.
“Ar, bisa kita bicara sebentar…”
ucap Bu Dian.
“Saya mohon bimbinganya bu untuk tugas akhir saya, saya hanya berharap agar tugas akhir saya ini bisa saya ujikan setelah PKL dan KKN nanti. Dan saya bisa lulus 3,5 tahun. Setelahnya saya bisa segera mencari pekerjaan atau mungkin melanjutkan kuliah S2”
ucapku tegas.
“Ar, aku mohon kamu jangan terlalu formal seperti ini, aku ingin bicara mengenai peristiwa malam itu, aku harap ka…”
ucap Bu Dian.
“Bu, saya mohon, untuk bimbingannya”
ucapku.
“Arya, jika kamu…”
ucap Bu Dian.
“Saya siap di-DO, bu”
ucapku singkat dengan tatapan mata yang tajam ke arahnya.
“Eh…”
raut wajahnya kecewa, tatapan matanya begitu sendu kearahku. Yang tak bisa menyembunyikan kegelisahan, kebingungan hatinya atas sikapku.
“Baiklah…”
ucapnya pelan.
Dengan kekakuan di antara kami berdua semua berjalan tampak normal. Bu Dian menjelaskan mengenai hasil penelitianku, aku pun memperhatikannya dengan seksama. Setiap penjelasan darinya aku catat secara garis besarnya. Hasil penelitianku masuk dalam kategori bagus bahkan bisa di bilang lebih bagus daripada yang di KTI-kan oleh Bu Dian. Aku semakin fokus dengan penjelasan Bu Dian, sudah tak kupikirkan lagi mengenai kejadian malam itu.
“Terima kasih Bu, saya akan melanjutkan pembuatan tugas akhir saya, dan nanti setelah PKL dan KKN saya akan bimbingan dengan Ibu lagi”
ucapku kemudian bangkit dari tempat duduk.
“Oia Bu Selamat ya Bu untuk tanda jadi yang kemarin”
ucapku sambil menyodorkan tangan kananku, namun Bu Dian hanya diam saja dan memandangku dengan tatapan yang aneh.
“Ya sudah bu, saya pamit dulu”
ucapku sembari melangkah keluar dari ruangan Bu Dian.
“Ar…”
ucap bu Dian.
“Iya Bu…”
ucapku.
“Bisa kita jalan-jalan lagi, ada yang ingin aku bicarakan”
ucap Bu Dian.
“Maaf Bu saya tidak bisa…”
ucapku.
“Kenapa?”
ucap Bu Dian.
“Takut bu, saya undur diri Bu, terima kasih”
ucapku dan langsung keluar dari ruangan itu.
“Yes! Akhirnya selesai juga, tinggal Kuliah, PKL, KKN, Ujian, lulus… Goodbye my university”
teriakku ketika aku baru melangkah beberapa langkah dari depan pintu ruangan Bu Dian.
“Apakah kamu memang benar-benar ingin segera keluar dari Univ?”
ucap Bu Dian tiba-tiba dari belakangku.
“Ya namanya juga mahasiswa bu, pastinya pengen cepet lulus kan?”
ucapku santai.
“Apakah tidak ada yang bisa membuatmu untuk tidak tergesa-gesa lulus Ar?”
ucap Bu Dian.
“Tidak ada Bu, tidak ada sama sekali”
ucapku.
“eh…”
ucapnya tiba-tiba wajahnya berubah sedih dan sedikit tertunduk.
“saya pulang dulu bu”
ucapku tanpa mempedulikan perubahan sikapnya setelah kejadian malam itu.
Lalu aku melangkah keluar dari gedung jurusan. Aku sudah memantapkan hatiku untuk tidak berharap lagi kepada Bu Dian. Walau ada segelintir cerita indah tentang aku dan dia. Segera aku pulang kerumah untuk melepas lelah. Sampailah aku dirumah disambut dengan Ibu, Ayahku sedang santai nonton televisi. Sesampainya dikamar aku mendapat telepon dari Anton.
Ar, apakah ayahmu selalu dirumah?
Ya, ada apa?
Mereka kelihatnya sedang menunggu sesuatu, karena selama ini mereka tidak memperlihatkan tindak-tanduk mencurigakan selama ini
Begini Ton, ada informasi yang aku dapatkan, mereka sedang menunggu kehadiran beberapa orang, Ayahku pernah bercakap-cakap ditelepon mengenai beberapa orang yang sedang ditunggunya, dam akan mengadakan suatu pertemuan tapi entah dimana
Hm… aku mengandalkanmu, coba kamu selidiki lebih jauh lagi, mengenai beberapa orang itu?
Okay Ton