Wild Love Episode 27

Kontrak kuliah yang begitu kejam

Bu Erna kemudian memberikan kontrak kuliah yang begitu kejam kepada kami, padahal dulu sewaktu kami masih semester 2. Kontrak kuliah Bu Erna masih fleksibel tapi sekarang semua mahasiswa tidak boleh ada yang terlambat masuk kuliah, pengumpulan tugas, dan tidak boleh bolos sekalipun walau sebenarnya ada peraturan 75% kehadiran.

Benar-benar sadis, bagaimana coba kalau pada hari minggu malam aku ber-kikuk-kikuk sama Ibu, kan capek paginya. Kuliah di mulai dengan bentakan keras kepada kami semua, membuat semua menjadi tegang atas bawah khusus bagi laki-laki, kalau perempuan tegang atas saja (kepala maksundnya). Bagaimana tidak tegang bawah, lha wong pakaiannya saja kaya Teller Bank, rok di atas lutut, dan pakaian bagian atas sangat ketat.

Dua setengah jam kami lewati dengan sangaaaaaat lama, apalagi setiap pembelajaran yang di berikan Bu Erna selalu saja membingungkan. Kuliah telah selesai beberapa mahasiswa berhamburan menuju gedung jurusan kami untuk melihat dosen pembimbing Tugas Akhir (skripsi) kami.

“Ayo, Ar kita lihat dosbing kita”

ajak rahman.

“Oke kang”

jawabku yang kemudian melangkah bersamanya.

Di dalam gedung jurusan, terdapat tempelan-tempelan kertas yang terbagi-bagi. Semua mahasiswa hanya mendapatkan satu Dosbing tidak seperti tahun-tahun sebelumnya di mana satu mahasiswa memiliki dua dosen pembimbing. Kuamati baris satu persatu mencari nama seorang lelaki keren, Arya Mahesa Wicaksono. Kutemukan namaku dan kutarik kesamping, Dian Rahmawati. Raut mukaku tetap sama saja tapi di dalam hatiku, aku sedang bersalto melompat kegirangan.

“Bu Diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan yes yes yes yes yes”

teriak bathinku. Segera aku membaca note di bawah tempelan kertas itu Segera temui dosen pembimbing untuk awal pembimbingan.

“Enak ente Ar, dapat Bu Dian, masih muda cantik lagi”

ucap Rahman.

“Ya Nasib kang, kan tahu sendiri judes, mending kamu dapat Bu Endang, orangnya enak di ajak ngobrol”

jawabku.

“Iya sich, montok lagi, moga aja bisa menyentuh kemontokannya”

ucap Rahman.

“Gundulmu isinya Cuma mesum doang”

candaku.

Akhirnya mahasiswa angkatanku berada di depan gedung jurusan untuk menunggu Dosen Pembimbingnya. Jika di amati mereka semua seperti gelandangan begitupula aku, Ada yang merokok, tiduran di lantai, ada yang pacaran, ada juga yang nonton pilem porno alias bokep. Lama menunggu satu persatu temanku masuk kedalam jurusan karena dosbingnya sudah pada datang semua. Sedangkan aku masih menunggu di depan gedung menanti kedatangan Bu Dian yang cantik imut dan muach-muach. Satu persatu mereka mulai meninggalkan aku sendiri di depan gedung jurusan begitu pula Rahman yang sudah tidak tahan terhadap laparnya.

“Hei, Ayo masuk”

ucap seorang wanita yang menepuk bahuku.

“Oh… Mbak eh Ibu, i… iya bu”

ucapku.

“sudah, tidak usah gugup seperti itu, biasa saja ya ehemmm…”

ucapnya sambil tersenyum. Aku kemudian mengikutinya dari belakang dan masuk ke dalam ruang Dosen. Di sini setiap Dosen memiliki ruagan tersendiri, dimana 1 ruangan untuk 2 dosen saja.

“Duduk Ar…”

ucap bu Dian lembut.

“I.. iya Bu…”

ucapku sedikit gugup.

“iniiii, kemarin kan kita sudah buat KTI bersama jadi saya usul ke ketua jurusan agar kamu masuk dalam bimbingan saya. kamu tinggal melanjutkan KTI ini dengan menambah atau mengubah variabel bebasnya ya”

ucap Bu Dian.

“I… Iya bu…”

ucapku.

“Jangan gugup gitu dong, kaya lihat setan saja”

ucap bu dian.

“ee…. e… bukan begitu bu, grogi”

ucapku.

Kleeeek…. suara pintu terbuka

“kalau orang grogi biasanya orang itu suka sama yang di grogiin lho Ar”

Ucap Bu Erna yang masuk ke dalam ruangan. Ya Bu Erna memang satu ruangan dengan Bu Dian.

“E… E… bukan aduh… itu bu… anu… ehhh… aaaahhhh”

ucapku gugup.

“yan, tuh Arya naksir sama kamu”

ucap bu Erna yang kemudian duduk di kursinya.

“Apaan sich mbak, kasihan Arya ni lho mbak”

ucap Bu Dian.

“Ya ndak papa to Yan, sama Arya saja daripada kamu menunggu yang tidak pasti”

ucap Bu Erna.

“Eh…”

aku terkejut dengan ucapan Bu Erna, menunggu yang tidak pasti, apakah Bu Dian memiliki seseorang yang ditunggunya untuk menyatakan cinta dan perkataan itu seakan-akan ditujukan kepada laki-laki lain selain diriku. Perkataan Bu Erna membuatku tertunduk lesu dihadapan Bu Dian.

“Apakah status BBM-nya bukan untukku tapi untuk orang lain”

bathinku.

“Sudah jangan didengarkan omongan Bu Erna Ar, ya?”

ucap Bu Dian. Kuangkat kepalaku dan memandang senyumannya.

“Eh… Iya Bu”

ucapku. Kuhela nafas panjang, ku kondisikan diriku agar tidak gugup lagi.

“Aduuuuh, Arya kasihan, kalau Bu Dian ndak mau sama Bu Erna saja, Bu Erna mau kok”

ucap Bu Erna yang seakan-akan meyakinkan aku mengenai lelaki misterius itu.

“Waduh bu, bisa dibunuh sama suami Ibu nanti”

ucapku kepada Bu Erna.

“Ya Diem-diem dong”

ucap bu erna melanjutkan.

“Mbak! Sudah deh ah!”

ucap Bu Dian agak sedikit keras, Bu Erna hanya terkekeh-kekeh melihat reaksi Bu Dian.

“Eeee… Bu Dian, terima kasih, nanti proposal akan segera saya buat, dan saya usahakan minggu depan akan segera saya berikan ke Bu Dian, mohon bimbingannya ya Bu”

ucapku lancar dengan tersenyum.

“I… Iya, saya tunggu”

ucap Bu Dian dengan wajah agak sedikit gugup.

“Kalau begitu saya pamit dulu Bu Dian, Bu erna, Mari”

ucapku kepada mereka berdua dan dijawab oleh mereka berdua.

Film bokep sedang di putar

Kulangkahkan kakiku menuju ke warung biasa aku dan rahman nongkrong. Kulihat dia sedang memainkan sematponnya. Aku menghampirinya setelah memesan makan siang kepada penjaga warung tersebut. Dengan lagak Rahman yang sok cuek aku duduk di sebelahnya, ku amati layar sematponnya, Pilem Bokep sedang diputar.

“Udah ente makan dulu, nanti ane kasih Ar”

ucap Rahman.

“Dasar otak Mesum!”

ucapku yang dibalas dengan gelak tawa rahman.

Segera kulahap makan siangku, sesekali aku amati wajah rahman seakan-akan menyimpan sebuah rahasia kepadaku. Ya, aku tahu karena setiap kali dia menatap layar sematponnya itu raut wajahnya tidak sama dengan sebelum-sebelumnya. Apa mungkin tentang Ajeng? Atau Ayahnya? Atau mungkin dia tahu hubunganku dengan Ibunya? Mati aku.

“Kamu kenapa to kang?”

ucapku setelah makanan di piring telah habis aku lahap.

“Masalah cewek Ar biasa?”

jawabnya.

“Ajeng?”

balasku.

“Bukan”

jawabnya.

“Lalu?”

ucapku.

“Nanti kamu akan aku kasih tahu tapi bukan sekarang, pokoknya bisa bikin aku gila Ar”

ucap Rahman.

“Kalau Ajeng?”

ucapku.

“Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah….”

dia menghela nafas panjang, menatap langit warung makan, kemudian memandangku dengan tatapan serius.

“Ar, boleh aku jujur sama ente?”

ucapnya, dan aku hanya mengangguk.

“Ane tidak pernah mencintai ajeng, ane memacarinya karena ane ingin mendekati teman kosnya, hanya itu saja, dan sekarang dia mau menikah, bebaslah ane”

ucapnya membuat aku emosi.

“Terserah ente mau bilang apa atau mau menghardiku bahkan menghajarku, jujur Ar, ane tidak punya perasaan apapun, semua yang ane katakan ke ente adalah bohong, Dia sebenarnya sukanya sama ente, karena sebelum jadian sama ane dia curhatnya tentang kamu terus, ya ane manfaatin buat ngedeketin teman kosnya, lagian dia ceweknya kurang asyik ndak mau tak sentuh, kasihan dong dedek-ku”

jelasnya yang membuat darahku mendidih, mendengar penjelasannya seakan-akan aku melhat Om Nico dalam dirinya. Sesorang yang hanya ingin kesenangan saja.

“Tega kamu…”

ucapku pelan.

“Ane tidak ingin melanjutkannya lagi Ar, terserah pandangan ente terhadap ane apa, dan ane minta maaf karena ane memanfaatkan cewek yang seharusnya menjadi pacar kamu”

ucapnya sambil menyulut Dunhill.

Aku hanya tertunduk, kuraih bungkus rokok dunhill milik Rahman dan kusulut sebatang. Perasaanku semakin galau dengan semua yang terjadi, ingin aku menghajar orang di depanku ini tapi dia sahabatku. Di sisi lain aku juga telah menikmati tubuh Ibunya walau bukan aku yang menginginkannya tapi tetap saja aku menusuknya dari belakang. Kupandang wajahnya seakan-akan sudah tidak peduli lagi dengan ajeng, mungkin telah terjadi pertengkaran di antara mereka.

“Aku pulang…”

ucapku pelan kepada Rahman, segera aku membayar makananku dan melangkah melewatinya yang sedang duduk.

“Maafkan ane Ar, bukan maksudku mempermainkannya, tapi….”

ucapnya ketika aku melangkah didepannya dan berhenti sejenak, kembali mengambil rokoknya dan kusulut sebatang lagi.

“dia sendiri yang memintanya agar dia bisa dekat denganmu, tak ada perasaan antara ane dan dia, sama sekali tidak ada, semua yang aku katakan kepadamu adalah bohong mengenai persetubuhan-persetubuhan dengannya. Ane sempat jatuh cinta kepada Ajeng, tapi sisi kerasnya yang selalu menginginkanmu yang membuat ane menyerah Ar, hingga aku akhirnya memutuskan untuk bermain-main dengannya, terkadang aku juga bermain cinta dihadapannya dengan teman kosnya, karena aku sangat cemburu kepadamu Ar dan kecewa dengan ajeng”

jelas Rahman membuat mataku terbelalak dan memandangnya, sedikit ada rasa sesal dalam hatiku.

“Sejak Ajeng memutuskan untuk menikah dan meninggalkan ane dengan alasan ane tidak serius, ane menyetujuinya karena pada saat itu adalah saat ane sudah merasa muak dengannya. Tentang semuanya, tentang dia dan juga cinta dia kepada ente. Ane benar-benar muak. Jika ente ingin dia kembali disini, hanya ente yang bisa menghentikan pernikahan itu dan ane tidak akan mengganggu kalian berdua”

jelas Rahman, dalam berdiriku aku menatap Rahman.

“Aku sudah bertemu dengannya…”

ucapku, rahman hanya tertunduk dan tersenyum melihat layar sematponnya.

“Aku tidak bisa…”

ucapku pelan.

“Kenapa?”

ucap Rahman.

“Karena cinta tidak bisa dipaksakan, dan pernikahan adalah hal yang sakral”

ucapku pelan.

“Sudah ane duga ente akan menolaknya, karena ane ente Bro… ente bukan orang yang mudah jatuh cinta dan mudah menerima, you are too hard to understand”

ucap rahman.

“Sekalipun pernikahan itu tidak dilangsungkan apakah ente tetap pada pendirianmu?”

lanjut Rahman.

“Aku tidak ingin membohongi perasaanya, percuma aku dengan dia jika hanya tubuh ini yang mau menerimanya tapi hati menolaknya”

ucapku. Hening sesaat antara aku dan Rahman.

“Apakah ente mau memaafkan ane? Semua ini tak akan terjadi jika saja ane tidak memanfaatkannya”

ucap Rahman.

“Kamu tidak memanfaatkannya, nyatanya kamu jatuh cinta padanya walau pada akhirnya dia tidak mencintaimu, semua ini terjadi juga karena kesalahanku juga, aku juga tidak jujur pada diriku sendiri ketika kamu mengatakan kepadaku akan mengejarnya, di saat itu aku sebenarnya menyukainya tapi sekarang sudah ada yang mengisi hatiku”

jelasku.

“Haaaaaaaaaaah… hmmmm…”

dilemparnya pandangannya keluar warung, melihat motor-motor yang berlalu-lalang.

“terima kasih… ane bersyukur memiliki sahabat seperti ente Ar”

ucap Rahman.

“Sama-sama aku juga bersyukur”

balasku.
Royal Win Indonesia Entertainment I Wild Love Episode 27 I Natsuki kisaragi
Episode 27 Wild Love menceritakan seorang teman yang menyimpan rahasia dari sahabatnya simak di Royal Win Indonesia Entertainment.
Pages: 1 2 3 4 5 6

You may also like...

1 Response

  1. Good write-up. I definitely appreciate this website. Continue the good work!