Wild Love Episode 26
Dihadapan pacar
Kulihat semua perempuan-perempuan itu mencubiti pacar-pacar mereka, aku tertawa geli melihat mereka semua. Preman takut istri, ya begitulah mereka walau garang tapi kalau sudah di hadapan pacarnya selalu mencoba untuk hormat ke pacar-pacarnya. Ku sapa mereka satu persatu dan sedikitnya mereka juga menghujamiku dengan cubitan, gelan canda dan tawa kami tak terelakan.
Akhirnya pertemuan yang tidak sengaja itu kami akhiri, masing-masing dari kami pulang dengan pasangan masing-masing. Aku pulang bersama Bu Dian yang dari tadi hanya tersenyum dan geli melihat tingkah kami semua. Ku antar Bu Dian kembali kerumahnya, selama perjalanan setelah berpisah dengan semua sahabat-sahabatku.
“Aduuuuuuuuuuuuuuuh… sakit Bu”
teriakku yang dicubit keras oleh Bu Dian.
“Besok jangan berkelahi lagi”
ucap Bu Dian lembut.
“Eh…”
kagetku, kenapa Bu Dian malah mencubitku ya? Adakah sesuatu didalam pikirannya dan hatinya. Tiba-tiba tangan hangat melingkar di perutku, kepalanya berada di bahu kananku.
“pelan-pelan saja bawa motornya, 20 KM saja kalau bisa”
ucap bu dian lembut.
“Kalau begitu sampai rumah Bu Dian besok pagi bu”
ucapku.
“Ndak papa…”
ucap Bu Dian yang selalu memberikan pelukan erat kepadaku setiap kali selesai berbicara. Laju Revia pun melambat seiring dengan pelukan erat Bu Dian.
“Bu, Lucas itu siapa?”
tanyaku.
“Dian atau mbak saja tidak usah pakai Bu kalau diluar…”
ucapnya.
“maaf belum terbiasa… Mbak, Lucas itu siapa?”
ucapku.
“Dia temanku kuliah di Jerman tapi berbeda jurusan, Dia mengejarku tapi aku tidak mau”
jawabnya singkat.
“Berarti Ibu eh mbak Dian benar-benar tidak punya pacar?”
ucapku.
“Tidak akan pernah punya, sebelum…”
ucapnya tercekat.
“Sebelum apa Bu?”
tanyaku.
“Lupakan saja, nanti kamu pasti akan mengetahui kalimat selanjutnya”
ucapnya. Kurasakan bibir indahnya menciumi bahuku.
Dalam perjalanan pulang itu, percakapan kami kembali kepada sahabat-sahabtku yang selalu kompak. Bu Dian merasa iri karena aku memiliki mereka semua. Kadang kami juga membicarakan kekonyolan-kekonyolan Dira yang memang terlihat benar-benar akan mengubah dirinya menjadi seorang wanita. Gelak tawa, canda dan gurau menemani laju Revia menuju Rumah Bu Dian. Hingga sampailah aku di rumah Bu Dian, di depan pintu gerbang rumahnya. Bu dian kemudian turun dan berdiri di depan gerbang rumahnya dengan menenteng helm di tangan kanannya. Dengan sedikit salam akhirnya aku pamit, sewaktu memutar motorku di depan pintu rumahnya.
“Arya, bisa bantu aku, kuncinya susah dibuka”
ucap Bu Dian yang kemudian menoleh kearahku dengan helm yang diletakan di kanannya. Aku lepas helmku dan turun dari Revia menuju motorku, segera aku membantu Bu Dian membuka pintu gerbangnya.
“Bu Sudah Bis…. hegghhhh…”
ucapku terpotong. Sebuah pelukan dari Bu Dian yang sangat lembut dan hangat. Kedua tangannya merengkuh tubuhku dari sela-sela tubuh dan tanganku. Pelukan erat dan hangat.
“Terima kasih untuk malam ini…”
ucapnya sambil mendaratkan ciuman di pipi kananku.
Aku hanya bisa melongo, menatapnya kemudian mengalihkan pandanganku ke depan. Pelukan hangat dan erat itu kemudian terlepas, dan tubuhku masih kaku. Lama aku berdiri hingga suara lembutnya menyadarkan aku.
“Kamu mau berdiri di situ terus? ndak pulang?”
ucapnya.
“oh i… i… iya bu…eh em embak.. pu… pu… pulang… pulang mbak, saya pu pu pulang du dulu mbak”
ucapku bingung sambil kepalaku mengangguk-angguk dan melangkah pulang.
“Aryaaaaaaaaaa….”
panggil Bu Dian.
“Motornya mau ditinggal di sini? Aku Jual Lho”
ucap Bu Dian, tanpa sadar aku berjalan pulang tanpa mengendarai motorku.
“eh i.. i… ya bu eh mbak, motor iya motor”
ucapku kemudian berjalan ke arah motor dan menaikinya dan kutuntun dengan kedua kakiku, Helm pun masih menggantung di spion kanan.
“Mau didorong terus? Apa ndak capek Ar?”
ucap Bu Dian santai dengan senyuman khas.
“oh iya dinyalakan mbak… Kunci.. kunci dimana kunci”
ucapku gelagapan mencari kunci.
“itu masih menggantung”
ucap Bu Dian.
“Oh iya, menggantung”
ucapku segera aku nyalakan motorku.
“Helmnya ndak dipakai arya?”
ucap Bu Dian, benar-benar gila aku, cara naik motor saja bisa sampai lupa. Bu Dian melangkah ke arahku.
“Oh iya helm iya heleeeeeeemmmmm”
ucapku terngangah. Helmku diambil oleh Bu Dian dan Dipakaikan di kepalaku. Sebelum Helm itu dipakaian sebuah kecupan di pipi kiriku kudapatkan dari bibir bu Dian.
“Dah, pulangnya hati-hati ya ehmmmmm”
ucapnya sambil tersenyum.
Aku pulang dengan hati layaknya taman bunga, sebelum aku membelok aku selalu memperhatikan spion kiriku. Kulihat bu dian masih berdiri di depan gerbangnya memperhatikan lajuku. Hingga akhirnya aku keluar dari perumahan ELITE. Indah benar-benar indah malam ini, inikah yang di rasakan kawula muda? Rasanya ingin momen yang baru saja terjadi terulang kembali. Aku mengingat momen indah bersama Bu Dian, teringat pula momen indah bersama Ibu. Kedua wanita itu memberikan momen yang benar-benar indah kepadaku. Dua wanita yang umurnya berbeda jauh namun bisa memberikan kebahagiaan kepadaku seorang lelaki yang masih muda yang tidak pernah laku sejak SMA, SMP?SD? sama saja belum laku. Perjalanan pulang aku nikmati, ku arahkan motorku mengelilingi Rektorat Universitasku agar aku bisa lebih lama lagi menikmati kebahagiaan ini.
“Lho itu kan motor Rahman?”
bathinku dalam hati.