Wild Love Episode 25
Permintaan terakhir dari ajeng
“Ar…”
ucap Ajeng.
“ya…”
balasku.
“aku punya satu permintaan terakhir, aku berharap kamu mau memenuhinya…”
ucap ajeng.
“jika memang bisa, aku akan memenuhi semua permintaanmu”
ucapku dengan tegas, dia tersenyum kepadaku.
“Aku ingin…”
ucapnya terpotong.
“ya…”
jawabku santai.
“Aku ingin, kamulah yang menyentuh tubuhku untuk pertama kalinya dan bukan yang akan menjadi suamiku”
ucap ajeng membuatku melongo dan bertingkah amburadul ketika mendengar itu tapi pelukan ajeng tak bisa membuatku lepas darinya. Aku mencoba menenangkan diriku lagi.
“Jeng, kamu sudah menjaganya selama ini. dan aku berharap kamu memberikan mahkotamu kepada suamimu”
ucapku mencoba bijaksana dan berwibawa.
“Aku sudah mengatakan kepada calonku jika aku sudah tidak perawan lagi, dan dia mau menerimanya”
ucap ajeng santai sambil meletakan kepalanya didadaku dan memelukku semakin erat.
“Aku tidak bisa jeng”
ucapku lirih, tiba-tiba saja ajeng melepaskan pelukankku. Wajahnya penuh dengan kekecewaan. Kupeluk tubuhnya erat sembari aku daratkan kecupan pada keningnya.
“Jeng, walau ada cinta diantara kita bukan berarti kamu harus menyerahkannya kepadaku, biarkan dia yang akan menjadi penjagamu yang mendapatkannya, dialah yang akan bersamamu hingga akhir hayatmu, bukan aku… Perjalanan hidupmu masih panjang, pastinya dia juga akan memberikan kebahagiaan untukmu bahkan lebih bisa membuatmu bahagia daripada aku yang ada disini sekarang, kebahagiaanya adalah ketika kamu memberikan mahkotamu dan setelahnya dia juga akan memberikan kebahagiaan kepadamu, walau terkadang dalam perjalanan hidup ada manis dan pahit… Jangan kamu berpikir hanya denganku kamu bisa bahagia, Dia disana juga memiliki rencana tersendiri untuk kebahagiaanmu, jika dia adalah nadimu maka dihari pernikahanmu hingga matimu dia akan bersamamu, jika bukan, pasti akan ada sebuah kebenaran yang ditunjukan kepadamu”
ucapku.
“Begitulah kamu Ar… Selalu saja bisa membuat pikiran seseorang berubah-ubah, kamu bisa membuat keyakinan menjadi keraguan dan membuat semua keraguan menjadi sebuah keyakinan”
ucapnya kemudian Ajeng melepas pelukanku dan berdiri.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA….”
teriaknya sambil menghadap ke pantai.
“Arya… Arya… Hmmmm… terima kasih… terima kasih sudah mengingatkan aku…”
ucapnya kemudian aku berdiri disampingnya.
Aku kemudian berdiri dan kupeluk ajeng dengan sangat erat, balasan pelukan pun aku dapatkan darinya. Memang terpancar dari wajahnya sebuah kekecewaan namun senyuman dari biibrnya menghapus itu semua. Harapaku kepadanya adalah agar dia tidak melakukan tindakan gila atau apapun itu. Akhirnya matahari terbenam, malam telah menggeser sinar mentari.
Aku dan ajeng kemudian berpisah dengan sebuah perpisahan yang penuh dengan haru dan senyuman. Aku berpesan kepada ajeng agar tidak memberitahukan kepada Rahman. Kucoba menghubungi Rahman pada saat itu, dia sedang berlibur menenangkan pikirannya. Entah ada apa dengan dia. Aku arahkan motorku ke arah rumahku dan pulang dengan perasaan gelisah.
Akhirnya aku sampai di rumahku, kulihat Ayah sedang bercengkrama dengan telepon genggamnya didepan rumah. Aku salim kepada Ayahku dan masuk ke dalam rumah. Terlihat Ibu yang sedang asyik menonton acara televisi.
Kulihat senyumannya tapi tetap saja tidak membuat hatiku kembali bergembira. Ibu seakan tahu perasaanku dan menepuk sofa di sampingnya. Aku duduk disamping Ibu, dipeluknya kepalaku di dadanya dan dielus-elus. Ibu kemudian memintaku bercerita mengenai apa yang terjadi. Dan kuceritakan secara detail semua yang terjadi di pantai itu, dan semua tentang penilaianku yang salah.
“Berarti dia orang baik… kalau yang terakhir itu kelihatannya Ibu harus cemburu dech”
ucap Ibu ku menggodaku.
“Tidak tahu bu”
ucapku sembari memasukan kepalaku dalam pelukannya.
“Laki-laki harus bertanggung jawab”
ucap Ibu.
“Aku seperti seorang penjahat bu, ndak ada bedanya dengan yang didepan”
ucapku.
“Beda, sangat berbeda.. kamu dan dia bagai bumi dan langit, dia pemaksa dan rakus, sedangkan kamu dipaksa dan kalem, baik lagi”
ucap Ibu.
“Bu..”
ucapku.
“ingatlah jangan pernah kamu membuat sakit hati seorang perempuan karena itu berarti kamu juga membuat sakit hati Ibu, Sudah sana istirahat dulu”
ucap Ibu, aku kemudian bangkit dan menuju kamarku.
“beberapa hari kedepan puasa dulu ya sayang”
ucap Ibu menggodaku, sambil menunjuk kearah depan dimana Ayahku berada. Aku hanya mengangguk dengan senyuman dan kembali melangkah menuju kamarku.
Aku hempaskan tubuhku di kasur, tempat tidurku. Melayang pandanganku, menyapu semua sudut langit kamarku. Aku linglung dan bimbang dengan semua keadaan ini, belum lagi misteri dari email itu belum juga terpecahkan. Apakah aku harus menyerah sampai disini?
Tak gendong kemana-mana tak gendong kemana-mana… bunyi ringtone sematponku. Bu Dian.
“Halo, selamat malam bu dian”
“Haloooooo, apa kabar arya?”
“B… Ba… Baik bu, Apa kabar bu? Kok kelihatanya gembira sekali bu? Ada yang bisa saya bantu”