Wild Love Episode 24
Wild Love (Episode 24)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 24 Di depan rumahku sendiri, mucul sesosok wanita dengan pakaian serba hitamnya membuatnya terlihat sangat putih di bandingkan dengan pakaian yang berwarna lain. Wajahnya yang lembut dan bentuk tubuh layaknya seorang remaja. Tetapi kedewasaanya mulai terlihat ketika melihat rambut yang di kucir sanggul dibelakang kepalanya.
Dengan helm tigaperempat warna hitam dia melangkah dan membonceng di belakangku. Sekarang berada di belakangku dan menepuk punggungku untuk menjalankan motorku. Kujalankan motorku dengan pelan, baru beberapa meter berjalan kemudian aku berhenti. Kuraih tanganya untuk memelukku tanpa ada perlawanan sama sekali darinya, terasa mulutnya mencium pundak kananku. Kujalankan motorku kembali hingga mencapai daerah perbukitan yang sepi dan kami berhenti di sebuah taman dipinggiran bukit. Taman itu sangat sepi sekali tak ada satupun orang berada disitu.
Kami kemudian duduk bersebelahan, wanita itu kemudian merebahkan tubuhnya didadaku sambil memelukku. Kupeluk pundaknya dengan tangan kiriku dan tangan kananku memeluk pinggangnya. Tubuhku ku geser semakin rapat hingga aku bisa mencium rambut wanginya. Tangan kananku memegang dagunya dan kudaratkan ciuman di bibirnya yang berlipstik tipis dengan warna merah jambu. Ciuman kami berbalas, saling menghisap dan melumat satu sama lain. Kuakhiri ciuman itu dengan mencium keningnya, dia kemudian berdiri memandang ke arah luasnya pemandangan itu. Aku kemudian berdiri dan memeluknya dari belakang. Disandarkannya tubuhnya ke tubuhku dan kepalanya bersandar di pundak kananku
“Indah ya… rembulan itu”
ucap Ibu.
“Iya, Indah…”
ucapku membalasnya, aku semakin memeluknya erat dan tak ingin aku lepaskan dan kukecup pipinya.
“Kenapa ingin jalan-jalan?”
ucapku.
“Karena kamu terlalu sering keluar tanpa mengajakku, dan besok Mahesa pulang”
ucap Ibu.
“Maaf…”
ucapku.
Melangkah maju memeluk
Ibu maju ke depan lalu berbalik kearahku dengan tersenyum, kedua tangannya terbuka sangat lebar. Aku melangkah maju dan memeluknya, di peluknya leherku dengan kedua tangannya dan kupeluk tubuhnya erat.
“Bagaimana jika aku benar-benar tak ingin melepaskan Ibu?”
ucapku lirih.
“For Now, i won’t but someday you must…”
ucap Ibu.
“But… If i cannot let you go…”
balasku.
“You can, because someday we will be mother and son again not a lover…”
ucap Ibu.
“Don’t make me cry dear…”
ucapku.
“Kamu akan menangis jika kamu terlalu sering jauh dari Ibu, Ibu ingin kamu selalu disamping Ibu apapun yang terjadi hingga kamu menemukan cintamu… before you find you love, please be my lover and i…”
ucap Ibu terpotong.
“And I will always loving you as lover…”
ucapku. Terasa kebahagiaan dihatinya dengan pelukan erat pada tubuhku.
Kupeluk erat tubuhnya, hingga tubuhnya terangkat ke atas dan kuayun-ayunkan. Kadang aku cium bibirnya sambil aku mengangkatnya. Kurubah posisinya menjadi tertidur di kedua tanganku, tangannya memeluk leherku. Aku lalu berlari kesana kemari dengan menggendongnya. Dengan tawa dan candaku serta rasa ketakutan Ibu jika terjatuh aku terus berlari menggendongnya di depan.
“Arya, nanti jatuh nak hati-hati aaaa….”
ucap ibu sembari berteriak ketakutan.
“Ha ha ha ha tidak… aku ingin menikmati masa sekarang ini”
ucapku sambil terus berlari, hingga di sebuah taman yang berumput aku menjatuhkan diriku dan langsung memeluknya.
Kuangkat wajahku dan kupandangi wajah cantik nan manis itu, senyumku pun di balas dengan senyumannya. Kudaratkan ciuman di bibirnya dan dibalasnya. Kami berguling-guling tanpa mempedulikan sekitar kami. Ibu berada di atasku dan memandangku dengan penuh senyuman. Direbahkannya kepalanya didadaku. Lama kami berpelukan hingga gerak Ibu membuyarkan keheningan ini.
“Terima kasih…”
ucap Ibu, dipandanginya wajahku dengan tatapan manisnya.
“Apa aku sudah tidak menarik lagi?”
ucap Ibu dan aku mengerti maksdunya.
“Apa harus disini? Dirumah saja, lebih aman”
ucapku kemudian mengencup bibirnya.
Kemudian kupeluk tubuhnya erat hingga aku hampir saja terlelap karena lamanya pelukan. Ibu kemudian bangkit dan menarik tanganku. Aku bangkit, kami berdiri berhadapan dan saling berpandangan. Satu sama lain melempar senyum, di tariknya tangan kiriku dan kami mulai berjalan bergandengan. Aku kemudian memeluk pinggangnya dan sedikit aku rebahkan kepalanya di dadaku, dan kami berjalan menuju sepeda motor yang menjadi saksi bisu perjalanan kami.
Akhirnya kami pulang dengan kebahagiaan kami, kupelankan laju motor agar perjalanan ini menjadi lebih lama. Di peluknya aku sangat erat, bibir manisnya menciumi bahu kananku. Kekenyalan aku rasakan di bagian punggungku, mungkin jika terlalu lama perjalanan ini punggungku akan berlubang he he he. Dalam perjalanan nan indah ini tak ada seorangpun mengetahui jika kami adalah Ibu dan Anak. Canda tawa dan gurauan saling kami lempar untuk menghangatkan suasana di antara kami berdua.
“Bagaimana dengan Ajeng? Ibu kok tidak kamu kasih tahu”
ucap Ibu dari belakang.
“Eeee… itu….”
ucapku sedikit kebingungan dalam memilih kata-kata.
“Hayooo….”
ucap Ibu.