Wild Love Episode 23
Wanita ini benar-benar membutuhkan
Tubuhku melemas, tubuh tante ambruk. Dengan tenaganya di bukanya borgol ditanganku. Tante kemudian memelukku dan aku hanya meletakan tanganku di atas punggungnya. Terlihat jelas tante sangat puas hari ini. Aku sebenarnya sedikit marah kepada diriku, tapi sudahlah semua telah terjadi dan wanita ini memang membutuhkannya sedangkan aku sedikit menikmatinya.
Matahari telah terusir oleh sang bintang, terang telah meredup di gantikan oleh gelap. Tubuh wanita setengah baya ini rebah tak berdaya di atas tubuhku. Lama sekali tubuh wanita ini berada diatas tubuhku, aku kemudian menyampingkan tubuh tante wardani kesamping dan duduk ditepian ranjang, kuambil dunhill mild-ku dan kusulut. Baru sebentar aku menyesali kejadian yang baru saja terjadi tiba-tiba saja Tante wardani bangkit dan duduk disampingku, kemudian di turunkannya kepalanya ke arah dedek arya.
“arhh tantehh sudahhhh…”
ucapku sambil mencoba mengangkat kepalanya.
Bibirnya sudah mengulum batang kemaluanku, dan kucoba lebih keras lagi tapi tante masih mengulumnya. Di kulumnya dan di bersihkannya dedek arya dari sisa-sisa cairan kenikmatan kami berdua yang telah bercampur. Setelah semua itu usai aku kembali mengenakan celanaku dan tante masih tetap telanjang di hadapanku. Aku kemudian mengambil pakaiannya dan memakaikannya kembali.
“Arya harap ini tidak terjadi lagi tante, karena saya telah berjanji pada pak koco”
ucapku sedikit menyesali perkosaan tadi.
“Maafkan tante, karena selama ini tante tidak pernah mengalami puncak dengan mereka berdua, bahkan beberapa wanita simpanan mereka yang mereka bawa kemari untuk pesta seks juga mengatakan hal sama kepada tante”
ucap tante.
“Sudahlah tante, tapi tolong tante tidak menceritakannya kepada pak koco”
ucapku lirih kemudian bangkit dan berdiri diikuti oleh tante wardani. Kami kemudian berjalan kebawah dengan tante menggandeng tanganku. Aku pun tetap kaku pada tanganku agar tidak menggenggamnya.
“Jika kamu bertemu kembali dengan suamiku, aku memohon kepadamu agar tidak menceritakan semua perlakuan mereka, aku takut menyakiti hatinya”
ucapnya sembari duduk diruang tamu dan aku duduk didepannya.
“Berarti Aku harus bercerita kepada pak koco mengenai pemerkosaan ini?”
ucapku santai sambil memakai sepatuku.
“Ya, tidak juga ar… Ar, apakah kamu bisa mencari anakku juga?”
ucap tante tiba-tiba.
“Belum tahu tante, apakah tante tahu keberadaanya dimana?”
tanyaku.
“Tidak aku tidak tahu, setahuku dia berada di luar kota, hanya itu yang aku tahu dari nico”
ucapnya.
“Jika dia ditangan om nico mungkin saja…”
ucapku terpotong.
“Tidak, nico sudah berjanji kepadaku… Tapi aku juga tidak tahu jika suatu hal terjadi padanya, terakhir ketika dia menghubungiku, dia hanya berkata padaku kalau nico tidak berani menyentuhnya dan dia ku suruh untuk menjauhiku agar dia tidak tahu tentang keseharianku”
ucapnya.
“Kelihatanya dia anak akan menjadi anak yang baik tante… Jika nanti ada informasi aku akan langsung menuju ke kota tempat dia tinggal tante”
ucapku dengan senyuman dan asap dunhill yang keluar dari mulutku.
“Apakah dia sebelumnya tidak pernah tahu mengenai tante yang selalu dipermainkan oleh mereka?”
ucapku.
“Tidak pernah, tidak pernah jika menyaksikannya secara langsung karena selama dia tinggal bersamaku, aku hanya mau melakukannya diluar rumah, di hotel atau dimanapun asal jauh dari putriku, jadi dia tidak pernah mengetahuinya, hanya saja ketika aku meminta nico untuk melepaskannya dia sudah aku beritahu sedikit mengenai semua yang terjadi, mungkin dia shock tapi dia bisa menerimanya, hingga saat ini yang membuatku tegar dan bertahan adalah dia putriku satu-satunya”
jelas tante wardani.
“Baik tante, aku juga akan mencari tentang anak tante”
ucapku kepada tante.
“Tante, jika suatu saat nanti tante mempunyai informasi, tolong kabari aku tan”
ucapku sembari berdiri dan melangkah keluar diikuti oleh tante.
“Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan, tapi dari beberapa pembicaraan mereka, mereka melakukannya tidak hanya berdua, ada beberapa orang dari pemerintahan di daerah ini juga terlibat, mereka semua mengeruk keuntungan dari berbagai pihak swasta yang bonafit, sehingga sulit bagi pihak kepolisian dan intelejen untuk menangkap mereka karena sangat kuatnya koloni mereka yang terdiri dari para pejabat”
jelas tante wardani.
“Hmmm… mungkin aku harus menyelidikinya dulu tante, terima kasih tante, taksinya sudah datang”
ucapku sembari memberi kecupan pada keningnya. Sebelum berpisah, Tante kemudian memberikan nomor teleponnya dan aku menyimpannya.
“Oia tante, Siapa nama anak tante?”
tanyaku.
“Warda, warda sukoco awalnya tapi kemudian diganti oleh nico menjadi warda nicolaswati”
ucap tante. Nama yang sangat asing ditelingaku, masa bodohlah aku tidak akan memaksakan diriku untuk mencari anaknya itu, terlalu sulit bagiku.
“Oke tante, aku pasti bisa menyatukan kembali tante dengan keluarga tante”
ucapku sembari menutupkan jaket ke seluruh kepalaku.
Menikmati perjalanan
Aku kemudian berlari sembari menutupi wajahku dengan jaket, dan masuk kedalam taksi yang berada di seberang jalan. Tampak tante wardani kemudian menutup kembali pintu gerbang tampak jalan sangat sepi dari penghuni jalan yang biasanya melintasi jalan ini. Pak sopir kemudian mengendarai taksi ini menuju warung wongso.
“Mas, mas harus hati-hati lagi, tadi setelah mas masuk, mobil BMW itu masuk kedalam rumah itu lagi, mas tadi ketahuan tidak?”
ucap pak sopir.
“Tidak pak, aman saya sembunyi”
ucapku.
“Pokoknya harus hati-hati mas”
ucap pak sopir.
Sambil menikmati perjalananku, aku memasang kembali baterai sematponku. Kupasang dan kunyalakan nampak sms dari tante ima masuk. Kubuka sms itu dan kubalas.
From : Tante ima
Arya, bisakah kamu memberikan nomor pakdhemu kepada tante?
Tiba-tiba saja telepon dari tante ima masuk, kuangkat dan tante langsung berbicara.
“Ternyata tante salah mengira jika pakdhemu akan memilih tante“
“Tante, biarkan mereka hidup bahagia keinginan tante telah terwujud”
“Bisakah…”
“Tidak tante, aku hanya ingin mereka bahagia itu saja tante, maaf tante”
“memang mungkin hidupku harus seperti ini, salam buat pakdhemu”
“Tante, cinta memang harus memiliki tapi jika salah satunya telah memilih jalan lain dan jalan lain itu juga memberikan cinta, carilah cinta yang lainnya lagi tante”
“Ah… kamu itu Ar, mungkin memang harus begini keadaanya bersama dengan bajingan itu”
“Tenang saja tante, suatu saat Arya akan merubah keadaan buruk ini”
“semoga saja… berhati-hatilah, jika ada waktu main kerumah tante”
“Mungkin ya mungkin tidak tante”
“Ya sudah, terima kasih Arya, kamu telah menyadarkan tante bahwa cinta tidak seharusnya memaksa”
“sama-sama tante”
dan klek tuuuuuut… tante menutup teleponya.
Perjalanan ini membuatku sangat mengantuk dan lelah apalagi baru saja aku berada dalam adegan horor dan mencekam. Untung saja aku bisa lolos jika bukan karena permainan tante wardani tadi mungkin aku sekarang sudah berlari sebagai seorang pembubuh.
“Arya… Arya Mahesa Wicaksono…”
ucap pak sopir membuat aku tertegun dan terkejut.
Bagaimana mungkin dia bisa tahu nama lengkapku apakah budhe yang memberitahuku ketika dia memintanya untuk menjemputku di rumah kakek? Aku kemudian mendekatkan kepalaku di samping pak sopir.
“Bagaiman bapak tahu tentang nama lengkapku?”
ucapku.
“Karena bapak selalu mengawasimu dari kejauhan”
ucap pak sopir.
“Siapa bapak sebernarnya? Apa bapak suruhan mereka berdua?”
ucapku.
“NAJIS! TIDAK AKAN AKU MENJADI SURUHAN BAJINGAN-BAJINGAN ITU”
teriak pak sopir membuatku sangat kaget.
“Den, Aden Arya… Bapak adalah suruhan Pak Wicak dan Ibu Mahesawati untuk selalu mengawasimu”
ucap pak sopir membuat aku kaget dan sangat terkejut, aku langsung memposisikan tanganku keleher pak sopir itu.
“Berhenti! Bapak jangan bohong, kakek dan nenek sudah meninggal, mana mungkin mereka menyuruh bapak, harta saja mereka sudah tidak punya”
ucapku sedikit membentaknya.
“Sudah lepaskan dulu bapak akan menjelaskan kepada den arya”
ucap pak sopir. Aku lepaskan cekikan di lehernya, bapak itu kemudian menyulut rokok sampoerna dari sakunya.
“Nama Bapak adalah Wanadi, Bapak adalah Sopir dari Pak Wicak dan Ibu Mahesa dikala mereka jaya. Anak-anak bapak disekolahkannya oleh mereka hingga S2, hingga anak bapak mempunyai perusahaan taksi ini. Dulu ketika kamu lahir kakek dan nenekmu sangat khawatir akan keselamatanmu dan mereka menyuruh bapak untuk mengawasimu sejak kamu lahir sampai sekarang. Waktu ada Ibu-Ibu menelepon ke admin perusahaan untuk menjemput aden, anak bapak yang merupakan pemilik perusahaan taksi ini mendengarnya dan langsung mengabari bapak untuk menjemput aden dan wajar jika bapak tahu nama aden, bahkan sebelum aden bisa menyebut nama aden sendiri bapak sudah tahu”
“Aden, jangan kaget, setelah anak-anak bapak disekolahkan oleh kakek dan nenekmu, bapak berjanji kepada mereka untuk selalu mengabdi pada mereka, bahkan bapak tidak mau dibayar oleh mereka. Hingga mereka jatuh tersungkur dibawah pun anak-anak bapak juga sering mengirim uang dan makanan kepada kakek dan nenekmu. Sekalipun mereka miskin dengan rumah gubuknya, mereka tetap TUAN BESAR bapak. Dan kebahagiaan bapak adalah aden telah menemui mereka, dan itu adalah yang mereka inginkan den, bertemu dengan aden dan menghembuskan nafas terakhirnya dipelukan aden”
jelas pak sopir, aku kemudian merebahkan tubuhku di kursi mobil ini kemudian menyulut sebatang dunhill.
“Aden… aden harus hati-hati, jika nanti terjadi sesuatu pada aden, bapak akan sangat malu kepada Pak Wicak dan Ibu Mahesawati”
ucapnya kembali, yang kemudian menjalankan mobil itu.
“Pak terima kasih, dan maafkan jika arya terlalu kasar tadi, karena jika teringat kakek dan nenek, Arya sangat terbakar emosinya”
ucapku.
“Semua orang yang dulu menjadi abdi dalem kakek dan nenek aden yang di kota ini, juga sangat emosi terhadap anaknya, dan mereka selalu mendoakan kejatuhan mereka berdua”
ucap pak Wan (Wanadi).
“Semua orang ?”
ucapku.
“Ya, banyak dari mereka ada di daerah ini, salah satunya karena jasa besar kakek dan nenek aden mereka disini untuk selalu mengawasi aden, jika si bajingan itu berani melukai aden, akan ada perang dunia, bapak jamin itu semua”
ucap pak Wan.
“Katakan pada mereka, jangan pak… biarkan aku yang membuat dia menyesali perbuatannya selama ini”
ucapku, terlihat senyum pak wan dari kaca tengah mobil.
Mobil melaju semakin melambat menandakan tujuanku sudah semakin dekat. Taksi pun berhenti, ketika aku mau membuka pintu tiba-tiba pak wan keluar dengan cepat dan membukakan pintu untukku. Aku yang terkejut dengan perlakuan pak wan kemudian keluar.
“Bapak tidak perlu seperti itu pak, saya juga tidak membayar bapak untuk melakukan hal itu”
ucapku.
“Den…”
ucap bapak sambil menunjuk didadanya.
“Banyak hutang bapak kepada kakek aden yang belum bapak lunasi atau bahkan tidak bisa sama sekali bapak lunasi, jadi jika aden butuh bapak tinggal menelepon bapak, bapak akan datang dan siap mengantar aden kemanapun”
ucap pak wan, aku kemudian memeluk pak wan. Ketika aku mau membayar untuk taksi.
“Uang aden itu tidak laku untuk membayar taksi ini, mending buat makan diwarung teman aden itu”
ucap pak wan, kemudian kami berpisah dan aku melangkah menuju warung wongso yang sudah duduk didepan warung, aku kemudian duduk disampingnya.
“Sudah tahu siapa pak wan, Cat?”
ucap wongso. (Cat tembok adalah panggilan akrab arya karena kulitnya yang putih)
“Eh… kamu sudah tahu?”
ucapku dan dia hanya mengangguk.
“Kenapa kamu tidak memberitahuku?”
ucapku.
“Karena dia yang meminta agar dia yang mengatakannya sendiri aden arya yang guanteng”
ucap wongso yang kemudian dia sambung dengan cerita awal dimana ia pertama kali mengetahui pak wan. Pak wan hampir dibunuhnya karena mencari informasi mengenai diriku tapi ketika pak wan menjelaskan akhirnya wongso bisa mempercayainya.
“Kamu ndak nglanjutin kuliah kamu Wong?”
ucapku.
“Tidaklah cuti satu tahun dulu, kan kamu tahu Warung semakin rame dan bapak sedang banyak kerjaan bangun gedung walau jadi tukangnya dan adikku juga sedang membutuhkan biaya banyak untuk kuliahnya jadi aku lebih baik mengalah”
ucapku.
“Kenapa kamu tidak…”
ucapku terpotong.
“Bilang ke kamu gitu? Terlalu banyak yang sudah kamu berikan kepadaku Ar dan jangan sekali-kali kamu memaksaku atau aku akan lempar kamu ke tengah jalan”
ucapnya sambil tertawa, aku benar-benar terdiam melihat tingkahnya tak bisa aku berkata-kata. Hingga suasana hening menemani kami dengan deru tembakan knalpot dan sorak-sorai mesin mobil saling menendang.
“Ar…”
ucap wongso.
“Hmmm….”
jawabku.
“Terima kasih…”
ucapnya.
“buat apa?”
ucapku.
“karena kamu telah menyelamatkan nyawa Ibuku waktu itu dan membiayai aku masuk kuliah, jika saja kamu tidak ada waktu itu, mungkin aku sudah tidak pernah melihat Ibuku lagi”
ucapnya dan langsung kupukul punggungnya dengan tamparan tangan, kulihat matanya kembali menggenang.
“sudah lama aku ingin mengatakan ini, kamu bukan saudara kandungku dan bukan anak dari Ibu atau pun Bapakku, tapi malah kamu yang berlari melewati kobaran api yang membakar rumah kami bukan aku yang anak kandungnya… ahhhhh”
ucapnya yang tersengal dan kemudian menghela nafas panjang.
“aku benar-benar malu ar, apalagi selama ini kamu yang meminta kakekmu (kakek dari Ibunya) untuk membantu pembangunan rumah kami yang terbakar dan juga membiayai kulaihku diawal masuk”
ucapnya dengan sedikit tersengal.
“Kalau kamu bukan saudaraku terus kamu siapaku?”
ucapku sambil tersenyum dan dia memandangku dengan tatapan berairnya itu.
“Kamu itu bisa saja Ar, dasar CAT TEMBOK PUTIH”
ucapnya sambil memelukku dan membawaku masuk kedalam warung.
“Lho nak arya, masuk nak anggap saja warungnya sendiri… Wongso, Arya dibuatkan minuman dulu to ya”
ucap Ibunya Wongso.
“Lho lho lho katanya anggap warung sendiri ya aku buat sendiri to ya, masa dibuatkan kalau gitu aku tak pulang saja”
ucapku yang ditimpali pukulan dikepalaku oleh wongso.