Wild Love Episode 22
Sebuah kata indah yang menenangkan hati
Senyum kembali tergurat di bibirku, begitu manis ksatria ini ketika mengucapkan sebuah kata-kata indah untuk menenangkan hatiku. Hatiku bersorak dan gembira, ku balas sms itu dengan ucapan kekaguman atas apa yang dia pilih. Pintu kamarku terbuka, masuklah wanita yang selalu menemaniku selama ini. Kupandang lembut wajahnya dan ku lempar sebuah senyum kearahnya.
“Ada apa kok bahagia sekali?”
tanya Ibu sambil duduk disebelahku.
“Pak dhe memilih budhe”
ucapku, langsung dipeluknya aku dan dikecupnya pipi kananku.
“Bagus dong kalau begitu, kamu tidak perlu sedih lagi”
“Oia, kamu tidak perlu memberitahu ima masalah ini, biar dia yang menghubungi kamu”
ucap Ibu.
“Kenapa?”
tanyaku.
“Ya karena… pasti dia akan terus mengejar pakdhemu dan tidak akan menerima semua yang telah terjadi dan jika kamu mengabarinya dia akan terus mengejarmu untuk mempertemukannya kembali dengan pakdhe, Ibu lebih tahu ima dari pada kamu, okay?”
ucap Ibu.
Aku mengangguk dan mengiyakan perintah Ibuku. Ibu kemudian berdiri dan mengajakku makan siang. Semua kembali ke kondisi normal kembali tapi untuk kondisi dengan Ayah kelihatannya belum bisa kembali seperti semula. Pikiranku kemudian tertuju kepada Ayah dan Om Nico.
Segera ku selesaikan makanku dan segera kembali ke kamarku. Ku sulut dunhill dengan membuka-buka sematponku, AJENG!. Ya aku harus menemuinya untuk memastikan hubungan dia dengan om nico. Aku kemudian turun ke bawah dan pamit kepada Ibuku sembari mengutarakan niatku sore ini tak lupa mengambil uang sebagai peganganku.
“Kamu yakin? Bagaimana jika Ajeng tidak bisa dipercaya kemudian dia malah memberitahukan jika kamu mengetahui segalanya?”
ucap Ibu.
“Aku tidak akan menceritakan semuanya bu, hanya ingin menanyakan kenapa dia memata-matai Rahman”
ucapku, Ibu menjawabnya dengan anggukan dan senyuman kemudian melangkah ke arahku.
“Ingat, kamu harus berhati…”
ucap Ibu sembari mendaratkan ciuman di bibirku dan memelukku sangat erat. Kubalas ciuman itu dan pelukannya.
“Arya berangkat dulu Ibuku sayang”
ucapku dengan senyuman. Ibu membalasnya dengan anggukan.
Aku kemudian berangkat menuju kos Ajeng, sebelumnya aku mengirimkan pesan ke Rahman kapan dia pulang. Rahman membalas dia pulang besok senin dan di hari pertama kuliah dia akan bolos terlebih dahulu. Situasi aman dan terkendali jika aku harus bertemu dengan Ajeng saat ini. Dan tidak perlu takut jika Rahman mengetahuinya.
Aku memacu motorku hingga aku sampai di daerah kampusku. Aku terjebak di lampu merah dibelakang barisan motor yang mengantri lampu hijau. Lama aku menunggu antrian lampu hijau ini hingga sebuah mobil melintas dari arah kananku menuju arah kiriku. Melintas sebuah mobil sedan merek Bebek Merah Warnanya (BMW) dengan kaca depan terbuka. Kulihat seorang dengan wajah yang kukenal selama ini.
“Ayah… Kenapa dia ada disini, dia pamit untuk perjalanan dinas selama beberapa bulan ini, kenapa dia ada disini?”
bathinku.
Layak bebek yang baru saja dibukaan kandang
Lampu hijau menyala, segerombolan pengembudi sepeda motor dan mobil berhamburan layaknya bebek yang di bukakan pintu kandangnya. Aku alihkan arah REVIA menuju arah BMW itu bergerak. Ku ikuti dengan jarak yang jauh agar tidak ketahuan dan terus bergerak di belakangnya. Keuntunganku adalah mobil itu berjalan pelan sehingga dalam membuntutinya pun memperkecil peluangku untuk kehilangan target.
Aku terus membuntutinya hingga mobil itu berbelok ke arah market, In-Mart, kuhentikan motorku tepat di depan sebuah warung makan yang didepannya berderet-deret mobil taksi yang sedang beristirahat dan beberapa mobil serta sepeda motor.
“Woi Ndes! Ngopo ngadeg neng kono? (Woi Ndes, mengapa berdiri di situ?)”
teriak seseorang ke arahku, aku kemudian menoleh.
“Woi bro, wah lama ndak ketemu”
ucapku sembari memasukan motorku ke tempat parkir warung makan. Ya dia adalah Wangso, temanku semasa SMA dulu yang jarang sekali aku temui.
“mampir dulu to bro, makan, gratis pokoknya”
ucapnya, pandanganku masih tetap ke arah mobil BMW itu. Kulihat mobil BMW itu akan keluar dari market tetapi menunggu mobil yang berada di belakangnya untuk masuk ketempat parkir. Kulihat seorang supir taksi masuk kedalam taksinya.
“Bro, ngobrolnya nanti saja yo, aku masih ada urusan, aku nitip motorku, ni kuncinya”
ucapku sambil melemparkan kunci motorku.
“Weitssss…. tapi nanti mampir lho, gak mampir tak obong (Bakar) motormu”
ucapnya dengan tertawa terbahak-bahak yang kemudian melangkah masuk ke dalam warung sambil geleng-geleng melihat tingkahku.
“Iyo iyo, tapi gratis lho, yen ora gratis tak obong warungmu (iya iya, tapi gratis lho, kalau tidak gratis aku bakar warung kamu)”
ucapku sambil menuju taksi hanya dibalas dengan jari tengah wangso. Aku kemudian berjalan kearah supir taksi itu dan menepuk pundak supir taksi itu, ketika sopir taksi itu menoleh.
“Lho bapak to, pak saya minta diantar sekarang bisa?”
ucapku kepada bapak sopir yang sudah sering bertemu dengannya.
“Weee masnya, bisa mas, monggo masuk”
ucap bapaknya, aku kemudian masuk kedalam taksi.
“Pak, bapak lihat mobil BMW itu”
ucapku.
“Iya mas…”
jawab pak sopir.
“pokoknya bapak ikuti mobil itu ya pak kemanapun”
ucapku dan pak sopir mengiyakannya.
Mobil itu kemudian berjalan dengan perlahan di ikuti oleh taksi yang aku tumpangi. Semakin lama arah dan tujuan dari mobil BMW itu semakin membuat aku mengrenyitkan dahi. Arah dan tujuan ini seperti pernah aku lewati sebelumnya.
Dan jika aku melihat kanan dan kiriku aku mulai mengingat jalan ini. dan sampailah aku di depan pintu perumahan, PERUMAHAN SAE. Mobil itu kemudian melintas gerbang dan masuk lalu menghilang. Mobil taksi pun melaju lambat menuju ke arah gerbang perumahan.
“Perumahan SAE, ini adalah perumahan tempat terjadinya pembunuhan KS. Kenapa mereka kesini lagi?”
bathinku.
“mas, tutup wajah mas pakai jaket”
ucap pak sopir tiba-tiba menyadarkan lamunanku.
“Cepat mas”
ucapnya dengan nada menghardik.
“Pak, mau ketempat siapa?”
ucap pak satpam.
“Mau ketemu sama pak eli”
ucap pak sopir tiba-tiba.
“Ouwh pak elli, lurus saja pak, dah tahu kan…”
kata pak satpam.
“iya pak… Oia Perlu ninggalin KTP ndak pak? Ini saya kelihatannya agak lama dan masnya ini belum punya KTP, kalau KTP saya bagaimana”
ucap pak sopir.
“ouwh ndak usah saja ndak papa pak, yang penting kalau mau pulang lapor ya pak”
ucap pak satpam. Setelahnya mobil melaju dengan sangat pelan.
“Sudah mas tenang saja, saya juga sering nganter orang kesini jadi tadi satpamnya sudah kenal saya”
“Kelihatannya mas sedang mencari sesuatu ya mas?”
ucap pak sopir melanjutkan.
“Eh….”
aku sedikit terkejut dengan ucapan pak sopir.
“Tenang saja mas, saya bisa jaga rahasia yang penting mas jangan sampai ketahuan sama orang di mobil BMW itu, bahaya mas…”
ucap pak sopir.
“Darimana bapak bisa tahu kalau orang itu berbahaya?”
ucapku.
“Saya sudah sering mengantar beberapa orang rekanan kedua orang itu, sedikit banyaknya mereka mengeluh kepada saya karena mereka di peras habis-habisan”
“Ingat ya mas, hati-hati, saya tidak tahu hubungan antara mas dengan kedua orang itu tapi saya akan bantu mas selama mas melakukan kebenaran, jika bapak melihat mas, mas adalah orang yang baik”
ucap pak sopir sembari tersenyum.
“Terima kasih pak, saya akan pegang kepercayaan bapak”
ucapku.
Taksi kemudian melaju dengan pelan, tampak di depan sana sebuah mobil BMW sedang diparkir didepan pintu gerbang sebuah rumah. Aku meminta pak sopir untuk melewatinya dengan sedikit cepat, setelah melewatinya kulihat mobil itu masuk kedalam rumah tersebut. Tampak seorang wanita berkulit putih dengan baju putih tanpa lengan dan rok hitam yang menutupi hingga di lututnya. Setelah mobil itu masuk aku meminta pak sopir untuk memutar balik melewati median jalan, kusuruh pak sopir berhenti tepat didepan rumah tersebut.
“Pak, ini uangnya nanti bapak kesini lagi jika saya sudah telepon bapak”
ucapku.
“Dah, mas tenang saja, nanti saja kalau mas sudah selesai urusan disini, jujur saja saya takut jika mas kenapa-napa”
ucap pak sopir.
“Tenang pak, semuanya pasti bisa saya kendalikan”
ucapku. Kemudian pak sopir meninggalkan aku yang duduk sendiri diseberang rumah itu. Dengan jaket yang aku tutupkan di seluruh kepalaku.