Wild Love Episode 18
Tanpa basa basi menghantam liang
Kami berciuman sebentar dan langsung aku posisikan mbak maya menungging dengan berpegangan pada pinggir bak mandi. Tanpa basa-basi aku langsung menusuk vagina mbak maya tentunya dengan bantuan tangan mbak maya ah hangat.
“Aiiiiiiiiihhhh”
Sakit mas pelan.
“Maaf mbak, keburu bapak ibu pulang”
Ucapku sambil aku menggoyangnya dengan kasar.
“Aduuuuuh mashhhh”
Aku semakin cepat menggoyang karena waktuku tidak banyak, semakin cepat menggoyang untuk meraih kenikmatan.
Lama aku menggoyang tubuhnya, lama pula aku meremasi kedua susunya itu dalam posisi membungkuk dan memeluknya.
“ouftthhhh terus mash kontolmuhhh bikin aku gilaaahh mashh ahhh aku suka kontolhhh ouwhhhh mashhh aryaaahhhh ooooooohhhhhhh”
“Bikin aku cepeth keluarhhhh”
Rintihnya.
“Iya mbak, aku juga sudah kerasa ngilu mbak”
Ucapku.
“Keluar mbak aku keluaaaarrrr”
Jeriku tertahan.
“Aku juga massshhhh aaaaaahhh”
Rintihnya.
Dalam waktu dan tempo cepat akhirnya aku bobol dan muncrat ke dalam vagina mbak maya, kurasakan aliran cairan hangat kami. Kutarik tubuh mbak maya dan aku kemudian berpelukan kucium bibirnya. Dengan mengambil gayung dibelakang tubuh mbak maya, aku siram tubuh kami berdua dengan air. Mbak maya dengan telaten memandikan aku, setiap bagian tubuhku di sabuninya tak lupa pada bagian dedek arya di kulumnya.
Aku juga melakukan hal yang sama setiap tubuhnya aku sabuni dan pada bagian memeknya aku jilati. Acara mandi selesai dan aku kembali kekamar begitu pula mbak maya. Aku berberes kamar dan kembali kedalam rumah lalu duduk sambil menunggu kedatangan pak roto. Mbak maya tampak menyuguhkan aku teh dan susunya yan menepel didadanya walau terbungkus, tapi bungkusnya terlalu ketat dan sempit.
“Makasih mbak”
Ucapku.
“Sama-sama mas arya ganteng”
Jawab mbak maya.
“Ini tehnya boleh dicampur sama susu ndak mbak?”
Ucapku.
“Boleh sich, tapi tuh yang dibawah sana haloooo, nanti pasti minta masuk ke sarang”
Jawabnya sambil tertawa.
“Beneran nich”
Ucapku.
“Jangan mas ah besok-besok saja, bisa patah tulangku mas”
“Semalam saja aku dah mau pingsan tapi enak”
Ucapnya sedikit nakal, wajahnya masih tampak lelah tapi senyumannya seakan-akan tak pudar kemanisannya.
“Makanya jangan nggoda gitu”
Ucapku.
Mereka yang berterima kasih
Lama kami mengobrol yang nakal-nakal akhirnya kulihat pak roto dan bu roto baru saja masuk dalam rumah. Aku kemudian menyampaikan rasa terima kasihku dan kuserahkan bungkusan berisi uang sisa dari uang yang aku serahkan kepada penduduk desa banyu biru. Pak Roto sangat berterima kasih dengan bingkisan itu kemudian memelukku dengan erat. Setelah aku berpamitan dengan mereka aku menaiki REVIA di saat itu mbak maya menghampiriku.
“Mas, ini jangan jadi yang terakhir ya?”
Ucapnya berbisik kepadaku.
“Ya kalau bisa ya mbak makanya mbak maya main ke daerahku nemenin suaminya biar ketemu aku mbak”
Ucapku berbisik kepadanya.
“Iya kapan-kapan, pokoknya yang terakhir, aku dibuatkan momongan ya mas”
Bisiknya kepadaku sembari meninggalkan aku dan berdiri di samping Pak dan Bu Roto.
“Heeeeh!????”
Ucapku, yang kemudian mbak maya memberi secarik kertas berisi nomor Hpnya. Aku kemudian mengantonginya dan kulepaskan tanganku ke atas sebagai salam perpisahan kepada mereka.
Dalam perjalanan pulang pikiranku kembali kalut dari kakek nenek yang sudah tiada ditambah dengan perlakuan Ayah. Dalam perjalanan pulang yang menempuh waktu yang cukup lama itu akhirnya aku sampai pada daerah perkotaan tempat aku tinggal. Sebentar aku mampir ke sebuah warung nasi kucing di dekat daerah rumahku yang mana menjadi langgananku ketika aku sedang sendiri di rumah.
Perbincangan dengan mereka orang-orang yang aku kenal membuat rasa lelahku sedikit hilang. Disela-sela obrolan aku kemudian sms mbak maya, untuk memberitahukan ini adalah nomorku. Dan mbak maya langsung menanggapinya, cukup sebentar sms-an kami karena aku mengakhirinya dan kemudian pulang menuju rumah. Dan kutemukan rumah, sebuah rumah dimana aku tinggal. Ketika aku masuk kerumah.
“KAMU INI DARI MANA SAJA! PERGI TIDAK BILANG-BILANG! LIHAT DARI KEMARIN SAMPAI DIRUMAH IBU KAMU KHAWATIR!”
Bentak Ayahku, aku hanya tertunduk dan membisu. Tumben ayah mau menanyakan kabarku?? Tapi kenapa marah-marah, biasanya aku pergi tak pamit juga dia tidak memarahiku.
“JAWAB!”
Bentak ayahku kembali.
“Arya, jalan-jalan Romo”
Ucapku lirih.
“DASAR BAJINGAN KAMU INI!”
Bentaknya sembari meninggalkan aku.