Wild Love Episode 16
Mengahlikan perhatian
Demi mengalihkan perhatian akan nafsuku, aku mengalihkan perhatianku ke Wicaksono dan Mahesawati, Kakek dan Nenekku. Besok sudah memasuki minggu tenang selama 2 minggu untuk menyambut Ujian Semester 5, aku putuskan untuk mencari Kakek dan Nenekku. Aku berangkat tanpa memberitahukan Ibu dan Ayahku kemana aku pergi tak lupa aku membawa uang yang cukup banyak 50 juta dalam perjalananku. Kuarahkan ke arah barat Revia, melewati daerah Rumah Kakek dan Nenekku dari Ibu.
Hingga mendarat pada sebuah daerah yang bernama Desa Banyu Sawah, di desa yang sejuk belum tercemar asap-asap pabrik ataupun asap kendaraan bermotor yang berlalu lalang. Karena rata-rata di daerah ini orang-orang menggunakan sepeda, mau bagaimana lagi jalan di desa ini baru terjamah kerikil aspal saja belum. Aku hentikan langkah Revia di sebuah warung dengan dinding anyaman bambu, sejenak aku beristirahat dan beradaptasi dengan daerah itu. Aku berada di tempat itu tepat pukul 16:00 ketika aku melihat sematpon ku.
“Bu, minta kopi hangat satu bu?”
Ucapku kepada Ibu Penjual yang putih cantik dengan senyuman menawan.
“Kok Bu to mas, saya itu masih 30 tahun mas, dipanggil mbak saja”
“Kopi hitam apa kopi instan mas?”
Jawabnya.
“Iya Bu eh mbak, Kopi instan yang wait ya mbak”
Balasku cengengesan.
Segelas kopi wait dengan pemandangan desa yang sungguh luar biasa indah. Warung yang berada ditepi jalan dengan pemandangan sawah, sungai dan perbukitan nampak melengkapi kekosongan hati ini. Sore semakin larut dalam gelapnya malam tapi hingga aku berada disini kuberanikan diriku bertanya dan mengobrol dengan mbaknya.
“Mbak, tahu rumahnya Pak Wicaksono dan Bu Mahesawati?”
Ucapku kepada mbaknya, dia tampak terkejut ketika mendengar nama itu.
Kuperhatikan matanya yang menelanjangiku, aku tetap santai dan otakku mencoba memikirkan apa yang harus aku katakan ketika nanti ada pertanyaan-pertanyaan tambahan dari wanita ini.
“Mas itu siapa kok nyari-nyari mereka berdua?”
Ucapnya.
“Saya orang dari kota mau mengantarkan kiriman uang dari siapa saya tidak tahu, saya hanya suruhan dari jasa ekspedisi istilahnya ya perusahaan jasa pengiriman, dan alamatnya yang tercantum di daerah ini mbak”
“Kalau tidak ketemu saya bisa kena pecat mbak”
Ucapku kepada mbaknya.
“Mas, mereka berdua sudah pindah mas, tidak ditempat ini lagi mereka menghindari anaknya itu yang saya ketahui, mungkin Bapak saya tahu dimana mereka sekarang”
“Apa masnya mau mampir dulu kerumah saya? Nanti saya pertemukan dengan bapak saya, masnya tanya-tanya dengan bapak saya saja mas”
Jelasnya, tanpa menghiraukan esok hari aku menyetujui untuk kerumah mbaknya.
Berbincang mengenai desa
Kami berbincang-bincang mengenai desa ini, dari perbincangan itu akhirnya aku mengetahui namanya Mbak Maya, wanita berumur 30 tahun, berkulit putih, rambut yang panjang hingga punggungnya, tingginya kurang dari tinggi Ibu dan wajah Ayu nan manis yang bisa membuat semua laki-laki tergoda.
Hingga akhirnya aku dan mbak maya pulang kerumahnya, tepat pada jam 18:00 aku sampai di rumab mbak maya. Aku diperkenalkannya kepada mereka semua yang ada di rumah, Ayah mbak Maya Pak Roto, Ibunya Bu Roto dan satu orang anaknya mbak Maya yang berumur 4 tahun bernama Isti. Malam menjelang tepat pukul 19:00, akhirnya aku berbincang dengan Ayahnya di beranda rumah sederhana dengan teras yang sangat luas.
“Apakah kamu benar-benar dari kota, dan dari perusahaan pengiriman?”
Tatapan mata yang tajam membuat aku merinding ketika mata itu semakin menusuk. Ya Ayah mbak maya hanya seorang petani perawakannya setinggi mbak maya. Aku kemudian tersenyum kepadanya.
“Bisa iya bisa tidak pak? Apakah ada yang salah dengan saya pak?”
Jawabku dengan senyum candaku.
“Sudah jelas kamu pasti bukan dari perusahaan pengiriman barang, kamu pasti ada hubungannya dengan anak dari pak wicak (panggilan kakek dari ayah)”
Ucapnya kepadaku.
“Pak, sebelumnya saya minta maaf, saya memang bukan dari perusahaan pengiriman barang, dan jika saya salah, saya mohon dimaafkan”
“Saya memang ada hubungannya dengan anaknya, tepatnya aku anak dari anak Kakek Wicaksono”
Jawabku, membuat kedua mata pak roto mendelik kaget melihatku.
“Tenang pak, saya kesini bukan maksud apa-apa hanya saja, saya kesini untuk mencari kebenaran pak, seandainya bisa tolonglah agar saya diberitahu keberadaan kakek dan nenekku”
Ucapku kepada pak roto, sembari mengeluarkan dunhill mild dan menyulut sebatang. Kepulan asap dunhill nampak kalah bertarung dengan kepulan asap dari rokok lintingan pak roto.
“Apa tujuanmu sebenarnya? Jika memang mencari kebenaran, jangan pernah sekali-kali kau bawa mereka berdua kembali dalam kubangan dosa anaknya, mahesa”
“Mereka sudah terlalu menderita”
Jelasnya yang membuat aku terbatuk-batuk, tersedak ketika menyeruput teh hangat buatan mbak maya yang sudah disediakannya di awal perbincangan kami berdua.
“Apa maksud bapak? Menderita bagaimana? Ayah hidup bergelimang harta, kenapa kakek menderita? Apakah ayah menyakitinya?”
Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulutku, membuat pak roto memandangku dengan terheran-heran.
“Apa kamu tidak mengetahui keadaan kakek dan nenekmu?”
Tanyanya, aku hanya menggelengkan kepala.
“Mereka pindah ke desa banyu biru, agar tidak ada seorang pun tahu keberadaan mereka, aku hanya tahu itu saja, banyu biru terletak di balik bukit itu, kamu harus jalan kaki melewatinya”
“Paling tidak butuh waktu 4-5 jam untuk mencapai daerah itu, di desa itu hanya beberapa penduduk yang tinggal mungkin 10-12 Kepala keluarga disana”
Jelasnya kepadaku.
“Jika kamu tahu, Ayahmu selalu membuat menderita mereka berdua, dulu mereka adalah orang terkaya di desa ini selalu berbagi dan dihormati oleh warga, aku tidak tahu menahu soal Ayahmu, yang jelas mereka menjadi miskin dan terlantar karena Ayahmu, Mahesa, makan saja mereka mendapat belas kasih dari tetangga”
Jelas Pak Roto, membuat aku tertunduk dan di tanganku yang bertumpu pada lutut kakiku.
Tetesan air mata mulai mengalir dari mataku, mengingat bagaiman Ayah, Ibu dan Aku selalu dalam kecukupan tetapi Kakek dan nenek wicak malah kelaparan. Tiba-tiba tangan yang kasar mengelus kepalaku dengan lembutnya.
“Kamu cucu yang baik, datanglah kesana esok hari, dan akan aku antarkan kau melalui jalanl terdekat, mungkin hanya 2-3 jam kamu bisa sampai disana. Tidurlah dirumah bapak, kumpulkan semua tenagamu karena besok adalah perjalanan terberatmu”
Ucapnya, aku kemudian melihat kedua mata itu, aku mengusap air mataku dan kemudian sungkem di bawah pak roto mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.