Wild Love Episode 16
“Pak koco, apakah pak koco tahu mengenai tujuan mereka?”
Tanyaku kembali memastikan.
“Aku sudah katakan kepadamu, tujuan mereka hanya kekayaan dari kakek mu dan ayah dari wanita india itu”
Ucapnya, aku hanya merunduk dan menggosok wajahku dengan kedua telapak tangaku, kulihat pak koco melihatku dengan tatapan tajam.
“Kenapa bapak bisa seterpuruk seperti sekarang ini? Apakah karena mereka juga?”
Ucapku menanyakan tentang keadaannya yang sekarang.
“Ketika Losmen itu dibeli oleh seorang pengusaha, mereka berdua menghasut pemilik baru agar aku dikeluarkan dari Losmen yang sudah menjadi hotel itu. Kemudian mereka menyebarkan berita miring tentangku, aku stresslah, aku banyak hutang, pecandulah yang membuat warga sekitar memandangku dengan sinis dan selalu mencibirku. Aku tidak tahan dan pindah dari rumahku yang dulu. Tujuan mereka memfitnahku adalah jika suatu saat nanti aku membocorkan kejahatan mereka tidak ada yang mempercayainya karena aku seorang yang gila”
Jelasnya dengan pandangan mengingat akan masa itu.
“Ternyata bapak orang yang baik”
Ucapku, kulihat matanya kembali menitikan air mata ketika mendengar perkataan itu.
“Mas, aku bukan orang baik maafkan aku”
Ucapnya kepadaku.
“Sudahlah pak, jika saja tidak ada kejadian itu aku tidak akan berada disini”
Ucapku dengan senyuman. Disulutnya sebatang dunhill mild kembali, kepulan asap kembali menyelimuti wajahnya.
“Cobalah kau temui orang tua mahesa, kemungkinan mereka tahu alasannya. Kalau orang tua nico kelihatanya mereka sudah tidak ada. Dari yang aku tahu, nico dibesarkan oleh orang tua mahesa juga cepatlah kau cari mereka jika ingin mengetahui semua jawaban dari pertanyaanmu”
Ucapnya, aku mengangguk tersenyum kepada pak koco, akhirnya dengan beberapa pertanyaan di jawab oleh pak koco dengan jelas sejelas-jelasnya. Akhirnya aku pamit dan diantar pak koco keluar rumah.
“Pak, apakah bapak masih ingin bertemu dengan istri bapak?”
Ucapku.
“Tentu saja aku masih mencintai istriku sekalipun mungkin dia tidak lagi mencintaiku”
Jawabnya.
“Jaga rahasia ini, dan aku berjanji akan membawa istri bapak kembali ke pelukan bapak lagi, setelah itu bawalah wanita itu pergi dari daerah ini”
Ucapku tegas, pak koco memadangku dan meneteskan air mata. Dia kemudian memelukku dan mengucapkan terima kasihnya.
“Tapi aku tidak janji jika dalam waktu dekat, jika aku berhasil menemukannya aku akan hubungi pak Koco”
Ucapku kepada pak koco, kemudian pak koco memberikan nomor HP-nya kepadaku.
Bergerak dengan hati-hati
Dia berpesan kepadaku agar aku lebih berhati-hati agar mereka tidak mengetahui keberadaanku, Dia sangat berharap keberhasilanku, agar dia bisa bertemu dengan istrinya.
Perjalanan pulang aku tempuh, berjuta pertanyaan bertambah di dalam otakku. Aku saja selama ini tidak pernah tahu keberadaan kakek dan nenekku dari Ayah, bagaimana aku bisa menemukannya? Jika saja aku harus menanyakan kepada Ayah, itu akan sangat berbahaya bisa saja Ayah mencurigaiku. Aku sampai dirumah, tampak Ayah dan Ibu sedang bersiap-siap untuk pergi.
“Lho Romo dan Ibu mau kemana?”
Tanyaku kepada mereka berdua, nampak Ayah masih sibuk dengan HP-nya.
“Tante Ratna sakit, dia meminta Ibu menemaninya karena Suaminya sedang keluar kota ada proyek hingga awal tahun dan Ayahmu ini ada pertemuan dengan koleganya”
Ucap Ibu tersenyum kepadaku,tampaknya akan lebih bahagia jika tidak dirumah.
“Ouwh oke dech kalo begitu”
Ucapku.
Aku masih menunggu mereka berkemas-kemas, setelah semua perlengkapan beres Ayah kemudian keluar terlebih dahulu. ku kemudian membawakan Tas Ibu dan barang-barang lainnya untuk dibawa kerumah Tante Ratna. Ketika masih di lorong rumah.
“Maafkan Ibu ya nak, mungkin kamu bakal puasa lama”
Ucapnya kepadaku dengan senyum nakalnya.
“Tidak apa-apa bu Arya bisa tahan bu”
Balasku.
“Iya deh percaya ada satu lagi”
Ucapnya terpotong.
“Itu lagi, itu lagi bosen Arya dengernya bu, pokonya kalau si itu minta Arya tidak tanggapi, janji”
Ucapku.
“Pokoknya seizin Ibu ya”
Ucap Ibuku.
Ibu kemudian memelukku dan mencium bibirku dengan penuh nafsu. Pelukan dan remasan aku berikan kepada tubuhnya, kuremas dengan sedikit kuat pada susu Ibuku. membuatnya semakin ganas dalam mencium bibirku.
Tiiiiin Tiiiiiiiin Tiiiiiin… terdengar klakson dari mobil Ayah. Kami menyudahinya dan kemudian aku mengantar kepergian Ibu. Setelah mereka berangkat aku hanya mematung di dalam ruang tamu, berpikir sejenak apa yang harus aku lakukan besok. Aku melangkah menuju ke kamarku, ketika aku melintas melewati dapur rumah pandanganku tak henti-hentinya memandang dalam sebuah ruang penyimpanan di samping dapur rumahku. Pandanganku memapah kakiku menuju ke dalam ruangan itu.