Wild Love Episode 15
Tidur bersama
“Ibu tidur di kamar kamu ya nak?”
Ucap ibu dengan senyuman.
“Romo bagaimana bu?”
Ucapku.
“Dia tadi telepon Ibu, kalau pulang besok atau lusa, sudah biasa seperti itu”
Ucapnya.
“Dia tadi telepon Ibu, kalau pulang besok atau lusa, sudah biasa seperti itu”
Ucapnya.
Ibu menceritakan kepadaku, Ayah ketika menjemput tadi tampak seperti orang yang ketakutan sangat ketakutan. Menyetir mobil saja sangat ugal-ugalan hingga di rumah Ayah marah-marah terus dengan orang yang berada di telepon, setiap kali telepon di matikan oleh Ayah, Ayah menelepon orang lain lagi dan marah-marah kembali. Dalam benakku aku hanya berpikir, Apakah ada sangkut pautnya dengan Telepon Cerdas KS?
Malam berganti, aku dan Ibu berada di dalam kamarku bercanda dan bergurau layaknya sepasang adik kakak. Ibu selalu menggodaku dengan kata-kata Kapan punya pacar? dan selalu aku balas dengan kecupan di pipinya Ini pacarku. Permainan kami berlangsung hingga pukul 21.50 ketika aku melihat jam dinding. Hingga akhrinya aku lelah dan rebah di lantai kamarku, Ibu duduk di pinggir tempat tidurku tepat di atas kepalaku, memandang kebawah ke wajah anaknya.
Menceritakan tentang sahabatnya
“Ibu”
Ucapku.
“Hmm”
Jawabnya sambil tersenyum manis dengan menyipitkan matanya ke arahku, antara dilema dan galau alias andilau aku beranikan menanyakan tentang tante ima.
“Sahabat Ibu yang bernama Karima itu”
Ucapku terhenti.
“Iya, ada apa? Ibu tidak pernah bertemu dengannya selama ini, jadi kangen kalau kamu bilang seperti itu”
Ucapnya kepadaku.
“Apakah dia bernama Karima Kapoor, seorang wanita keturunan India”
Ucapku.
“Bagaimana kamu bisa tahu? Ibu tdak pernah menceritakan detail tentang sahabat Ibu itu”
Tanya Ibu mulai terkejut dengan pernyataanku.
“Dia sering memanggil Ibu dengan sebutan Pita?”
Lanjutku, Ibu kemudian turun dan memegang ke dua bahuku wajahnya tepat di atasku.
“Darimana kamu tahu, ceritakan!”
Ucap Ibu sedikit membentak.
“Ibu kok jadi galak sama Arya, Arya kan pasti cerita, tapi Ibu jangan marah”
Ucapku sedikit ketakutan.
“Maaf maaf sayang Ibu terbawa emosi, karena jujur Ibu kangen sekali dengan tante Ima”
Ucapnya yang kemudian duduk bersimpuh disampingku, aku bangkit dan duduk bersila di sampingnya.
“Tapi janji Ibu tidak marah ya”
Ucapku.
“Kenapa harus marah sama kamu sayang?”
Jawab Ibu manja.
Aku kemudian berdiri dan duduk di pinggiran kasur, di ikuti oleh Ibu yang kemudian duduk di sampingku. Kemudian aku ceritakan dari awal aku menginap di rumah Rahman sahabatku yang sering aku ceritakan kepada Ibu. Hingga ku bercerita tentang bagaimana aku bersetubuh dengan sahabatnya? Dan tentunya membuat Ibu sangat terkejut sekali mendengar itu semua.
Ibu mengalihkan pandangannya dariku dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang bertumpu pada sepasang pahanya. Terlihat linangan air mata yang mengalir dari mata Ibu melewati sela-sela antara pipi dan telapak tangannya. Aku mendekat kemudian memeluk Ibu, secara spontan Ibu menampiknya dan berdiri meninggalkan aku. Aku langsung berlari mengejarnya hingga di depan pintu kamarnya yang akan ditutup tapi cepat aku tahan.
Menceritakan kejadian semalam
“IBU AKU MOHON JANGAN SEPERTI INI, ARYA TAHU ARYA SALAH TAPI ARYA JUGA DALAM PENGARUH OBAT”
Teriakku membela dan memohon kepada Ibu, yang kemudian Ibu melangkah ke arah tempat tidurnya dan duduk termangu dan melamun. Aku kemudian melangkah dan duduk di samping Ibu dan hanya diam.
“Kamu sukakan sama Tante Ima?”
Tanyanya tiba-tiba dengan nada ketus dan judes.
“Terpaksa”
Jawabku.
“Seandainya dia meminta lagi, apa kamu akan memberikannya?”
Tanya Ibu.
“Atas seijin Ibu”
Jawabku.
“Jika Ibu bilang tidak, kamu pasti akan sembunyi-sembunyi di belakang Ibu kan?”
Tanyanya lagi.
“Tidak”
Jawabku.
“Bohong”
Ucapnya
Tanpa pikir panjang kemudian aku berdiri mengambil gunting di meja rias Ibu dan aku goreskan tepat di kulitku, dan untungnya tidak memotong nadiku.
“Apa perlu bu Arya menyayat nadi arya dihadapan Ibu seperti sekarang agar Ibu percaya?”
Dengan menunjukan darah yang mengalir dari tanganku.
“JANGAAAN!”
Teriak histeris Ibu kemudian mengambil kain dan menutupi pergelangan tanganku.
Tampak raut wajah kebingungan Ibu dan aku hanya diam mematung. Untungnya saja Ibu selalu sedia plester di rumah, sehingga Ibu bisa langsung menutupi darah yang mengucur. Aku hanya terdiam dan kemudian duduk di pinggir kasur kembali. Ibu menangis sejadi-jadinya sambil memelukku.
“Iya, Ibu ijinkan kamu nak tapi tolong jangan seperti”
“Terserah kamu mau sama siapa asalkan jangan tinggalkan Ibu”
Ucapnya terisak-isak.
Aku kemudian memeluk Ibu, Ibu membalas pelukanku. Lama kami berpelukan hingga suara tangis Ibu reda dan Ibu kembali bangkit memandangku dengan penuh harap agar aku tidak meninggalkannya.
“Pokoknya kalau siapapun ingin denganmu, Ibu relakan asal kamu cerita”
Ucapnya kepadaku.
“Tidak Bu, Arya tidak mau lagi selain dengan Ibu. Jikalau nanti Tante Ima atau ada wanita lain yang mengajak dan memaksa akan Arya tolak. Kar…”
Ucapku terpotong karena jari telunjuknya menyilang dibibirku. Tampak Ibu menghela nafas panjang.
“Begini, Memang pada awalnya Ibu merasa kamu khianati padahal Ibu yang mengijinkan kamu waktu pertama kali kita melakukannya. Maksud Ibu sebenarnya adalah kamu boleh menjalin hubungan dengan wanita yang kelak akan menjadi istri kamu”
“Tapi kamu malah sama sahabat Ibu”
Ucapnya dengan senyum mengembang di bibirnya.
“Maaf bu, besok-besok tidak lagi”
“Ketika melakukannya sama tante ima itu pikiran Arya cuma ke Ibu terus, itu murni nafsu beda ketika dengan Ibu”
Ucapku.