Wild Love Episode 12
Tatapan penuh arti
Ketika kami berjalan menuju warung, aku berada di samping kanan Rahman dan Ajeng disamping kiri Rahman. Sesekali Ajeng memandangku dengan tatapan penuh Arti kepadaku. Aku tak menghiraukan Ajeng sama sekali, karena dia milik sahabatku.
“Eh kang tumben berangkat siang, biasanya hari kamis gini duluan kamu”
Tanyaku.
“Biasa”
Jawabnya.
“Tadi pagi habis 2 Ronde Ar”
jelas rahman sambil berbisik, hanya menggeleng-gelengkan kepala tapi apa mau dikata aku saja kemarin hampir beronde-ronde.
“Ada tugas kemarin kang?”
Tanyaku.
“Tidak yang ada malah Bu Dian masuk nambahin tugas buat kita, katanya tugas hari senin kemarin ada yang kurang”
Jawab Rahman, tepuk jidatlah aku mendengar jawaban Rahman, bisa-bisa aku CENGGUR (Ngaceng Nganggur) gara-gara tugas.
Setelah makan di warung selama kurang lebih 1,5 jam, kemudian aku menunggu Rahman di depan ruang kuliah sambil mengepulkan asap. Kebiasaan Rahman setiap pagi adalah mengantar Ajeng ke gedung kuliahnya. Rahman datang dan kita masuk bersama, perkuliahan membosankan bagi yang baru mengalami Malam Pertama seperti aku hanya melamun dan melamun.
Pekuliahan dari jam 10.00 hingga jam 12.30 akhirnya selesai. Kami makan siang di warung dan seperti permintaan Rahma, rahman meminta kembali file yang telah hilang dari komputernya. Dia copy dari telepon cerdasku. Satu jam bersama Rahman, aku pun pulang.
Membelikan kebaya untuk ibu
Perjalanan pulang aku tidak langsung kerumah, karena tiba-tiba aku melihat sebuah toko pakaian. Di sana di pampang kebaya dan baju-baju modern saat ini. Akhirnya aku mampir untuk membeli, tak lupa aku mengambil uang terlebih dahulu di ATM-ku.
Aku membeli dua buah kebaya sebagai ganti kebaya Ibu yang aku sobek, tak lupa pula aku membelikan baju beserta pakaian dalam untuk Ibu, ukuran? Aku beli semua model yang seksi dengan semua ukuran. Untuk menghilangkan keheranan dari penjaga toko.
Sebelum masuk toko aku menuliskan beberapa apa yang akan aku beli pada secarik kertas dan aku remat-remat, tujuannya agar penjaga toko yakin bahwa barang yang aku beli adalah pesanan dan aku adalah pesuruh untuk membeli pesanan itu.
“Kok beli banyak sekali, buat siapa mas?”
Tanya suara wanita dari belakangku.
“Pesanan Ibu mbak, dan juga pesanan tetangga”
Jawabku sekenanya tanpa menoleh kebelakang.
“Ibunya usaha jualan pakaian ya?”
Tanyanya kembali.
“Iya mbak, ya maklumlah mbak Ibu Rumah Tangga, cari kesibukan selain mengurusi rumah”
Jawabku kembali dan tetap tidak menoleh kebelakang karena masih fokus dengan mbak-mbaknya yang sedang membungkus pesanan.
“Apa tidak malu mas beli pakaian wanita? Apalagi ada pakaian dalamnya?”
Tanya wanita itu lagi.
“Itu pesanan mbak, lagian aku tidak makai pakaian itu mbak”
Jawabku yang semakin kesal dengan pertanyaan-pertanyaan dari wanita itu.
“Mbak itu sebenarnya mau jual pakaian atau wartawan to, dari tadi nanya-nanya mulu kaya kurang”
Jawabku dengan nada sedikit emosi sembari menoleh kebelakang dan ternyata yang dari tadi berbicara kepadaku adalah Bu Dian Rahmawati.
“eh bub bu bu Dian”
Ucapku.
“Maaf bu tidak tahu kalau tadi itu bu Dian”
Jawabku.
“Kalau semisal tadi bukan aku, kamu tetep mau marah-marah ya? kelihatan banget dari nada suara kamu”
Jawab bu Dian dengan senyuman manis di wajahnya.
“Bisa jadi bu, tinggal saya masih bisa mengendalikan emosi atau tidak, ketika saya berbalik tadi pastinya tidak akan langsung membentak atau berbicara kasar dengan yang dibelakang saya walaupun saya tahu saya emosi dengan berbagai macam pertanyaan tadi, dan saya akan meminta baik-baik agar tidak lagi ditanya-tanya lagi sekalipun saya dongkol bu, sekali lagi saya minta maaf jika tadi membuat Ibu tersinggung dan marah, sekalipun saya dalam keadaan emosi akan saya usahakan selalu untuk bisa mengendalikan emosi”
Jelasku sambil sedikit menundukan badan.
“Iya iya percaya sama kamu”
Jawab Bu Dian tersenyum.