Wild Love Episode 12
Pagi Berjalan seperti biasanya
Pagi itu berjalan seperti biasa, walaupun sedikitnya aku sedikit dongkol, marah dengan Ayahku setelah mendengar cerita dari Ibu. Kuselesaikan makanku dengan cepat, walaupun hari ini kuliah di mulai pukul 10.00 aku tetap berangkat pagi.
Sudah menjadi kebiasaanku, karena aku tidak ingin terjebak macet apa lagi panas matahari bisa membuatku tambah malas berangkat kuliah. Selesai makan aku langsung pamitan kepada Romo dan Ibu, menuju pintu dalam garasi (Pintu bagian dalam). Pintu garasi memang menghadap langsung ke ruang makan. Kulihat Revi berada di samping mobil Ayahku, kudekati revi untuk menaruh tas bawaanku.
“Ibu masih kangen nak”
Bisik Ibu pelan secara tiba-tiba dari belakang Ibu memelukku.
“Ibu itu mengagetkan aku saja”
Jawabku pelan.
“Ssssst jangan keras-keras nanti Romo dengar”
Ucap Ibu pelan.
Kulepaskan pelukan Ibu kemudian aku berjalan ke arah pintu dalam garasi. Kutengok ke arah ruang makan dan ternyata Ayahku masih asyik mendengarkan musik sambil membaca koran. Posisi duduk Ayahku membelakangiku. Kutarik Ibuku tepat di samping pintu dalam garasi sehingga aku masih bisa menengok Ayahku jika ada pergerakan mencurigakan.
Berciuman dengan ibu di garasi
“Arya juga kangen, Ibu tambah cantik pakai pakaian ini, tampak lebih muda”
“Kayaknya ABG saja”
Bisikku.
“Kan Kekasihnya juga ABG”
Jawab Ibu dan langsung mengecup bibirku.
Aku berciuman dengan Ibu disamping pintu dalam garasi, sambil menciumnya aku meremas susu Ibu. Kuciumi leher Ibu sambil kupeluk erat tubuh Ibu. Seperti hal orang pacaran, Ibu yang bersandar di dinding tak lupa kukecupi bagian keningnya.
“Ibu bahagia sekali”
Ucapnya.
Dengan sedikit nakal, karena memang aku sedikit emosi kepada Ayahku. Kutarik Ibu tepat di pintu dan jika Ayah membalikan tubuh, Ayah akan tahu bahwa istrinya sedang aku nikmati bibir manisnya. Ibu yang ketakutan jika ketahuan Ayah nampak tidak bisa menikmatinya, tapi aku tetap melancarkan ciuman dan pelukan ke arahnya.
“Disamping pintu saja”
Bisik Ibu.
“Biar Romo tahu sekalian”
Jawabku berbisik.
“Hush nanti kita tidak bisa melakukannya lagi”
Balas Ibu dengan bisikan, tanpa menghiraukan jawaban Ibu. Ibu kutarik lebih tepat di depan pintu dalam garasi. Kupeluk erat Ibu.
“Hei Mahesa, Istrimu ini milikku jangan sekali-kali kamu menyentuhnya”
Ucapku ke arah ayah dengan nada yang sangat pelan. Ibu yang masih dalam pelukanku seakan tak percaya dengan apa yang diucapkan karena sangat takut dengan ulahku.
“Sudah tenang saja bu, Ayahkan pakai Earphone, tidak bakal dengar kok bu”
Bisikku.
“Tapi kalau Ayahmu menoleh kita bisa terkena bencana”
Bisik Ibu dengan sedikit memperlihatkan wajah marahnya. Tanpa menghiraukan Ibuku, kembali aku cium Ibu tapi Ibu menolaknya dan mencoba melepaskan pelukannya.
“Kalau Ibu tidak mau ini jadi yang terakhir”
Bisikku sambil melet-melet. Ternyata Ibu lebih takut dengan candaanku.
“Ouwh begitu”
“Kang Mas, Dimas mau melayani anakmu dulu ya”
“Jatah kamu sama pacar-pacar jalananmu saja, aku cukup buat Arya”
Bisik Ibu disertai tawa kekeh yang pelan, yang kemudian menghadap ke arahku dan menciumnya. Aku sebenarnya takut, dan hanya ingin menakut-nakuti Ibu tapi Ibu malah tambah berani dengan keadaan seperti ini.