Misi Balas Dendam Episode 10
POV ALEX
Matahari bersinar terang dari arah timur, aku buka mataku.
“Aku kesiangan lagi”
Ucapku.
Kucari handphoneku, kulihat pukul 8.00. Kulihat wanita di sampingku pun terlelap sangat nyenyak. Tumben hari ini dia tidak bangun pagi, untung aku tidak kekantor jadi tak perlu terburu-buru. Aku melangkah keluar kutarik pintu kamar di sebelah kamarku masuk dan menguncinya dari dalam. Ini adalah kamar orang tuaku, kutidur di kasurnya bau khas mereka masih bisa kucium.
Flashback 6 tahun yang lalu
“Ayahh Ibuuuu dimana kalian”
Ucapku bahagia.
“Ada apa nak”
Jawab ibuku.
“Anakmu menjadi pegawai negeri sipil bu, namaku keluar”
Ucapku berteriak dan kupeluk ibuku.
“Kamu memang anak pintar”
Ucapnya sambil mengusap kepalaku.
“Anak bodoh aku mempersiapkanmu meneruskan keluarga ini, Kenapa kau memilih jalan menjadi PNS”
Teriak ayahku.
“Aku akan mengurus keluarga ini juga yah, sambil menjadi pegawai negeri”
Balasku santai.
“Ayah ingin berbicara padamu”
Ujar ayahku.
Kami pun pergi menuju kamarnya, meninggalkan ibu yang sibuk membersihkan rumah.
“Aku bukan mempersiapkanmu menjadi pemimpin tapi kau lahir untuk jadi pemimpin. Kau memiliki potensi luar biasa dalam dirimu, kau hanya perlu melatihnya. Dunia bisnis sangat kejam kau pasti merasakan sakit jika kau tidak kuat dan menjaga semua kefokusan dalam melakukannya. Sifat baikmu dan mengalah akan membuatmu kehilangan sesuatu segalanya”
Ucapnya kepadaku.
“Ayah dan ibu sudah mengajarkan banyak hal padaku, aku siap mengambil resiko apapun itu”
Balasku yakin.
“Kau tau anakku, kekuatan terbaik bukan datang dari banyak pujian tapi lahir dari rasa kepedihan”
Kata ayahku lagi.
Aku tak mengerti maksud ayahku waktu itu.
“Bukannya rasa kepedihan hanya membuat orang yang merasakan menjadi orang yang tanpa arah”
Ujarku.
“Benar anakku tapi saat kau bisa mengendalikannya itu akan menjadi kemampuan tanpa batas”
Balas ayahku.
“Tapi bagaimana merasakan perasaan itu”
Tanyaku.
“Pikirkan sendiri caranya tapi peluk ayahmu kau sudah berhasil lolos PNS mu kan ini hasilmu sendiri.”
Kata ayahku dan memeluknya.
Kami berpelukan cukup lama ibu menghampiri kami.
“Kalian melupakan wanita tercantik di rumah ini”
Teriak ibu mendatangi kami.
“Ibuku”
Jawabku memeluknya.
“Ibu aku akan mengambil sesuatu dulu”
Aku pergi meninggalkan mereka.
“Dia benar-benar mirip denganmu”
Ujar ibuku pada ayah.
“Ambisius, perfectsionis, sangat cerdas”
Lanjut ibuku.
“Dan punya sifat seperti mu, memilik kharisma dan ketenangan dalam mengambil keputusan”
Balas ayahku.
“Tak perlu khawatir dengannya, dia akan mampu melampaui kesuksesan kita”
Ucap ibuku.
“Aku tak pernah khawatir dengannya, terima kasih menjadi ibu yang baik buatnya”
Ujar ayahku.