Istri Nakal Yang Suka Tantangan Episode 35
Perjalanan pagi
Saat aku akan meletakkan tas ku ke jok belakang, aku sedikit kaget. Ternyata ada orang di barisan jok belakang,seorang pemuda yang mungkin masih SMA atau baru kuliah. Om Ivan yang mengerti kekagetanku menjelaskan, kalo pemuda itu adalah asistennya. Namanya Handi, baru lulus SMA, dan bekerja sebagai asisten pribadi om Ivan yang membantu segala urusannya. Aku pun bersalaman dengan Handi.
Perjalanan kami pagi ini mungkin hanya memakan waktu sekitar 2 jam. Tujuan kami hari ini adalah Taman Wisata Kop*ng. Om Robert sudah memesan 2 kamar yang nantinya akan kami gunakan untuk melepas lelah. Melepas lelah atau memacu gairah ya? Hihihi… Di perjalanan, aku dan om Ivan yang lebih sering mengobrol. Kami saling bercerita tentang kehidupan yang di selingi dengan candaan-candaan ringan.
Om Ivan adalah seorang eksportir kerajinan asli Indonesia. Dia memasarkan produk kerajinan asli Indonesia melalui pameran-pameran di luar negeri. Tujuan ekspornya mayoritas ke Inggris dan Jerman. Umurnya tahun ini menginjak 63 tahun, namun hidup dalam kesendirian karena istrinya sudah meninggal 8 tahun lalu.
Ketiga anaknya adalah perempuan dan semua sudah menikah. Tinggal di luar negeri bersama suami mereka, praktis hanya om Ivan sendiri di rumah. Ketika menceritakan kesendiriannya, aku sedikit menyenggol urusan syahwatnya dengan candaan.
“wih, kalo pengen gimana tuh om? Masih bisa kan?”
“Hahahaha, ya tinggal kontak aja mana yang siap”.
Jawabnya.
Pembiayaan Timbal Balik
Dia lantas menceritakan kalo selepas istrinya meninggal dan anak terakhirnya juga ikut ke luar negeri bersama suaminya, dia “membiayai” banyak gadis-gadis SMA. Di mana imbal balik dari pembiayaan tersebut tentunya adalah “pelayanan nikmat” dari mereka. Om Ivan tak menyebutkan angka pastinya, namun kata banyak dalam asumsiku mungkin ada belasan.
Dia bercerita, bahwa dia punya 2 klasifikasi atas gadis-gadis itu. Tipe B adalah gadis-gadis punya paras cantik, body aduhai, goyangan spesial namun otaknya kosong. Gadis-gadis seperti ini hanya mendapatkan pembiayaan rutin dengan nominal tetap. Karakter gadis seperti ini menurutnya lebih loyal, namun tidak punya tujuan hidup yang jelas, dan potensi diri bisa di bilang tidak ada.
Kasarnya, yang penting hidup nyaman walaupun harus modal ngangkang. Sementara tipe A adalah gadis-gadis dengan paras cantik, body aduhai, goyangan spesial, dan otak yang cerdas. Gadis-gadis di tipe A ini tidak hanya mendapatkan pembiayaan rutin dengan nominal tetap, tapi juga fasilitas “mess”. Mereka di berikan satu rumah kecil minimalis untuk di tinggali. Dan seringkali mendapatkan tambahan uang jajan dan bonus.
Karakter gadis seperti ini meskipun kadang tidak loyal, namun jauh lebih bermanfaat buat dia katanya. Sudah banyak gadis-gadis yang dia biayai sampai kuliah, dan kemudian bekerja sebagai marketing pameran di perusahaan om Ivan. Ternyata, mereka tidak hanya digunakan sebagai marketing, namun juga alat entertaining calon konsumen, jika mereka “minta”. Sampai disini aku paham makna “lebih bermanfaat” para gadis tipe A ini. Asyik mengobrol, tak sadar kalo ternyata kami sudah sampai di loket masuk.
Check-in diawal
Setelah membayar biaya tiket masuk, om Ivan lantas langsung mengambil tempat parkir di depan kamar yang sudah dipesan. Handi sudah menyodorkan tas bawaanku ketika aku akan turun. Terlihat seorang pegawai memberikan 2 kunci kamar kami kepadaku, dan menunjukkan kamar kami. Om Robert memang meminta early check-in sehingga kami bisa langsung masuk ke kamar.
Aku duluan untuk membuka 2 kamar tersebut. Sementara om Ivan masih mengeluarkan peralatannya dari mobil di bantu Handi. Kamar yang cukup luas dengan pemandangan gunung di balkon belakang, dan kolam renang di bagian depan. Terdapat kasur king size dengan nakas dan lampu di kanan kiri, sofa yang bisa diduduki 4 orang, dan meja panjang di bawah TV.
2 kamar ini ternyata terhubung dengan connecting door yang memungkinkan kami berpindah kamar. Handi dan om Ivan tampak memasukkan peralatan di kamar sebelah. Sementara aku duduk di tepi ranjang menyalakan TV. Sepertinya siaran TV disini tidak ada yang jernih, maka aku hanya menyalakan TVnya, memilih channel yang paling jernih dan kemudian berbaring memeriksa ponselku.
Tampak pesan dari om Robert bahwa dia dan om David mungkin sampai disana sekitar jam 4 sore karena om David ada urusan mendesak dan mendadak. Om Ivan tampak memasuki kamar bersama Handi lewat connecting door. Aku yang masih canggung pun segera bangun dari posisi berbaring.
“Udah dikasih tahu om Robert kan ?”
Tanya om Ivan.
Aku hanya menjawab dengan anggukan sambil tersenyum.
“Mungkin kamu bisa ke lokasi dulu bareng Handi, saya mau istirahat dulu.”
Katanya sambil berbaring di ranjang.
“Loh, emang bukan disini om tempatnya ?”
Tanyaku heran.
“Nanti yang pertama di belakang dulu. Baru setelahnya kita bisa ambil di beberapa tempat. Tapi kalo kamu capek dan mau istirahat dulu juga ga apa-apa. Gimana”
Jelas om Ivan.
“Nanti aja kali deh om.”
Jawabku.
“Ya udah kalo gitu. Han, kamu bisa istirahat dulu juga deh.”
Kata om Ivan.
Handi hanya mengangguk dan kemudian ngeloyor ke kamar sebelah.
“Om disini aja gapapa kan ?”
Tanya om Ivan.
“Gapapa om. Malah jadi ga sendirian.”
Jawabku.
Sambil bergumam di hati, “masa mau bilang ga boleh, toh nanti pasti juga ikutan naikin aku.” Hihihi… aku jadi tertawa geli di dalam hati.