Bercinta di Toilet dengan Keponakan
Akhirnya sukses membunuh kecoa
Semua hal itu dari ekor mataku, karena fokusku pada sang kecoak.
”Memang mulus dan cukup putih”
Masih sempat aku memikirkannya. Bagaimana tidak, jarak kami hanya 2 – 3 langkah, tidak ada orang lain lagi di rumah.
”Plak..plak”
Kecoak pun mati dengan sukses.
Aku guyur dengan air agar masuk ke lubang pembuangan. Tanpa memikirkan lebih lanjut, aku lalu melangkah ke luar kamar mandi.
”Terima kasih ya Pak..sudah nolongin”.
”Oh..iya..”
Sambil kutatap dia dan Tinah tersenyum.
”Bapak nggak cuci tangan sekalian..di sini saja”
Tawar Tinah.
”Wah..ini. Makin bikin dag dig dug”
”Emm..iya deh”.
Aku akan mencuci tangan dengan sabun, yang ternyata posisi tempat sabun ada di belakang tubuh Tinah.
Aku menengok ke belakang tubuhnya. Rupanya dia baru sadar, lalu mengambilkan sabun,
”Maaf Pak..ini sabunnya”.
Tinah mengulurkan sabun dengan tersenyum.
Sabun yang sedikit basah berpindah dan tangan kami mau tidak mau bersentuhan.
”Makasih ya”
Ujarku.
Aku mencuci tangan dan mengembalikan sabun padanya.
”Bapak nggak..sekalian mandi”
Tanya Tinah.
”Waduh..tawaran apa lagi ini. Tambah gawat”.
Dalam hatiku berkata
”Iya..nanti di rumah”.
Ujarku
”Nggak di sini saja Pak?”.
Tanya Tinah.
”Kalo di sini yaa di kamar mandi depan”.
Ujarku
”Di kamar mandi ini saja Pak..”.
Jawab Tinah
”Nggaklah..jangan. Di depan aja. Kalo di sini ya habis kamu mandi”.
Ujarku
”Maksud saya..sekalian sekarang sama saya. Hitung – hitung Bapak sudah nolongin saya”.
Matanya memohon. Deenngg, sebuah lonceng menggema di kepala.
”Ini ajakan yang membahayakan, juga menyenangkan”
Pikirku.
”Bapak nggak usah mikir. Saya nggak akan bilang siapa-siapa. Ya Pak..di sini saja”,
Dia memahami kekhawatiranku.
”Emm..ya udah kalo kamu yang minta gitu”,
Jawabku.
Entah mengapa aku merasa canggung saat akan membuka kaosku. Padahal tidak ada orang lain dan juga sesekali ke pijat plus. Aku buka jam tanganku dulu, lalu aku keluar dari kamar mandi dan kuletakkan di meja makan. Posisi Tinah masih tetap di belakang pintu, dengan tangan kanan menahan pintu agar tetap agak terbuka.
Kembali ke kamar mandi, kubuka kaosku dan kusampirkan di cantolan yang menempel di tembok.
”Pintunya nggak ditutup aja Tin ?”,
Tanyaku. Pertanyaanku sesungguhnya tidak memerlukan jawaban, hanya basa basi.
“Nggak usah Pak..kan nggak ada siapa-siapa”,
Jawab Tinah.
Lalu kubuka jinsku, kusampirkan pula. Sesaat aku masih ragu melepas kain terakhir penutup tubuhku, cd – ku.
“Bapak nggak nglepas celana dalem ?”
Tanyanya.
“Heh..ya iya”
Kujawab dengan nyengir. Penisku sebisa mungkin kutahan tidak mengembang, tapi hanya bisa kutahan mengembang ¼-nya.