Wild Love Episode 47
Wild Love (Episode 47)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 47, ciiiiiiiiiiiit… aku terperangah melihat seorang wanita yang sedang berdiri di depan pintu gerbang rumahnya. Wanita itu memakai kaos lengan panjang yang dulu pernah dia minta, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan dada yang membusung itu. Dengan hiasan celana legging, dia tetap anggun walau kaos lengan panjang itu terlihat sangat klowor. Ya, malam ini adalah malam minggu di mana aku kembali ‘apel’ ke rumah dosen judes dan jutekku ini. Dia tersenyum ke arahku dan langsung naik belakangku.
“Ayo mas, jalan”
ucapnya.
“yee… emang tukang ojek pake mas segala”
ucapku sedikit nyeleneh.
“Mas Arya, ayo jalan-jalan”
ucapnya kembali membuatku sedikit grogi.
“Eh… i.. iya”
ucapku, benar-benar berbeda dari hari-hari sebelumnya.
“ndak usah grogi gitu dong mas aryaaaaaa….”
ucapnya dengan nada manja.
“he he he”
aku hanya mampu tersenyum dan cengengesan saja.
Malam ini aku mengajaknya makan di warung emperan, maklum untuk urusan makan di cafe lagi malas. Malas uangnya he he he, walaupun aku mempunyai uang ratusan juta di kamarku namun aku tidak ingin menggunakannya jika harus keluar dengan yang tersayang. Setelahnya aku mengajaknya ke tempat di mana aku bertemu dengannya sebelum ini. Kami duduk di bangku yang sama dengan waktu itu, namun yang berbeda kali ini adalah aku dan bu dian duduk bersebelahan di tengah-tengah bangku bukan di ujung yang berlawanan seperti waktu itu. Tak berani aku mengeluarkan kotak putih bertuliskan dunhill yang biasa menemaniku. Aku bersandar dan dia duduk tegap, kulihat rambut lurus yang beraroma wangi ini dari belakang.
“Bulannya indah ya ar?”
ucapnya.
“Iya bu eh yan, bulan purnama”
ucapku yang kemudian bangkit dengan posisi tegap disamping kanannya.
“banyak wanita sangat suka di samakan dengan rembulan itu”
ucapnya.
“Dasar ndak romantis”
balasnya.
“bukannya ndak romantis, itu bulan sudah di injak-injak Neil Amstrong, emang mau disamakan dengan jejak kaki neil amstrong?”
ucapku.
“Kan banyak bukti kalau dia tidak pernah mendarat di bulan”
ucapnya.
“Iya, memang banyak bukti kalau ekspedisi dia ke bulan itu masih dalam kategori misteri. Tapi kan setelahnya banyak astronot yang sudah menginjakan kaki di bulan”
ucapku.
“Dasar kamu itu cowok ndak ada romantisnya sama sekali”
balasnya kelihatan judes.
“Mana mungkin bidadari disamakan dengan bulan, yang ada sama dengan cahaya indahnya”
ucapku yang langsung melengoskan kepalaku ke arah kanan. Sedikit aku meliriknya dan dia melihat kearahku dengan tersenyum manis.
“Memang ada bidadari ya disini?”
ucapnya.
“Ada tapi dia-nya ndak sadar”
ucapku sekenanya. Ku benamkan wajahku di antara kedua pahaku.
“Kamu kenapa to? Kaya orang salting? Grogi ya deket sama cewek cantik?”
ucapnya, aku menoleh ke arahnya dan tersenyum.
“memangnya ada cewek cantik disini?”
ucapku.
“iiih…”
ucapnya dengan menyikutku.
“bodoh, ndak tahu”
lanjutnya.
“adanya bidadari”
ucapku pelan yang kemudian bersandar lagi.
“awwwww…. sakit tahu”
ucapku yang tiba-tiba saja tangan kanannya mencubit paha kiriku.
hiasan cahaya bulan yang jatuh di wajahnya
Kulihat dia tersenyum tersipu, kedua tangannya di satukan untuk menyangga dahunya. Senyumnya semakin indah dengan hiasan cahaya bulan yang jatuh di wajahnya. Apakah benar dia bidadari? Ataukah mahadewi seperti lagu band lawas? Atau jangan-jangan dia adalah seorang pembunuh dan penakluk? Ya aku sudah mengiranya dia adalah bidadari sekaligus mahadewi seperti lagu yang pernah aku dengarkan. Dia juga seorang pembunuh dan penakluk……. hatiku. Aku kembali duduk tegap di sampingnya, sedikit aku menoleh ke arahnya. Ah ternyata memang benar, senyumannya adalah bius untuk hatiku dan tatapan matanya adalah pedang yang siap menghunus hatiku jika aku jauh darinya.
“Jam berapa?”
ucapnya.
“Jam sembilan”
ucapku.
“owh…”
ucapnya sedikit menggerakan kakinya, teringat aku akan masa dimana wanita ini meminta cepat pulang.
Aku kemudian bangkit dan duduk di tanah tepat di hadapannya dengan memeluk kedua kaki yang kutekuk di depanku.
“ada apa?”
ucapku.
“ndak papa? Kok kamu malah duduk di bawah?”
ucapnya.
“agar kamu ndak cepet-cepet pulang”
ucapku.
“Kamu itu aneh, bagaimana caraku bisa pulang coba? Kesini saja sama kamu”
ucapnya tersenyum.
“Bisa saja kamu sms taksi”
ucapku dengan tatapan mata datar ke arahnya.
“Ada apa siiiiiih”
ucapnya sambil mentowel hidungku.
“Aku serasa De javu”
ucapku.
“Eh… ehem….”
dia hanya tersenyum manis ke arahku.
“kok malah tersenyum, memangnya kamu tahu maksudku?”
ucapku.
“Ya tahulah, ndak aku ndak akan pulang sebelum kamu mengajak pulang”
ucapnya.
“Kalau pulang besok pagi?”
ucapku.
“siapa takut?”
ucapnya.
“ha ha, ndak, ntar aku dimarahi sama ibuku”
ucapku.
“Kamu itu aneh ya, seharusnya kamu takutnya sama ibu aku”
ucapnya.
“ya itu salah satunya, tapi lebih takut sama ibuku”
ucapku.
“Lho kok bisa?”
ucapnya.
“Ibu menyuruhku menjaga kamu…. ”
ucapku.
“Selalu..”
lanjutku dengan sura pelan dan kubenamkan.
“terima kasih…”
ucapnya yang kutahu dia mendekatkan wajahnya kearahku karena aku sedikit mengangkat wajahku dan meliriknya.
“eh… sama-sama”
ucapku kaget ketika aku mengangkat wajahku, karena wajahnya tepat di depan wajahku.
Lama sekali aku memandang wajahnya, baru kali ini wajah bidadari sangat dekat dengan wajahku.
“yan, aku….”
ucapku tertahan, ingin rasanya aku meneruskan kata-kataku namun semuanya tertahan. Lidahku seakan-akan terpaku di dalam mulutku.
“Apa?”
bisiknya pelan namun terdengar, hening sesaat.
Tatapan mata kami saling beradu, hembusan angin malam menemani kami berdua.
“eeeeeee….”
grogi, terperangah akan kecantikan bidadari ini.
“kamu mau bilang, kalau aku suka sama aku? Iya kan?”
ucapnya tiba-tiba, seketika itu aku terkejut dan ketika hendak menganggukan kepala tangan kanannya mencubit pipi kiriku.
“ada mahasiswa suka sama dosennya ni hi hi hi. ndak level ah hi hi hi”
ucapnya dengan senyum mengejek.
“Siapa juga yang suka sama dosen weeeeeek….”
ucapku lalu menjulurkan lidah ke arahnya.
“terus mau bilang apa?”
desaknya.
“itu rambut sering disisir, terus lipstiknya jangan ketebalan”
balasku sambil berdiri dan menepuk-nepuk pantatku membersihkan tanah yang menempel.
“ih!”
serunya dengan menonjokan pukulan ringan ke perutku, dia langsung berdiri dihadapanku dengan kepala mendongak ke atas dan kedua tangan berpinggang, maklum diakan lebih pendek dariku.
“Apa? Berani membalas?”
ucapnya seakan-akan membiusku.
“Sial baru kali ini ada wanita yang membuatku kaku seperti ini”
ucap bathin ini dengan tatapan mata kearahnya tanpa sedetik pun aku melepaskan pandangan ini.
“awwwwwwwwwwwwww….sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit”
teriakku yang tidak sadar dia sudah menggigit lengan kananku, dia langsung berlari menjauhiku.
“preman di gigit kok sakit weeeeeeeeeeeek”
ledeknya.
“awas kamu ya!”
ucapku sembari berlari mengejarnya.
Walau aku bisa mengejarnya dan menangkapnya, aku tetap saja tidak ingin melakukannya. Tak ingin momen indah kejar-kejaran ini terlewatkan begitu saja. Kami tertawa dan saling melontarkan ejekan.
“eits ndak kena, ndak kena”
ucapnya yang berhasil menghindariku.
“awas ya!”
ucapku.