Wild Love Episode 39
Wild Love (Episode 39)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 39, Selepas itu, aku berangkat PKL. Sebelum berangkat Ibu kini lebih mengendalikan aku. Dengan sedikit ancaman kalau main diluar, harus ada hukuman dirumah. Aku sedikit geleng-geleng dengan sikap ibu kali ini. Katanya cemburu, dan aku bisa maklum akan hal itu.
Sesampainya di tempat PKL, sampel datang lebih banyak. Seperti kata mbak echa kemarin, kami harus lembur hingga jam 3 sore. Jam 2, mbak ela pamit pulang tapi sampel masih menumpuk banyak. Hingga jam 3 yanto dan encus minta ijin pulang.
“kan sampelnya masih banyak, kalau lembur 2 jam lagi bagaimana?”
ucap mbak echa yang kini berada di lab bersama kami bertiga.
“aduh mbak, gimana ya? Mas arya saja mbak, kemungkinan satu orang sudah cukup mbak”
ucap yanto.
“Iya… iya sekalian latihan he he he”
ucap encus.
“Lho Lho Lho…”
balasku.
“Mau ya Ar, nanti ada uang saku, okay?”
ucap mbak echa.
“Yah mbak, kalau aku sendiri bisa sampai malam mbak”
ucapku.
“Ayolah mas tolongin kita, aku sama yanto mau ada acara keluarga juga, pleaseeeeee”
ucap encus.
“mau ya mas?”
ucap yanto.
Mau ndak mau kini aku mahasiswa magang menghandle semua pekerjaan di laboratorium. Yanto dan encus akhirnya pulang, mbak echa pun tampak senang ada yang membantunya. Aku kini sendirian di dalam laboratorium, hingga pukul 6 sore sampel masih tersisa sedikit lagi.
Mbak echa kemudian menyuruhku istirahat dan makan terlebih dahulu. Lalu mbak echa telah memesankan makan malam untukku. Mbak echa kemudian kembali ke ruangannya dan meninggalkan aku di lab. Aku kemudian keluar ruangan untuk makan dan sssshhhh aaaaahhhh dunhill mild. Aku kemudian menelepon Ibu.
Halo sayang
Bu, ini aku disruh lembur di PKL, sampelnya masih ada untuk di analisa sedangkan karyawannya malah pada pulang, Arya ijin pulang malam
Lho gimana to perusahaan itu, malah kamu yang disuruh lembur? Tapi bener kamu masih di tempat PKL? Hayooo…
iiih Ibu, kalau ibu ndak percaya, ibu ntar aku telepon pakai nomor kantor sini
iya.. iya ibu percaya, ya sudah kamu menginap saja di tempat temen kamu
Lha nanti dia ngapan-ngapain Ibu gimana?
dah tenang saja, dia belum pulang, paling besok pagi
Beneran ndak papa?
Ya ndak papa. Asal kalau ada apa-apa cerita sama Ibu dan kalau apa-apanya kaya gitu harus siap dihukum sama Ibu
tapi dihukumnya ndak suruh pergi dari rumahkan?
Ya ndak to ya, sudah cepet kamu selesaikan pekerjaan kamu
Siap Ibuku sayang
selamat PKL sayangku emmmuaaaachhhhh….
iya ibu emmmuaachhhhh
Selepas aku telepon dengan Ibu, aku kemudian kembali di laboratorium tepat pukul 18:45. Kembali kerutinitas analisa, Beberapa sampel sudah aku analisa dan tersisa sedikit. Kleeeek… pintu lab terbuka, dan mbak echa masuk ke dalam lab. Masuklah mbak echa, yang mengenakan baju ketat yang berwarna biru muda dan legging hitam, bagian kepalanya dihiasi oleh kerudung berwarna biru.
“Makasih ya ar, kalau ndak ada kamu bisa-bisa ndak jalan analisanya”
ucap mbak echa yang duduk diseberang meja.
“Santai saja mbak, ndak papa, aku tadi juga sudah minta ijin sama Ibuku mbak”
ucapku sambil menganaisa sampel.
“Sebenarnya aku juga ndak tega, tapi mau bagaimana lagi perusahaan kadang memeras keringat tapi ndak ada tambahan. Mereka yang sudah biasa di lab jadinya sudah tahu, akhirnya mereka sering menolak kalau tambahannya sedikit. Aku juga ndak bisa apa-apa kalau begitu”
ucap mbak echa.
“Lha mbak echa kok tadi mau ngasih uang saku aku segala?”
ucapku.
“Itu uang pribadi aku ar”
ucap mbak echa.
“ndak usah saja mbak, ndak enak sama yang lain nanti”
ucapku.
“ndak papa santai saja, kamu pulang malam ndak papa?”
ucapnya.
“sudah biasa, tadi ibu nyuruh aku nginap di rumah teman”
ucapku.
“nah selesai juga akhirnya”
lanjutku yang sudah menyelesaikan semua pekerjaan.
“Akhirnya selesai juga”
ucap mbak echa.
“Lha mbak pulang malam apa ndak dicari suami mbak?”
ucapku.
“ndak, suamiku itu sering berubah-ubah kadang dingin kadang hangat”
ucap mbak echa.
“owh…”
ucapku yang tidak ingin melanjutkan pembahasan mengenai suaminya.
“dia itu kaku ar”
ucap mbak echa.
“….”
aku hanya diam dan memandangnya sambil membersihkan alat lab.
“kamu kok malah diem diajak bicara”
ucap mbak echa.
“ya mungkin mbak echanya yang kaku duluan dan memang dasarnya lelaki itu kaku dan keras mbak”
ucapku sekenananya.
“nyatanya kamu bisa luwes”
ucap mbak echa.
“ya aku pun juga pastinya akan kaku juga mbak kalau yang berhadapan dengan aku kaku, sama seperti cowok lain”
ucapku.
“Ehhhh…”
ucapnya sambil meletakan kepalanya di atas tumpukan tangannya.
“dia sebenarnya hangat ar, tapi kadang dia tidak bisa sehangat itu ketika kita melakukan…”
ucap mbak echa berhenti.
“Owh… kurang komunikasi kali”
ucapku sok tahu dan tanpa pikir panjang. Ya mungkin karena aku pernah melakukannya.
“Hmmm… kamu pernah ya Ar?”
ucap mbak echa.
“eh… itu aku tahu dari internet”
ucapku.
“bohong! Jujur ar”
ucap mbak echa.
“iya aku pernah mbak, eh pernah apa mbak maksudnya?”
ucapku mengelak kembali.
“berlagak bodoh lagi, ya hubungan ranjang”
ucap mbak echa.
“hufttthhh… iya deh aku ngaku pernah mbak”
ucapku yang masih membersihkan alat-alat lab.
“terus, ceritain dong ke aku”
ucap mbak echa.
“yeee… mbak kan juga sudah pernah melakukannya ngapain aku cerita-cerita, parno kali”
ucapku.
“huh dasar cowok!”
ucap mbak echa.
“yeee marah….”
ucapku.
“Dulu sebelum menikah, aku pernah ar sama cowokku sebelum suamiku sekarang. Enak orangnya dan beberapa kali melakukan dengan dia aku merasa jadi wanita. Tapi sialnya dia selingkuh, dan ketika sama suamiku waktu pacaran juga sama seperti ketika setelah menikah kaku”
curhatnya.
“….”
aku diam, dan masih sibuk dengan melap alat-alat lab satu persatu.
“iiih kamu itu, mbok dijawab kenapa to”
ucap mbak echa jengkel.
“Eh… itu anu mbak emmmmm…..”
ucapku kemudian berdiam sambil berpikir.
“emmm… apa alasan pacar mbak pertama selingkuh? Atau meninggalkan mbak?”
ucapku mencoba menelisik.
“mmmm apa ya mmmm oh iya, dulu dia pernah bilang ke aku . katanya aku egois kalau sedang berhubungan, awalnya tidak lama kelamaan egois gitu katanya. Menurut kamu, egoisnya perempuan itu seperti apa?”
ucap mbak echa. Aku kemudian menata alat-alat lab dan duduk diseberang meja, kini aku berhadapan dengan mbak echa.
“maaf mbak sebelumnya, aku tidak pernah tahu hal-hal dalam rumah tangga. Egois itu ingin menang sendiri, apa ketika mbak berhubungan tidak pernah berkomunikasi dengan suami mbak mengenai ehem ehemnya, misal setelah ehem ehem itu selesai”
ucapku.
“ndak pernah, lha wong kadang kalau dia sudah keluar dia langsung tidur ar, aku ya ikutan masa aku disuruh nungguin orang tidur”
ucap mbak echa.
“Kalau waktu main?”
ucapku menelisik.
“Hmmm.. gimana ya, aku sukanya ya gimana istilahnya…”
ucap mbak echa sedikit bingung.
“lha gimana?”
ucapku.
“ya menguasai permainan lah, istilahnya begitu”
ucap mbak echa.
“Owh dominasi, mbak echa suka mendominasi? Gitu?”
ucapku.
“Iya bener-bener, mendominasi hi hi hi…”
ucap mbak.
“Hmmm… ”
sejenak aku berpikir, aku menundukan kepalaku dan kadang-kadang aku memandang mbak echa.
“mbak tahu ndak?”
ucapku.
“Apa?”
ucapnya.
“Aku saja, sebagai seorang cowok itu inginnya mendominasi permainan walau kadang aku ingin didominasi, tapi hanya kadang saja mbak. Selebihnya aku harus yang menguasai, walau begitu komunikasi paling penting mbak. Yang terpenting jangan selalu mendominasi, harus ada take and givenya, aku ambil kepuasan dan juga memberi kepuasan”
ucapku sok tahu.
“Hmmm…”
ucap mbak echa sambil memandangku dalam.
“Kamu tahu banyak ya? Aku selalu ingin mendominasi dan suamiku aku jadikan objek. Habis mau bagaimana lagi dia lambat ar”
ucap mbak echa.
“bukannya tahu banyak, dari internet mbak he he he. Yeee mbak echa-nya kali yang suka mengambil kesimpulan sepihak. Harusnya mbak echa, tanya ke suami mbak, pengennya apa? Kalau dilihat dari cerita mbak, suami mbak echa itu pendiam ya?”
ucapku.
“Bener-bener peramal kamu ar, iya dia pendiam jarang ngomong”
ucap mbak echa.
“makanya diajak ngomong mbak”
ucapku.
“iya iya… hmmmm…. ar”
ucap mbak echa yang berdiri dan berjalan ke arahku.
“Iya mbak”
ucapku.
“apa kamu bisa menunjukan kepadaku, bagaimana agar cewek yang egois seperti aku bisa memahami sorang pria?”
ucap mbak echa yang berdiri tepat disampingku.
“Eh….”
aku terkejut dengan kata-kata mbak echa.
“ajari aku ar, agar aku bisa melakukannya dengan suamiku. Paling tidak ajari aku agar aku bisa menghilangkan keegoisanku di hadapan suamiku dan agar aku bisa mengambil serta memberi kepada suamiku”
ucap mbak echa.
“Yeee…. ndak mbak”
ucapku.
“Please ar, ajari aku”
ucap mbak echa yang kemudian secara paksa membalikan tubuhku ke arahnya. Seketika itu pula di hadapanku dia mulai meremas lembut selangkanganku.
“eh.. mbak jangan mbak, bagaimana kalau suami mbak tahu?”
ucapku.
“Dia ndak bakal tahu ar, kalau kamu tidak memberi tahunya”
ucap mbak echa santai kepadaku dan tangannya masih meremas-remas lembut selangkanganku.
“mmmhh… mbak sudah mbak…”
ucapku.
“Kamu ternyata hanya bisa bicara Ar, omong thok (omong doang-bahasa kerennya)”
ucap mbak echa.