Wild Love Episode 25
Wild Love (Episode 25)
Royal Win Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 25 Perempuan berparas cantik ini menoleh kearahku yang berada di kanannya dengan senyum yang menawan. Matanya yang tampak sipit itu dihiasi dengan ukiran dari kontak lens yang berwarna biru muda. Langkahku terhenti dan tak dapat aku berkata melihat sesosok perempuan dengan rok berumbai selutut dengan dress tanpa lengan berwarna putih bersih semua selaras dengan kulitnya. Tas kecil seukuran sematpon berukuran 5 inch itu digantungkannya pada bahu kananya. Perempuan itu kemudian menoleh kembali ke arah laut luas.
“Masih ingat tidak Ar?”
tanyanya yang kembali membuyarkan lamunanku.
“Masih…”
ucapku.
“Tempat apa ini?”
tanyanya kembali.
“Haaaaah… Tempat pertama kali aku mengajakmu jalan-jalan untuk menunjukan keindahan daerah tempatku tinggal. Ya kan karena kamu bukan orang asli sini…”
ucapku.
“terima kasih sudah mengingatkan, tapi bagiku… sssssh aaaaaaaaahhh”
ucapnya diakhiri helaan nafas panjang.
“ini adalah tempat paling indah bagiku, paling romantis yang pernah aku datangi”
ucapnya, Aku hanya diam sambil bersandar pada dinding pembatas pantai itu.
“Dua minggu lagi aku akan menikah Ar dan aku akan cuti selama satu tahun, hanya itu yang ingin aku katakan kepadamu”
lanjutnya dengan senyum yang tersungginng di bibirnya, sebuah kenyataan yang membuat aku lebih tambah terkejut.
“tapi jika kamu menikah bagaimana dengan Rahman?”
ucapku.
“Rahman? aku sudah tidak mempedulikannya”
ucapnya seketika itu membuatku terbakar emosi.
“Apa maksudmu berkata seperti itu?”
Tanyaku.
“Apa kurang jelas? aku tidak mempedulikannya dan aku tidak akan pernah peduli lagi dengannya”
ucapnya santai.
“bagaimana mungkin kamu bisa berkata seperti itu?”
ucapku.
“karena aku tidak pernah memiliki perasaan kepada dia”
ucapnya dengan santai.
“BAGAIMANA MUNGKIN KAMU MENJALIN HUBUNGAN DENGAN RAHMAN SEJAK SEMESTER 2 HINGGA SEKARANG DAN KAMU TINGGALKAN BEGITU SAJA? SETELAH SEMUA DIBERIKAN RAHMAN KEPADAMU DAN KAMU MENGHIANATINYA DENGAN SEPERTI INI!”
bentakku sambil merubah posisi tubuhku ke arahnya.
“Aku menghianatinya? Dia yang sudah menghianatiku selama ini, tapi aku tetap diam! Kamu! Kamuu yang selama ini tidak pernah mengerti perasaanku selama bersama dia!”
bentaknya yang sekarang menghadapku.
“OH YA, AKU TIDAK MENGERTI??? HA HA HA BAGAIMANA KAMU MENJELASKAN TENTANG MEMATA-MATAI DIA DAN MENJADI PESURUH AYAHNYA, DAN MENGERUK SEMUA KEUNTUNGAN, APAKAH ITU SUATU KEJUJURAN DALAM SEBUAH HUBUNGAN!”
bentakku lagi.
“Kamu tidak pernah bisa tahu dan mengerti! Aku selama ini yang menyaksikannya bermain dengan teman-teman kosku, aku melihatnya sendiri Ar dia bermain cinta dengan teman-teman kosku”
ucapnya dengan tersengal-sengal, nada suaranya semakin menurun, aku tertegun.
“Aku bukan pesuruh ayahnya, om nico hanya memintaku untuk mengetahui jumlah tabungannya hanya itu saja tidak lebih, dan aku baru berkomunikasi dengannya juga baru satu kali saja tidak lebih ar aku tidak pernah meminta sepeser pun dari rahman aryaaaa”
jelasnya, sebuah pernyataan yang menusuk di dalam hatiku. Perkiraanku selama ini salah kaprah, tidak ada yang benar, ajeng bukan salah satu anggota dari kumpulan ayah dan om nico.
“Ta… ta… tapi kamu juga ikut bermain kan? Rahman selalu cerita seperti itu kepadaku”
ucapku tertatih-tatih.
“Aku bukan wanita murahan seperti yang kamu kira Ar! Aku masih punya harga diri, dan aku masih punya cinta untuk seseorang yang selama ini hanya mampu aku pandang tanpa bisa aku genggam”
ucapnya sedikit membentakku. Aku bingung, semua cerita rahman mengenai dia sudah bermain cinta dengan ajeng adalah kebohongan, ajeng pesuruh om nico juga salah.
“Aku tidak mencintainya sama sekali, dia terlalu sering menyakitiku! Bermain cinta dengan teman kosku! Aku memutuskan menikah karena dia tidak pernah serius menjalin hubungan denganku!”
bentaknya.
“Ta… ta… pi kan bisaaaa dibicarakan ter..lebih dahulu jeng?”
ucapku yang masih kebingungan.
“AKU TIDAK PERNAH MENCINTAINYA AR, AKU TIDAK PERNAH, SAMA SEKALI TAK ADA CINTA UNTUKNYA, DAN AKU TIDAK PERNAH MENGGUNAKAN UANGNYA SEPSERPUN, AKU BUKAN PEREMPUAN MATERIALISTIS!”
bentaknya kepadaku. Aku semakin terkejut dengan pernyataan-pernytaannya membuatku semakin marah karena dia telah membohongi rahman, walau rahman juga membohongiku.
“Ta… ta… ta… pi Kenapa kamu menjalin hubungan dengannya? PADA AKHIRNYA KAMU MENINGGALKANNYA, AKU YAKIN RAHMAN BISA BERUBAH!”
ucapku kemudian menjadi sebuah bentakan.
“Karena aku ingin selalu memandangmu dan dekat denganmu… Aku…”
ucapnya tersengal dengan kedua tangan menggenggam dan lurus dengan tubuhnya.
“Aku… Aku… Aku mencintaimu ar, aku mencintaimu, AKU MENCINTAIMU ARYA!”
teriaknya keras.
Tubuh ini serasa lemas mendengar teriakan itu, bagai gempuran ombak yang menghantam benteng pasir hingga roboh. Bagai sebuah anak panah yang menembus jantungku. Suara deburan ombak dan hembusan angin tak lagi terdengar ditelingaku, seakan-akan semua menjadi bisu dan membisu. Tak ada suara lagi yang aku dengar hanya sebuah tangisan dari seorang perempuan yang selama ini aku nilai keburukannya saja.
“aku menerima rahman karena kamu selama ini tidak pernah peka terhadap perhatianku, kita berbeda jurusan membuat aku semakin rindu bertemu denganmu, aku mencoba dan selalu mencoba untuk main ke kampus kamu hanya untuk melihatmu dan menyapamu tapi tanggapanmu biasa-biasa saja”
jelasnya.
“Itu karena rahman mengatakan kepadaku dia suka kepadamu, ma…ka…nya a…ku mun…dur”
ucapku semakin lama nada suaraku semakin turun dan mengecil.
“Alasanku, agar aku bisa melihatmu, sebatas melihatmu saja AKU SUDAH BAHAGIA!”
ucapnya diakhiri sebuah bentakan kepadaku, jarakku dan dia masih jauh walau kami berhadap-hadapan satu sama lain.
“Maaf…”
ucapku lirih.
“Maaf Ar? Hanya itu Ar yang kamu ucapkan kepadaku?!”
bentaknya.
“Ajeng! Seandainya saja kamu menolak rahman mungkin…”
lidahku mulai kelu untuk mengucapkan kata-kata berikutnya, kepalaku kembali tertunduk menyesali semua yang telah terjadi.
“Mungkin apa? Aku tahu kamu Ar, aku tahu segalanya tentang kamu! Kamu tidak akan pernah tega terhadap sahabatmu! Jika aku menolaknya sekalipun kamu tetap akan diam dan diam! Dan itu… yang akan membuatku semakin jauh darimu, aku tidak ingin jauh darimu aryaaaa”
ucapnya dengan tangis yang menjadi-jadi dia kemudian duduk dengan kaki dilipat didepan dadanya membelakangi pantai. Tangannya memeluk kedua kakinya itu, hembusan angin dari pantai membuat rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Ku beranikan diriku untuk memandangnya.
“Kenapa kamu bisa mencintaiku seperti ini?”
ucapku lirih.
“Karena kamu ksatriaku… ksatria yang melindungiku ketika pertama kali aku melihatmu dengan tatapan yang selalu melindungi yang lemah, ketika…”
ucapnya lirih yang kemudian mengingatkanku kepada sebuah kejadian dimasa Orientasi Mahasiswa.
Ketika itu , Matahari sudah mulai tenggelam. Disebuah salah satu sudut ruang kelas kuliah, seorang mahasiswi baru dengan rambut dikuncir dua, dan kacamata lebar berbentuk lingkaran sedang menangis dihadapan 3 orang kakak tingkatnya.
“HA HA HA ini cewek udah putih, cantik lagi tapi sayang culun ha ha ha” ucap mahasiswa 1 kepada kedua temannya
“culun-culun ndak masalah-lah, yang penting tempike itu kok, tul ga?” ucap seorang mahasiswa 2 lagi
“Yoi, hompimpa saja dah, yang menang dapet perawanya, yang menang kedua dapat perawan anusnya, yang ketiga sepongannya asyik tuh ha ha ha” ucap mahasiswa 3.
“Kakak, aku mohon lepaskan saya, saya sudah mendapat hukuman dan ijinkan saya pulang kak aku mohon” ucap perempuan itu yang tak lain bernama ajeng
“Pulang? Tempik kamu dulu sayang baru kamu boleh pulang” ucap mahasiswa 2 diikuti tawa kedua mahasiswa lain
“Jika kakak berani maju, aku akan teriak!” bentak ajeng
“teriak saja sayang tidak akan ada yang mendengar” ucap mahasiswa 1
Dipegangnya kedua tangan ajeng oleh mahasiswa 1 dan 3 hingga terangkat dengan paksaan, mahasiswa 2 memegang kedua kakinya dan menyingkap roknya hingga terbuka. Dielus-elusnya vagina gadis itu yang masih terbungkus oleh celana dalam dengan kasarnya.
“TOLOOOONG! HMPMMMM!” teriak ajeng yang kemudian di bekap oleh mahasiswa 3 dengan tangan kanannya
Dibukanya kancing baju putih itu satu persatu oleh mahasiswa 2, sambil meremas-remas susu ajeng. Ajeng terus meronta dan meronta mencoba lari dari semua ini. kakinya sudan tidak bisa berbuat apa-apa karena mahasiswa 2 sudah berada di tengah-tengah selangkanganya.
“WOI BAJINGAN!…”
“BERANINYA SAMA CEWEK, DASAR LAKI-LAKI TAK PUNYA KONTOL KAMU!” ucap seorang laki-laki yang tiba-tiba datang dari arah belakang mereka yang tak lain adalah Arya, Arya Mahesa Wicaksono
“paling mereka punyanya cabai rawit cat” ucap seorang lagi muncul dibelakang arya, yang kemudian menaruh tangannya di pundak arya, Wongso
“Woi jangan sok jago kalian, mau mati?” ucap mahasiswa 1, mereka bertiga mengikat tangan dan kaki ajeng serta membekap mulutnya dengan dasi yang dipakai ajenng. Dan kemudian berdiri berjajar berhadapan dengan Arya dan Wongso.
“Seharusnya itu, kita yang tanya, situ masih mau hidup atau malah mati?” ucap wongso.
“Paling milih jadi babi wong” ucap arya
“Lebih baik kalian pergi atau, Orientasi mahasiswa kalian kami batalkan dan kami laporkan ke jurusan agar kalian dikeluarkan karena membuat onar” ucap mahasiswa 1
“Prek! Sing penting pecah ndase! (Bodoh! Yang penting pecah kepalanya!)” bentak arya, yang kemudian maju dan mendaratkan sebuah tinju di wajah mahasiswa 2 yang berada di tengah
“Yoi cat tembok” ucap wongso yang kemudian maju dan menendang mahasiswa 3.
Ketiga mahasiswa itu tampaknya memang bukan tandingan bagi dua berandal ini. setiap pukulan dari mereka dengan mudah di hindari oleh keduanya tapi pukulan dari arya dan wongso tidak pernah sama sekali luput. Perkelahian berlangsung tidak seimbang walaupun jumlah mereka lebih banyak tapi mereka malah tersungkur. Seorang mahasiswa bangkit, wongso mengambil sebuah kursi dikelas itu dan buk dihantamkannya kursi itu dipunggung mahasiswa tersebut.
“Kalau babi itu harusnya merangkak bukan berdiri!” ucap wongso
“kalau ada yang keluar ruangan ini sambil berjalan, aku patahkan kaki kalian, tul gak cat?” bentak wongso
“yoi bro, dikon ndlosor koyo ulo wae piye wong? (Disuruh melata seperti ular saja bagaimana wong?)” ucap arya
“Ojo mesake, ben dadi babi ae (jangan kasihan biar jadi babi saja mereka)” ucap wongso
“Kalian akan terima akibatnya karena berani melawan kakak tingkat kalian!” bentak seorang mahasiswa. Kemudian arya dan wongso jongkok berjinjit dan menjambak kepala mereka semua.
“DENGER YA MAS, KALAU SAMPAI AKU KELUAR DARI KAMPUS INI TAK JAMIN KONTOL KAMU TAK PAJANG DI DEPAN GERBANG UNIVERSITAS!” bentak arya dan wongso bersamaan
Akhirnya mereka semua keluar dari kelas dengan merangkak dan kemudian lari terbirit-birit. Wongso kemudian keluar ruangan dan menyuruh arya untuk menolong gadis itu. Gadis itu sangat berterima kasih kepada mereka berdua, terjadi sebuah percakapan antara mereka.
“Siapa nama kamu? Fakultas apa? Kamu baik-baik saja kan?” ucap arya
“Ajeng aku dari Fakultas bahasa, terima kasih sudah menolongmu, namamu siapa?” ucap ajeng
“Aku Arya dan dia wongso, kita dari fakultas MIPA” ucap arya
Setelah gadis itu terlepas diajaknya gadis itu berjalan bersama mereka keluar ruangan. Hingga didepan kampus, tampak banyak orang di tempat parkir. Ketika sampai ditempat parkir tampak ketiga mahasiswa itu bersama segerombolan orang bertato duduk membelakangi arya, wongso, dan ajeng.
“ITU ITU MAS, YANG MENGHAJARKU!” ucap mahasiswa 2, kemudian para lelaki bertato itu bangkit dan membalikan badannya. Lelaki itu malah kaget setengah mati melihat mereka berdua, bukannya arya dan wongso tapi mereka yang terkejut.
“Lho bos kok disini” ucap lelaki bertato itu
“Lha ngopo ora oleh po? Lha kowe nggoleki sopo? Sing njotosi bajingan-bajingan iku? Hee (lha kenapa tidak boleh? Lha kamu cari siapa? Yang mukuli bajingan-bajingan itu? iya ucap wongso. Mereka pun mengiyakan perkataan wongso, dengan rasa takut mereka minta ijin meninggalkan tempat parkir itu. Dan pasti tahu sendiri apa yang terjadi kepada ketiga kakak tingkat itu, mereka mendapatkan bogem mentah dari para lelaki bertato itu yang tidak lain adalah geng yang sudah di hancurkan oleh geng bentukan teman-teman SMA Arya, Geng Koplak.
Perkenalan itu akhirnya membuat ajeng jatuh hati kepada Arya. Apalagi arya yang selalu mengajak ajeng berjalan-jalan mengelilingi daerah tempat tinggalnya. Dandanan ajeng pun berubah dengan pengarahan dari arya agar tidak terlihat culun lagi, bukan berarti arya mengubah ajeng seperti yang dia inginkan hanya menawarkan untuk mengganti kacamatanya dengan kontak lens. Rambutnya di ubah menjadi terurai.
“Jeng, coba kamu pakai kontaks lens ini, biar kamu tidak terlalu kesulitan memakai kacamata besarmu itu” ucap arya ketika mengajak ajeng ke pantai yang sekarang ini menjadi pertemuan antara mereka berdua
“terus, rambutnya diginikan, nah bagus kan… biar kamu tidak di ejek lagi sama teman-teman kamu jeng” ucap arya yang menguraikan rambut ajeng, ajeng hanya menunduk malu dan merasa sangat bahagia atas perlakuan arya. Itulah yang membuat ajeng tambah tergila-gila pada lelaki ini.
Arya sebenarnya mempunyai hati pula terhadap ajeng, namun perjalanan cinta itu terhambat dengan pengakuan sahabat arya yang dia kenal ketika perkuliahan dimulai, Rahman, ya rahman mengatakan kepada arya kalai dia menyukai ajeng. Arya pun mundur.
“mungkin kamu sudah tidak ingat lagi”
ucap ajeng.
“Aku masih ingat jeng, dan masih tersimpan dalam memori ingatanku”
ucapku sambil melangkah dan duduk disampingnya. Disandarkannya kepalanya pada pundakku.
“Maaf… jika selama ini aku tidak bisa melihat itu semua”
ucapku.
“ndak papa ar, semua sudah terjadi dan tidak bisa diulangi lagi”
ucap ajeng yang kemudian memeluk tubuhku dari samping, aku pun merangkulkan tangan kiriku di pundaknya kaki kananku selonjor kedepan.
“Aku sangat mencintaimu Ar…”
ucapnya.
“Apakah kamu mempunyai perasaan yang sama kepadaku Ar?”
tanyanya.
“Ya, tapi dulu jeng, maaf sekarang aku sayang kepadamu sebagai seorang sahabat”
ucapku.
“Terima kasih, itu sudah membuatku bahagia Ar, sangat bahagia walaupun perasaan itu sudah berlalu”
ucapnya sedikit tersengal.
“Kamu tahu, Ar, hal inilah yang ingin aku lakukan selama ini, memelukmu dengan sangat erat”
ucapnya sembari memelukku erat.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selama ini, kenyataan demi kenyataan pahit hadir didepan kedua mataku. Membuat aku terjebak didalamnya, bagaimana mungkin aku bisa keluar dari semua ini jika semua yang aku prediksikan selalu meleset. Rasanya ingin sekali aku menyuruh Down hill menghentikan cerita ini, dasar penulis cerita selalu menempatkan tokohnya di tengah-tengah kegelisahan ini.