Wild Love Episode 60
Wild Love (Episode 60)
Royal WIn Indonesia Entertainment – Wild Love Episode 60, malam tahun baru, malam pergantian tahun. Malam dimana semua orang merayakan kebahagiaan akan tahun yang baru. Ramai-ramai mereka mengucapkan resolusi untuk tahun yang baru ini. resolusi? Ha ha ha mungkin mereka hanya ingin ikut-ikutan tren saja, jelas saja mau resolusi, mau resoles, mau rempeyek yang jelas adalah begadang. Dan yang ada dipikiranku, resolusi tidak perlu menunggu tahun baru, setiap hari buatlah resolusi untuk hari esoknya. Simple kan, everyday is a brand new day. Hei… kenapa melenceng dari situasiku saat ini?
DOOOOR!
TUAAANG!
Ya aku berlari dengan posisi merunduk, terdengar suara tembakan dari arah belakangku. Tepat ketika suara itu terdear, aku tersandung dan hampir terjatuh untungnya saja kedua tanganku bisa berhasil menahan tubuhku dan kembali berlari. Untunglah, dan untunglah tembakan mereka meleset, hanya mengenai angin yang berada disekitarku.
“Berhenti!”
ucap seorang lagi.
Aku masih berlari dan melompati pagar taman setinggi kurang dari 1 meter, mungkin 0,75 meter. Aku melompatinya dengan degup jantung yang berdetak dengan sangat kencang dan hingga aku melompatinya kuteruskan 1000 langkahku. Sekarang posisiku berada dijalanan perumahan elite royal win, jalan dimana aku datang tadi. aku berlari berlawanan arah dengan arah, entah kemana tujuanku saat ini.
“Berhenti atau aku tembak!”
ucap lelaki satu.
“Cepat kejar dia!”
teriak ayahku dari kejauhan dan aku masih bisa mengenali suara ayah.
“Kejar dia bodoh! Tembak!”
teriak aspal.
“cepat!”
teriak om nico yang mulai samar aku dengarkan karena posisiku menjauh.
“Sial bagaimana ini? kalau mereka menembakku lagi bisa jad arghhhh…. sial! Eh…. zig-zag!”
bathinku mengingatkan aku agar berlari zig zag, seperti dalam film-film action dimana berlari zig-zag dapat mengecoh penembak.
Aku kemudian berlari zig-zag menjauh dari mereka.
DOR… DOR…
“BERHENTI BAJINGAN!”
teriak lelaki satu.
“BERHENTI!”
teriak lelaki dua yang bersautan dengan lelaki satu.
Dua tembakan melewatiku tanpa mengenaiku, menyapa angin disamping, lariku zig-zag mengindari para penembak amatiran ini. Aku terus berlari zig-zag dan terus berlari tanpa mempedulikan mereka yang ada dibelakangku. Tanpa mempedulikan keberadaan mereka.
“cepat kalian kejar bajingan itu, jangan menembak lagi bisa ketahuan warga”
teriak ayah yang samar-samar aku dengar dengan jarakku yang semakin jauh.
Aku kini berlari lurus tanpa zig-zag
Bagus, aku suka sekali kebodohan ayah. Mana ada yang tahu kalau itu adalah suara ledakan pistol. Pasti mereka menduga itu adalah suara kembang api. Tapi dengan mereka tidak menembak aku sedikit lega. Dalam posisi masih berlari zig-zag, Aku menengok kebelakang dan kudapati dua lelaki itu mengejarku jauh dibelakangku. Ku kembalikan fokusku untuk berlari zig-zag untuk berjaga-jaga jika saja mereka menembakku lagi, hingga akhirnya tepat di sebuah gang aku berbelok masuk ke gang tersebut. Ya ini adalah gang dimana aku berangkat, gang dimana kenangan akan sebuah memori indah. Tepat ketika aku memasuki gang, kulihat sebuah lampu baru saja padam.
Aku yakin itu adalah lampu sebuah mobil tapi entah mobil siapa. Aku kini berlari lurus tanpa zig-zag. Semakin aku melewati gang ini semakin ingatanku kembali ke masa itu. Argh… bodoh! Aku terus berlari, aku harus masuk ke kebun singkong itu. Tidak, tidak bisa jika dilihat dari jarak kejar kedua lelaki itu pasti mereka tahu aku masuk kesana dan bisa saja lariku terhambat. Dan aku tidak tahu situasi dari kebun singkong itu, kalau kejeblos dan kesleo bagaimana? Aku harus bagaimana?????! Aku yakin mereka tidak akan melihatku jika aku bisa bersembunyi di salah satu rumah casino de granny ini.
Semakin dekat dengan tempat dimana cahaya lampu mobil itu padam.
“Bu Dian!”
bathinku.
Ya itu adalah mobil bu dian, kenapa ini? kenapa bathinku mengatakan untuk kerumahnya?
Arah lariku menggeser merapat ke arah deretan rumah bu Dian. Mengikuti aliran perasaanku.
Aku melompati parit royalwinindonesia.
Tanganku menangkap tiang besi yang menjadi pagar rumah bu dian.
Dengan masih dalam kondisi sehabis melompati parit, aku langsung melompati pagar besi itu.
Dia tidak menyadari akan kehadiranku
Rumah bu dian terletak diatas, jadi setelah pagar ada sebuah taman yang tingginya hampir sama dengan pagar rumahnya. Brugh… dengan posisi tubuh sedikit merangkak aku menaiki bukit kecil taman bu dian. setelah sampai di atas, aku melihat bu dian sedang berjalan menaiki tanggak kecil menuju pintu rumahnya, tangan kanannya mencari kunci di tasnya. Dia tidak menyadari akan kehadiranku. Aku langsung berlari ke arahnya.
“Bu Dian!”
ucapku keras dengan memegang kedua bahunya.
Bu dian mengenakan kaos tanpa lengan panjang yang ditutupi dengan sweater lengan panjang yang terbuka (mirip jaket tapi tanpa resleting), dan celana panjang model pensil. Tas kecil menggantung di bahunya. Ketika aku berkata kepadanya tangan kanannya masih di dalam tas, tatapan matanya adalah tatapan mata terkejut dan kebingungan.
“Si… siapa kamu?”
ucapnya gugup, jelas dia tidak tahu siapa aku, wajahku aku tutupi dengan masker dan juga kaca mata hitam.
“ini aku bu, arya!”
ucapku sembari membuka kaca mataku.
“Ar… Arya…. kenapa kamu ada di sini?”
ucapnya tiba-tiba, langsung aku memakai kacamataku kembali.
“tolong sembunyikan aku, Aku dikejar oleh orang yang akan membunuhku, aku butuh tempat bersembunyi, tolong aku bu!”
ucapku. Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari ke arah belakangnya, ke arah tempat mobil bu dian diparkir. Mungkin aku bisa bersembunyi di dalamnya.
Kuambil sebuah batu dengan tangan kiriku dan langsung aku lempar ke atap rumah tetangga bu dian. Dengan tujuan agar ada kegaduhan disebelah rumah, sehingga orang-orang yang mengejarku tidak mencariku di rumah bu dian. Aku terus berlari ke arah mobil bu dian, sreek… bugh… aku jatuh terjungkal tepat di belakang mobil bu dian, kepalaku terbentur lantai paving.
“A…”
teriak kecil bu dian yang melihatku jatuh, namun aku tidak mempedulikannya. Aku langsung berlari ke samping mobil.
“Bu… Buka pintu mobilnya, cepat!”
ucapku.
“Eh… belum aku kunci”
ucap bu dian.
“Ingat, Ibu bersikap biasa saja”
ucapku yang langsung masuk ke dalam mobil, clek.
Kulihat dari dalam wanita itu tampak sedikit bingung dengan keadaan yang didekatnya sekarang dan dia kembali pada posisi melangkah menuju pintu rumahnya. Suasana kembali hening sesaat.
“ARGH! SIAL KEMANA LARINYA”
Teriak lelaki pertama yang aku dengar, aku kemudian merebahkan tubuhku di tempat duduk belakang mobil, tepatnya dibawah kursi.
“HEI KAMU! JANGAN BERGERAK! BUKAKAN PINTU ATAU KAMU AKU TEMBAK!”
teriak lelaki ke dua kepada siapa aku tidak tahu. Entah bagaimana geraknya aku tidak tahu.
“CEPAAAAT!”
teriak lelaki satu.
“I… I… ya jangan tembak…”
ucap bu dian, yang kemudian aku dengar langkah kakinya menuju gerbang. Kriieeeeeeeet…. suara pintu gerbang rumah dibuka.
“Kamu tadi lihat lelaki berlari ke arah sini?!”
bentak lelaki satu kepada bu dian.